Rencana pemerintah menurunkan harga gas ditingkat konsumen akhir dan tingkat kepala sumur yang ditargetkan efektif mulai 1 Januari 2016, hingga saat ini belum terealisasikan. Rencana tersebut dimaksudkan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan penurunan harga gas itu sendiri rencananya akan dilakukan dengan mengurangi porsi bagian pemerintah disektor hulu tanpa mengurangi toll fee yang diterima transporter gas dan bagian KKKS.
Berdasarkan review, beberapa yang akan diatur dalam kebijakan penurunan harga gas diantaranya: (1) pengaturan margin untuk trader gas bumi yang tidak memiliki fasilitas, (2) pengurangan iuran dan pajak pada tahapan distribusi gas bumi, dan (3) pengaturan margin (Rate of Return) untuk niaga gas bumi yang memiliki infrastruktur. Penurunan harga rencananya akan diterapkan pada harga gas dalam rentang 6-8 dolar AS per MMBTU, dengan penurunan sekitar 0-1 dolar AS per MMBTU (0-16,7%), sehingga harga akhir minimal adalah 6 dolar AS per MMBTU , dan harga gas di atas 8 dolar AS per MMBTU, diturunkan 1-2 dolar AS per MMBTU (12,5-25%), sehingga harga akhir minimal adalah 6 dolar AS per MMBTU.
Dalam teknis pelaksanaannya, penurunan harga gas tersebut akan dibagi menjadi tiga tahapan. Untuk tahap pertama, penurunan harga akan dilakukan di sektor hulu dan di tingkat harga trader, dan akan dikenakan terhadap industri tertentu. Daftar industri tertentu yang direncanakan akan memperoleh insentif penurunan harga gas diantaranya industri di Sumatera Utara, PT Krakatau Steel, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pusri, PT PIM, PT Indo Raya Kimia, PT Tosra Sakti.
Padatahap kedua, penurunan harga akan dilakukan terhadap industri yang menerima gas dari PGN, Pertamina (Niaga), EHK, Sadikun, dan Rabbana. Sementara untuk tahap ketiga, pemerintah membuka kemungkinan untuk hal yang sama diperluas pada seluruh Badan Usaha/Badan Usaha Tetap (dalam hal ini KKKS termasuk di dalamnya) yang memiliki kontrak jual beli gas domestik dengan industri. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pendataan dan verifikasi terhadap hal ini tengah dilakukan.
ReforMiner memproyeksikan pemerintah akan menemui kendala dalam mengimplementasikan rencana penurunan harga gas tersebut. Aturan yang berlaku saat ini -Permen ESDM 37/2015-, tidak cukup kuat untuk dijadikan sebagai landasan hukum. ReforMiner menilai perubahan harga gas domestik memerlukan perubahan kontrak jual beli gas, yang artinya tidak hanya domain kewenangan pemerintah tetapi juga akan dan harus melibatkan pihak penjual maupun pembeli gas. Tanpa perubahan kontrak jual beli gas, maksimum yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapkannya untuk kontrak-kontrak jual beli gas yang baru. Dalam pandangan ReforMiner, untuk dapat menurunkan harga gas tersebut setidaknya perlu instrumen peraturan setingkat Peraturan Presiden (Perpres) untuk dijadikan landasan hukum yang lebih kuat.