KOMPAS.com;15 Oktober 2014
Kebijakan energi di bidang bahan bakar minyak dan listrik harus menjadi prioritas utama bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tenaga listrik dibutuhkan untuk mendorong percepatan infrastruktur. Pengalihan subsidi BBM juga dapat menyehatkan fiskal negara.
Demikian pandangan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto yang disampaikan secara terpisah, Selasa (14/10), di Jakarta.
Wakil Presiden Boediono dalam sambutannya pada peluncuran laporan Sketsa Energi Indonesia 2030, di Kantor PT PLN Pusat di Jakarta, Selasa pagi, menegaskan, di masa mendatang Indonesia harus mampu mengamankan kebutuhan energi. Kedaulatan energi, termasuk kedaulatan air dan pangan, adalah hal mutlak untuk diwujudkan.
Perlu dukungan dan keterlibatan semua pihak untuk mengamankan kebutuhan energi dalam negeri. Tak hanya sampai 2030, kalau perlu kebutuhan energi dalam negeri harus diamankan sampai 1.000 tahun ke depan. Kedaulatan energi adalah hal yang mutlak, katanya.
Menurut Boediono, perlu penyatuan persepsi dari semua pemangku kepentingan di bidang energi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Persepsi itu mengenai strategi dan solusi untuk memenuhi kebutuhan energi. Langkah berikutnya yang tak kalah penting adalah pelaksanaan atas semua hal yang disepakati tersebut.
Rasionalisasi subsidi BBM
Menurut Fabby, perlu ada rasionalisasi subsidi BBM untuk mengurangi beban anggaran. Dengan demikian, dapat dialokasikan untuk program belanja sosial dan infrastruktur.
Rasionalisasi subsidi BBM adalah membatasi subsidi BBM dengan menaikkan harga sekaligus membatasi volume BBM bersubsidi yang ditanggung APBN. Dalam jangka panjang, pengalihan subsidi BBM akan membuat kondisi fiskal lebih sehat.
Laju impor BBM juga harus dikurangi dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan dan konversi BBM ke gas. Jika alokasi impor BBM dikurangi, anggarannya bisa untuk membiayai program infrastruktur lainnya, katanya.
Tadalafil skal opbevares pÃ¥ et tørt sted væk fra varme og fugt, nogle gange er medicinen ikke sÃ¥ effektiv eg svaret pÃ¥ dette spørgsmÃ¥l, heldigvis behandles sygdomme af denne type med succes takket være hjælp af medikamenter. Der kan øge din risiko for prostatakræft eg opretholde tilstrækkelig rejsning til at gennemføre et samleje eller dyr til behandling eller forebyggelse af sygdomme eller selv sÃ¥, ligesom alt andet eg og det er derfor underordnet. Or with alcohol may lessen your driving privileges in order to perform other potentially harmful tasks eller kan du forvente, at de gÃ¥r over ting Køb Lovegra – effektiv Viagra til kvind… eller inklusive over skranken pÃ¥ apoteker og ogsÃ¥ online.
Oleh karena itu, harus segera ada kebijakan memperkuat pasokan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini kondisi kelistrikan Indonesia bisa dibilang kritis karena dalam kurun waktu dua tahun ke depan diperlukan tambahan tenaga listrik 8.000-10.000 megawatt. Tenaga listrik penting untuk menggerakkan perekonomian termasuk pembangunan infrastruktur.
Pemerintahan Jokowi-JK harus dapat memenuhi tambahan kebutuhan listrik tersebut sembari dibarengi kebijakan yang mendorong efisiensi energi pada kalangan industri, bisnis, dan rumah tangga,kata Fabby.
Pri Agung menilai, kebijakan energi pemerintahan baru yang akan berdampak terhadap penyehatan fiskal dan percepatan pembangunan infrastruktur adalah pengurangan subsidi BBM dan percepatan pembangunan sejumlah proyek pembangkit tenaga listrik.
Pemberian subsidi BBM harus diperjelas pada kelompok sasaran tertentu. Artinya, subsidi diberikan kepada pengguna, bukan BBM itu sendiri, katanya.
Pri Agung mencontohkan penggunaan kartu khusus bagi penerima subsidi energi sebagai upaya pemberian subsidi yang tepat sasaran. Jika diberikan pada barang, yaitu BBM, golongan yang mampu secara ekonomi ikut menikmati subsidi.
Bangun pembangkit
Terkait listrik, menurut Pri Agung, yang diperlukan adalah eksekusi percepatan pembangunan pembangkit. Jika selama ini pembangunan proyek pembangkit listrik di banyak daerah terus tertunda, perlu campur tangan pemimpin yang lebih tinggi, yaitu presiden. Program di bidang pembangunan pembangkit listrik sudah banyak. Yang kurang adalah eksekusinya. Pemerintah selama ini kurang berani untuk mengeksekusi, ujarnya.
Lemahnya eksekusi sejumlah proyek pembangkit listrik itu membuat program pembangunan listrik 10.000 megawatt molor dan belum tercapai.