(KOMPAS: Senin 25 Mei 2015)
JAKARTA, Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) menjamin tata kelola minyak dan gas bumi, terutama dalam pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak, akan lebih baik. Jaminan ini menyusul likuidasi Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral beserta anak usahanya.
Indonesia merupakan negara pengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Kebutuhan Pertamina untuk impor minyak dan gas saat ini 60 juta dollar AS hingga 75 juta dollar AS per hari. Saat ini, Indonesia rata-rata mengimpor minyak mentah 400.000 barrel dan BBM 600.000 barrel per hari.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), yang dikutip Kompas, Kamis (14/5), menunjukkan, impor minyak Indonesia pada 2014 mencapai 37,719 miliar dollar AS, rata-rata harga minyak 95,8 dollar AS per barrel.
Pada 2013, nilai impor minyak Indonesia lebih tinggi, yakni 40,372 miliar dollar AS. Penyebabnya, antara lain, harga minyak pada 2013 yang tinggi, rata-rata 104 dollar AS per barrel.
Pengamat energi dari Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, dengan dilikuidasinya Petral, proses pengadaan minyak mentah dan BBM diharapkan menjadi lebih baik. Perusahaan yang nantinya mengambil alih peran Petral diharapkan menjalankan praktik bisnis yang lebih sehat, transparan, akuntabel, dan sepenuhnya dapat dikontrol Pertamina sebagai perusahaan induk.
“Namun, perlu digarisbawahi, yang harus kita cegah bersama adalah likuidasi ini tidak sekadar menghasilkan pergantian kelompok kepentingan. Jangan sampai kelompok yang baru masih menjalankan praktik perburuan rente yang sama,” kata Pri Agung.
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri menyatakan, pembubaran Petral merupakan salah satu pelaksanaan rekomendasi tim. “Yang jelas-jelas sudah dilaksanakan adalah penataan pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak. Bahkan, pelaksanaannya melebihi harapan tim. Pemerintah tak hanya membubarkan Petral, tetapi berikut dengan semua anak usahanya,” kata Faisal.
Pengumuman likuidasi atau pembubaran Petral disampaikan dalam konferensi pers di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabu (13/5), di Jakarta. Hadir dalam acara itu Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, serta Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng.
Menurut Sudirman, pembubaran Petral berikut dua anak usahanya, Pertamina Energy Services dan Zambesi Investment Ltd, merupakan kesempatan bagi Pertamina untuk menata diri menjadi lebih baik. Ia menjamin praktik-praktik lama, yakni pengadaan minyak mentah dan BBM yang tidak transparan, tidak akan terulang.
“Likuidasi ini akan diikuti dengan langkah-langkah yang lebih baik. Selama ini, reputasi Petral lekat dengan persepsi negatif. Ada banyak praktik yang diduga tak transparan,” kata Sudirman.
Rini menambahkan, pemerintah selaku pemegang saham Pertamina mendukung langkah melikuidasi Petral. Pihaknya bahkan mendorong audit investigasi terhadap Petral. Audit itu untuk mengetahui ada atau tidak pelanggaran hukum selama Petral beroperasi.
“Jika nanti ditemukan dugaan pelanggaran, harus ditindaklanjuti secara hukum. Kami targetkan likuidasi Petral bisa tuntas selambat-lambatnya April 2016,” ujar Rini.
Setelah likuidasi itu, menurut Dwi, seluruh peran Petral dan anak usahanya diambil alih Pertamina Integrated Supply Chain (ISC) sejak awal tahun ini. Aset Petral dan anak usahanya yang berjumlah sekitar 2 miliar dollar AS juga akan diambil alih Pertamina.
Untuk sementara, lanjut Dwi, Pertamina belum memikirkan pendirian perusahaan pengganti Petral. “Hal-hal yang terkait kontrak dan kewajiban Petral dengan pihak ketiga akan diambil alih Pertamina langsung,” ujar Dwi.
Efisien
Tanri Abeng menambahkan, efisiensi diharapkan lebih baik setelah likuidasi Petral. Menurut dia, salah satu tantangan Pertamina di era global saat ini adalah menciptakan efisiensi agar mampu bersaing. Dewan komisaris Pertamina, ujarnya, sepakat menciptakan struktur baru, sistem baru yang lebih transparan, dan kemampuan manajerial yang lebih baik.
“Kami bersepakat bahwa (likuidasi Petral) ini memang langkah yang terbaik,” katanya.
Pada akhir Desember 2014, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan kepada pemerintah agar Petral dilarang menyelenggarakan pengadaan minyak mentah dan BBM. Ditengarai pengadaan oleh Petral melalui mata rantai yang panjang sehingga terjadi inefisiensi. Sejak pengadaan minyak mentah dan BBM dilakukan ISC, terjadi penghematan sebesar 30 sen dollar AS sampai 40 sen dollar AS per barrel.
Terkait pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi berakhir tugasnya pada Rabu (13/5) atau enam bulan setelah dibentuk. Pemerintah menyatakan siap menjalankan semua rekomendasi tim.
Sudirman mengatakan, rekomendasi tim sudah ada yang dilaksanakan sebagian, ada yang sedang dikaji, dan ada yang sedang dalam tahap pelaksanaan. Kendati secara resmi masa kerja tim telah berakhir, lanjutnya, pemerintah dan tim akan terus berkomunikasi agar semua rekomendasi dapat dijalankan.
“Dari semua rekomendasi tim kepada pemerintah, sekitar 60 persen sudah ditindaklanjuti. Ada yang sudah dilaksanakan penuh dan ada pula yang masih dalam proses,” ucap Sudirman.
Faisal menambahkan, pelaksanaan rekomendasi tim soal penghapusan bensin RON 88 (premium) untuk diganti dengan RON 92 (pertamax) hanya terkait soal waktu. Tim memberi waktu enam bulan kepada Pertamina untuk menjalankan rekomendasi itu. Namun, Pertamina meminta paling lama dua tahun.