Bisnis.com; 26 Mei 2025
Penulis: PRI AGUNG RAKHMANTO
Founder dan Advisor ReforMiner Institute
Pengajar di FTKE Universitas Trisakti
Pemerintahan Prabowo-Gibran telah menetapkan hilirisasi 8 sektor dan 28 komoditas sebagai prioritas utama dalam agenda hilirisasi nasional. Hilirisasi diandalkan sebagai salah satu instrument-kebijakan kunci dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029. Berdasarkan peta jalan hilirisasi dan perhitungan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM (2024), potensi investasi terkait hilirisasi dari 28 komoditas diproyeksikan mencapai lebih dari Rp 9.500 triliun (USD 685 miliar). Implementasi hilirisasi diproyeksi dapat berkontribusi terhadap peningkatan ekspor nasional sebesar Rp 13.700 triliun (USD 857,9 miliar), tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 3.700 triliun (USD 235,9 miliar), serta penciptaan lebih dari 3 juta lapangan kerja hingga tahun 2040.
Hilirisasi migas menjadi bagian dari kebijakan hilirisasi nasional tersebut, sebagaimana sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Diantara program hilirisasi yang masuk sebagai prioritas pemerintah adalah menambah kapasitas kilang minyak sebesar 1 juta barel per hari yang tersebar di Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Maluku-Papua. Selain itu, ada pengembangan hilirisasi gas bumi — terutama untuk mendukung sektor smelter dan petrokimia — yang juga menjadi salah satu fokus utama. Sejumlah proyek strategis tengah disiapkan di berbagai daerah, mencakup pembangunan pabrik ammonia, urea, metanol, serta fasilitas smelter. Kontribusi investasi dari pelaksanaan hilirisasi migas hingga 2040 mendatang diproyeksikan akan menghasilkan nilai tambah mencapai sekitar Rp 1.000 triliun (USD 68,3 miliar).
Untuk sektor migas, hilirisasi pada dasarnya bukanlah hal baru. Berdasarkan data, hilirisasi migas dapat dikatakan sudah dilakukan jauh sebelum pelaksanaan hilirisasi pada sektor mineral dan batubara. Hilirisasi migas telah diatur dalam UU No.44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No.44/1960 mengatur mengenai pemurnian dan pengolahan migas. Sementara UU No.22/2001 mengatur mengenai kegiatan usaha hilir migas yang di dalamnya meliputi pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga.
Bagi Indonesia, hilirisasi migas memang memiliki peran penting dan relevan untuk terus dilanjutkan setidaknya karena tiga hal berikut: (1) menghasilkan efek berganda dan nilai tambah ekonomi yang berkorelasi positif terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi, (2) pada dasarnya selama ini telah berjalan dengan baik di Indonesia, khususnya yaitu dengan keberadaan industri kilang migas dan industri-industri kunci yang memiliki keterkaitan dengannya baik di sisi hulu sebagai pemberi inputnya (backward linkage) maupun di sisi hilir yang menggunakan outputnya (forward linkage), (3) di dalam struktur perekonomian Indonesia, pada sisi hilir dan hulu yang terkait dengan hilirisasi migas tersebut, keduanya memiliki keterkaitan antar-sektor yang luas dan berperan dalam penciptaan efek berganda ekonomi yang signifikan. Dalam studi Rakhmanto, dkk (2025), sektor hulu minyak bumi sendiri tercatat memiliki keterkaitan dengan 79 sektor sebagai pemberi Input (backward linkage) dan 17 sektor sebagai pengguna Output (forward linkage), dengan total keterkaitannya mencapai 96 sektor. Sementara itu, sektor hulu gas bumi memiliki keterkaitan dengan 83 sektor sebagai pemberi Input dan 30 sektor sebagai pengguna Output, dengan total keterkaitan mencapai 113 sektor.
Kajian ReforMiner (2025) dengan metode analisis Input-Output menemukan, dari hilirisasi migas yang selama ini telah berjalan, dalam struktur perekonomian Indonesia terdapat setidaknya 12 sektor yang tercatat menggunakan Output dari sektor pertambangan (hulu) migas. Dari 12 sektor yang berdasarkan pendekatan analisis Input-Output dapat dikatakan merupakan wujud dari hilirisasi migas yang telah berjalan tersebut, tiga diantaranya yang utama, yang memiliki porsi Input terbesar dari sektor pertambangan migas adalah sektor 95 (Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas) dengan porsi Input dari sektor hulu migas sebesar 45–60%, sektor 96 (Kimia Dasar Kecuali Pupuk) dengan porsi Input dari sektor hulu migas sebesar 30–45%, dan sektor 97 (Pupuk) dengan porsi Input dari sektor hulu migas sebesar 20–35%. Selama periode sepuluh tahun terakhir, total nilai tambah ekonomi yang dihasilkan dari ketiga sektor tersebut mencapai Rp 17.671 triliun. Rinciannya, sektor 95 memberikan kontribusi sebesar Rp 6.508 triliun, sektor 96 menyumbang Rp 6.802 triliun, dan sektor 97 sebesar Rp 4.361 triliun.
Berdasarkan hasil analisis, Input yang digunakan -termasuk di dalamnya Input minyak dan gas- pada sektor utama di dalam hilirisasi migas (Kilang Minyak, Petrokimia dan Pupuk), namun demikian, tidak seluruhnya bersumber dari domestik. Substitusi impor pada Output sektor hulu migas (peningkatan Output sektor hulu migas yang bersumber dari domestik) akan berkontribusi signifikan di dalam peningkatan penciptaan nilai tambah hilirisasi migas secara keseluruhan. Substitusi impor pada Output sektor hulu migas akan meningkatkan nilai indeks multiplier effect pada sektor 95, 96 dan 97. Nilai indeks multiplier effect pada sektor 95 tercatat akan meningkat sebesar 1,84, sektor 96 meningkat sebesar 3,57, dan sektor 97 meningkat sebesar 0,34. Dengan kata lain, jika Output sektor hulu migas yang bersumber dari domestik ditingkatkan dan dapat mensubstitusi impor yang ada, penciptaan nilai tambah dari investasi sebesar Rp. 1 triliun pada sektor 95 akan meningkat dari Rp 6,07 triliun menjadi Rp 7,91 triliun; sektor 96 akan meningkat dari Rp 4,11 triliun menjadi Rp 7,68 triliun dan sektor 97 akan meningkat dari Rp 3,14 triliun menjadi Rp 3,49 triliun.
Berdasarkan signifikansi keterkaitan antar sektor dan multiplier effect penciptaan nilai tambah ekonomi yang dihasilkannya, tiga sektor utama yang perlu mendapatkan prioritas perhatian, dukungan dan kemudahan di dalam kaitan dengan kebijakan hilirisasi migas adalah sektor 95 (Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas), sektor 96 (Kimia Dasar Kecuali Pupuk) dan sektor 97 (Pupuk). Dengan kondisi porsi Input yang bersumber dari impor (migas termasuk di dalamnya) pada sektor 95, 96, dan 97 cukup besar, upaya peningkatan Output domestik (utamanya produksi migas) di sektor pertambangan-hulu migas nasional (sektor 38 dan 39) perlu mendapatkan perhatian khusus dan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Kemudahan investasi, kecepatan-penyederhaan birokrasi perizinan dan proses bisnis, kepastian-konsistensi regulasi kebijakan, dan kebijakan harga yang tepat baik di sisi hulu-midstream-hilir untuk mendukung peningkatan Output sektor hulu migas yang bersumber dari domestik (peningkatan produksi migas nasional) sangat diperlukan dan menjadi kunci untuk mendapatkan peningkatan penciptaan nilai tambah ekonomi hilirisasi migas yang lebih menyeluruh, optimal dan berkelanjutan.