Friday, November 22, 2024

Relatif Baik, tetapi

Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

koran.bisnis;13 Desember 2016

Berdasarkan pengamatan secara cermat, fokus sektor energi dan mineral pada 2016 relatif sama dengan 2015. Mengapa demikian?

Dari aspek anggaran (APBN), alokasi terbesar masih untuk minyak dan gas bumi (migas). Adapun, energi baru dan terbarukan memeroleh alokasi anggaran terbesar kedua setelah migas.

Fokus pemerintah di sektor migas masih relatif sama yaitu pada sektor hilir migas. Pembangunan infrastruktur hilir migas tercatat sebagai prioritas utama. Sekitar 66% anggaran sektor migas digunakan untuk membangun infrastruktur, yang diantaranya jaringan gas untuk rumah tangga, SPBG, tangki penyimpanan BBM dan LPG serta pembangunan kilang LNG-LCNG.

Subsidi BBM dan LPG yang selama ini menjadi masalah utama, relatif tidak menjadi isu pada tahun ini. Indonesia tertolonga dengan harga minyak dan gas rendah sehingga pemerintah memiliki banyak opsi dalam kebijakan subsidi BBM dan LPG.

Sektor hulu migas tercatat relatif tidak mendapat perhatian. Alokasi anggaran untuk kegiatan hulu migasa pembinaan usaha hulua hanya sekitar 0,82% dari total alokasi anggaran sektor migas. Masalah yang dihadapi hulu migas relatif sama, sekitar 40% hambatan dalam kegiatan hulu migas adalah masalah nonteknis seperti perizinan dan pembebasan lahan.

Dengan kondisi yang ada tersebut, kinerja sektor hulu migas sampai dengan akhir tahun 2016 dapat dikatakan cukup baik. Realisasiliftingminyak tercatat sekitar 100,2% dari target APBN-P 2016.

Sedangkan realisasiliftinggas sekitar 103,2% dari target APBN-P 2016. Hal ini karena komitmen kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk tetap mempertahankan tingkat produksi di tengah harga rendah dapat direalisasikan.

LISTRIK DAN EBT

Sementara itu, kondisi sektor kelistrikan selama 2016 relatif membaik. Intensitas pemadaman bergilir yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir sudah berkurang. Hal ini karena pasokan listrik bertambah terkait dengan mulai beroperasinya pembangkit-pembangkit dalam program 10.000 MW tahap I dan II. Konsumsi tenaga listrik secara relative juga mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi.

Harga dan pasokan energi primer pembangkit minyak, gas, batu bara relatif tidak menjadi isu dalam kegiatan pembangkitan pada 2016. Harga energi primer yang relatif murah, mendorong penyedia listrik, terutama PLN, memiliki banyak opsi.

Harga listrik energi baru terbarukan (EBT) yang secara relatif dinilai menjadi lebih mahal karena harga energi fosil yang rendah justru menjadi salah satu isu utama dalam hal ini.

Selain polemik mengenai harga listrik EBT, masalah sektor kelistrikan yang mengemuka selama 2016 adalah perkembangan proyek 35.000 MW. Dari data yang ada, diketahui bahwa sampai dengan akhir 2016, perkembangan proyek-proyek 35.000 MW masih di bawah target. Sebagian besar proyek bahkan masih terkendala di tahap awal, yaitu pembebasan lahan.

Perkembangan EBT sampai dengan akhir 2016 tercatat belum cukup menggembirakan. Komitmen pemerintah dalam anggaran dan regulasi, belum dapat mendorong perkembangan EBT sesuai ekspektasi. Padahal, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen EBTKE Kementerian ESDM) memperoleh alokasi anggaran terbesar kedua setelah Ditjen Migas. Besarnya alokasi anggaran ternyata relatif belum tercermin dalam realisasi perkembangan EBT.

Pemanfaatan panas bumi potensi EBT terbesar Indonesia, masih relatif stagnan. Sampai dengan akhir 2016, potonsi panas bumi yang diusahakan baru sekitar 4%-5%. Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yang pemanfaatannya telah dimandatorikan sejumlah regulasi, juga masih relatif stagnan.

MINERAL DAN BATU BARA

Adapun, perkembangan sektor mineral dan batu bara (minerba) selama 2016 mengalami perlambatan. Isu lain yang mengemuka untuk sektor minerba adalah sejumlah implementasi dalam ketentuan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Renegosiasi kontrak pertambangana amanat UU No.4/2009 masih menjadi isu utama.

Sampai dengan akhir tahun 2016 tercatat baru 26,47% kontrak karya (KK) yang menandatangani naskah amendemen dan 29,72% Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang menandatangani naskah amendemen.

Progres pembangunansmelterdan tenggat waktu izin ekspor mineral mentah yang diamanatkan UU No. 4/2009 juga belum terselesaikan sampai dengan akhir tahun 2016. Belum terintegrasinya industri hulu dan hilir mineral, termasuk relatif belum siapnya industri dalam negeri untuk menyerap hasil produksi mineral, menyebabkan amanat UU tersebut belum dapat dijalankan sepenuhnya.

Secara keseluruhan, kinerja sektor energi dan mineral selama 2016 dapat dikatakan relatif baik meskipun belum seluruh target tercapai. Harga energi dan mineral yang rendah, serta komitmen para pelaku pada masing-masing subsektor, menyebabkan kinerja sektor ini masih dapat ditoleransi meskipun sejumlah target belum tercapai.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments