Thursday, October 9, 2025
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2025Penyelesaian Masalah Kekosongan Stok BBM pada Sejumlah SPBU Swasta

Penyelesaian Masalah Kekosongan Stok BBM pada Sejumlah SPBU Swasta

Liputan6.com; 28 September 2025
Penulis: Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Jakarta Permasalahan kekosongan stok BBM pada sejumlah SPBU swasta yang menjadi perhatian publik telah mendapatkan solusi. Pemerintah, Pertamina, dan empat SPBU Swasta yang meliputi Shell Indonesia, BP-AKR, ExxonMobil, dan Vivo Energy Indonesia menyepakati sejumlah poin untuk menyelesaikan permasalahan kekosongan stok BBM yang dialami oleh sejumlah SPBU swasta.

Para pihak menyepakati empat poin untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pertama, badan usaha swasta setuju untuk mengambil jatah impor BBM milik Pertamina dengan syarat berbasis base fuel atau berupa BBM murni yang belum tercampur aditif.

Kedua, para pihak sepakat adanya surveyor untuk memastikan BBM yang diimpor masih dalam bentuk base fuel dan memenuhi standar yang dibutuhkan. Ketiga, terdapat transparansi harga impor agar menguntungkan bagi para pihak. Keempat, pemerintah memastikan stok BBM badan usaha swasta sudah dipenuhi dalam kurun tujuh hari dari sejak kesepakatan tersebut.

Akar Permasalahan
Permasalahan kekosongan stok BBM pada sejumlah SPBU swasta tersebut dapat disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, dapat terjadi karena adanya penyesuaian kebijakan pemberian rekomendasi dan izin impor BBM. Perpres 191/2014 j.o Perpres 43/2018 j.o Perpres 69/2021 j.o Perpres 117/2021, menetapkan bahwa badan usaha dapat melakukan impor BBM setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM dan izin dari Menteri Perdagangan. Jika Menteri ESDM dan/atau Menteri Perdagangan melakukan penyesuaian kebijakan, hal tersebut berpotensi memberikan dampak terhadap stok BBM yang selama ini dipenuhi dari impor.

Kedua, dapat terjadi karena adanya perencanaan dan proyeksi terhadap kebutuhan volume BBM impor yang kurang tepat. Proyeksi terhadap kondisi ekonomi global 2025 yang diprediksikan menurun bahkan akan cenderung krisis dan pelaksanaan kebijakan transisi energi dapat menjadi penyebab.

Proyeksi penurunan konsumsi BBM akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan meningkatnya penggunaan moda transportasi non BBM berpotensi mendorong badan usaha untuk menurunkan volume impor BBM di dalam perencanaanya.

Ketiga, dapat terjadi karena terdapat peningkatan konsumsi atau pembelian BBM pada sejumlah SPBU swasta. Jika mencermati informasi yang disampaikan pemerintah, peningkatan pembelian BBM kemungkinan menjadi salah satu penyebab kekosongan BBM pada sejumlah SPBU swasta.

Pemerintah menyampaikan bahwa kuota impor BBM 2025 yang diberikan kepada badan usaha swasta sudah meningkat yaitu sebesar 110 % dari kuota 2024. Pemerintah menyebut telah menambah kuota impor BBM untuk badan usaha swasta sebesar 10 % jika dibandingkan dengan kuota impor BBM tahun 2024. Jika pada awal September 2025 seluruh kuota impor untuk satu tahun telah habis, dapat dipastikan telah terjadi peningkatan pembelian BBM yang signifikan di sejumlah SPBU swasta.

Keempat, merupakan salah satu konsekuensi dari kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat terkait dengan kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Trump. Terkait kesepakatan dagang tersebut Indonesia menyetujui untuk menambah nilai impor produk dari Amerika Serikat sekitar 22,7 miliar USD yang terdiri atas impor migas 15 miliar USD,impor produk pertanian 4,5 miliar USD, dan impor pesawat Boeing 3,2 miliar USD.

Peningkatan nilai impor dari Amerika Serikat tersebut kemungkinan yang menjadi salah satu pertimbangan mengapa pemerintah belum memberikan tambahan kuota impor BBM kepada badan usaha swasta ketika kuota impor mereka telah habis pada awal September 2025. Dalam perspektif untuk menjaga stabilitas neraca dagang dan makro moneter nasional, menambah kuota impor dapat dinilai sebagai pilihan kebijakan yang kurang tepat bagi pemerintah.

Pilihan Kebijakan
Pada situasi yang tidak mudah seperti saat ini, solusi kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut perlu diapresiasi. Meskipun tidak dapat memuaskan bagi semua pihak, pilihan kebijakan tersebut dapat dikatakan adalah yang maksimal dapat dilakukan oleh pemerintah untuk saat ini. Dalam kondisi fiskal, moneter, dan sektor riil yang dihadapkan pada sejumlah tantangan, menjaga stabilitas neraca dagang pada umumnya akan menjadi prioritas pemerintah di semua negara.

Berdasarkan kerangka regulasi yang ada baik melalui Perpres No.61/2024 tentang Neraca Komoditas dan Perpres No.191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, pemerintah sesungguhnya memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengaturan. Termasuk dalam hal ini memiliki kewenangan untuk tidak lagi memberikan rekomendasi dan izin impor BBM jika hal tersebut dinilai akan memberikan dampak positif terhadap stabilitas neraca dagang dan perekonomian nasional.

Akan tetapi dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, terutama untuk memperhatikan dan menjaga investasi SPBU yang dilakukan oleh badan usaha swasta, pemerintah terpantu memilih solusi jalan tengah yaitu dengan menggeser sebagian kuota impor Pertamina untuk badan usaha swasta.

Berdasarkan informasi, sampai Desember 2025 Pertamina masih memiliki sisa kuota impor BBM sebesar 7,52 juta kiloliter. Sebesar 571.748 kiloliter dari kuota tersebut akan digeser untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta yang diperkirakan sudah mencukupi sampai Desember 2025.

Konsekuensi lain dari pilihan kebijakan pemerintah tersebut adalah Pertamina juga perlu melakukan pengaturan penjualan agar sisa kuota BBM yang dimiliki oleh perusahaan juga mencukupi sampai akhir tahun 2025. Meskipun pada dasarnya bukan permasalahan perusahaan secara langsung, permasalahan kekosongan stok pada sejumlah SPBU swasta berpotensi memberikan dampak secara langsung kepada Pertamina.

Salah satu dampak yang sudah jelas diterima Pertamina adalah berkurangnya volume kuota impor yang harus digeser dan diberikan kepada SPBU swasta. Kebijakan tersebut juga dapat berpotensi memberikan persepsi yang kurang baik bagi Pertamina, karena akan sangat mudah menerima tuduhan sebagai pelaku monopoli.

Dalam jangka pendek, terutama sampai dengan akhir tahun 2025 prioritas utama adalah bagaimana stok BBM pada SPBU swasta perlu tersedia. Ketersediaan stok pada SPBU swasta tidak hanya penting sebagai sinyal positif dalam stabilitas sosial dan ekonomi, tetapi juga merupakan wujud komitmen dari telah dibukanya pasar BBM Indonesia melalui UU Migas No.22/2001. Untuk jangka panjang, para pihak perlu melakukan penataan kebijakan dan perencanaan yang lebih baik agar permasalahan tersebut tidak terulang kembali.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments