Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
Bisnis Indonesia; 23 November 2017 | 02:00 WIB
Dalam beberapa waktu terakhir, kinerja keuangan PLN sempat menjadi perhatian publik. Hal ini terkait Surat Menteri Keuangan No:S-781/MK/08/2017 perihal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Berdasarkan dokumen yang telah beredar ke publik, Surat Menteri Keuangan tersebut ditujukan kepada Menteri ESDM dan Menteri BUMN, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Direktur Utama PT PLN, dan Dewan Komisaris PT PLN.
Dari perspektif pengelolaan keuangan negara, Surat Menteri Keuangan tersebut merupakan hal yang biasa. Untuk kepentingan mitigasi risiko, hal serupa sebenarnya umum dilakukan otoritas pengelola keuangan negara kepada BUMN di sektor lain.
Surat Menteri Keuangan tersebut menjadi istimewa karena menyangkut sektor energi, sektor yang menguasai hajat hidup masyarakat. Surat tersebut juga terkait dengan pelaksanaan program 35.000 MW yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional. Dengan demikian sangat wajar jika keberadaannya cukup menyita perhatian.
Berdasarkan review, kinerja keuangan PLN tercatat berada pada tren positif. Dalam dokumen laporan keuangan yang dapat diakses melalui website Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga website PLN secara langsung, dapat diketahui bahwa aset, ekuitas, pendapatan usaha, dan laba usaha PLN tumbuh positif.
Pada tahun 2009, total aset dan ekuitas PLN tercatat sebesar Rp333,71 triliun dan Rp141,19 triliun. Sementara pada kuartal kedua 2017, aset dan ekuitas PLN telah menjadi Rp1.302 triliun dan Rp882 triliun atau meningkat sebesar 290% dan 525% dibandingkan dengan 2009.
Pendapatan perusahaan juga tercatat meningkat. Pendapatan usaha PLN meningkat dari Rp145,22 triliun pada 2009 menjadi Rp283,26 triliun pada 2016. Tren peningkatan pendapatan tersebut berlanjut sampai kuartal kedua 2017.
Peningkatan pendapatan tersebut berdampak terhadap meningkatnya laba usaha yang meningkat dari Rp9,94 triliun rupiah pada 2009 menjadi Rp28,61 triliun rupiah pada 2016.
Untuk utang, bersamaan semakin meningkatnya penugasan kepada PLN, utang perusahaan juga meningkat. Pada tahun 2009, utang PLN sebesar Rp141,39 triliun Sedangkan pada kuartal kedua 2017, utang BUMN kelistrikan itu meningkat menjadi Rp292 triliun. Utang tersebut diantaranya digunakan untuk membiayai penugasan pelaksanaan proyek 10.000 MW tahap pertama dan kedua.
Selain itu utang juga digunakan untuk menambah infrastruktur ketenagalistrikan. Data juga menunjukkan bahwa sejak 2015 PLN menambah 7.442 MW pembangkit yang beroperasi, transmisi sepanjang 6.952 kms, dan meningkatkan kapasitas gardu induk sebesar 27.168 MVA.
Sama seperti program 10.000 MW tahap 1 dan 2, posisi PLN dalam proyek 35.000 MW sangat penting. Proyek 35.000 MW dilaksanakan PLN dan IPP, dengan distribusi 8.867 MW PLN dan 26.971 MW IPP. PLN akan menyelesaikan sekitar 25% dari total kapasitas pembangkit proyek 35.000 MW. Kebutuhan investasi proyek 35.000 MW sendiri diproyeksikan mencapai Rp1.200 triliun rupiah, yang mana Rp585 triliun rupiah atau sekitar 48,75% diantaranya merupakan investasi BUMN tersebut.
Porsi investasi PLN tersebut lebih besar dari porsi pembangkit bagian PLN. Hal itu karena investasi PLN juga digunakan untuk membangun fungsi transmisi dan distribusi. Dari total investasi sebesar Rp585 triliun tersebut, direncanakan terdistribusi untuk pembangkit Rp200 triliun rupiah dan fungsi transmisi dan distribusi yang mencapai Rp385 triliun .
Mengacu pada sejumlah informasi yang ada tersebut, kondisi dan kinerja keuangan PLN secara keseluruhan dapat dikatakan dalam kondisi sehat. Hal tersebut tercermin dari sejumlah indikator keuangan perusahaan yang tumbuh positif. Kinerja keuangan yang positif dan disertai dengan kebijakan revaluasi aset yang dilakukan perusahaan, akan meningkatkan kemampuan membayar utang atau solvabilitas perseroan.
Kinerja operasi perusahaan juga mencerminkan adanya upaya kuat PLN untuk terus melakukan efisiensi. Salah satunya tercermin dari porsi BBM dalam bauran energi pembangkit yang tercatat turun dari 11,69% pada 2014 menjadi 6,95% pada 2016. Penurunan tersebut mendorong biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik turun dari Rp1.420/kWh menjadi Rp 1.226/kWh.
Tidak Mudah
Meski tumbuh positif, tantangan PLN tidak mudah. Tugas melayani 67 juta pelanggan, melistriki tidak kurang dari 73.656 desa, mengembangkan dan menyerap listrik energi baru terbarukan (EBT), dan memberikan kontribusi terhadap keuangan negara (APBN) antara Rp12 triliun dan Rp38 triliun untuk setiap tahunnya, tentu tidak mudah. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder, khususnya dari internal PLN.
Surat Menteri Keuangan tersebut sesungguhnya justru merupakan bagian dari dukungan stakeholders kepada PLN. Hal itu mengacu pada salah satu poin surat yang menyarankan agar perlu dilakukan penyesuaian terhadap target penyelesaian investasi PLN dalam pelaksanaan proyek 35.000 MW.
Saran tersebut cukup logis, baik ditinjau dari aspek keuangan negara maupun keuangan korporasi.
Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2017 atau setelah 72 tahun pelaksanaan penyediaan tenaga listrik dilakukan, total kapasitas terpasang pembangkit listrik Indonesia adalah sebesar 60.000 MW. Artinya, dengan menggunakan pola, cara, dan pendekatan yang sama, penyelesaian pembangunan proyek 35.000 MW minimal membutuhkan waktu 36 tahun.
Penyelesaian proyek 35.000 MW yang ditargetkan selesai hanya dalam kurun 5 tahun, 31 satu tahun lebih cepat dari asumsi normal, tentu merupakan target yang sangat luar biasa.
Karena itu, pendekatan yang diperlukan dalam hal ini juga harus luar biasa. Termasuk dalam melihat, mendukung, dan menetapkan indikator kemampuan pelaksana penugasan (PLN).
Bahwa sampai dengan saat ini masih terdapat sesuatu yang perlu disempurnakan dan diperbaiki oleh PLN, kita semua tentu sependapat. Namun demikian, keberhasilan PLN meningkatkan cadangan daya listrik, rasio elektrifikasi, dan meningkatkan daya tersambung di tengah keterbatasan yang ada, tentunya tidak mudah dan lumrah untuk kita berikan apresiasi.
Semoga kita dapat lebih proporsional melihat dan menyikapi permasalahan yang ada.