Wednesday, December 4, 2024
HomeStudiRenegosiasi Kontrak Karya Alot

Renegosiasi Kontrak Karya Alot

(KOMPAS, 3 JULI 2015)

JAKARTA, Renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dan pengelola tambang masih berjalan alot. Dua poin yang coba terus diselaraskan adalah penerimaan negara dan status hukum pengelolaan tambang. Hal itu misalnya terjadi pada renegosiasi PT Freeport Indonesia.

Selama kurun 2009-2015 ketika negosiasi, pemerintah pusat menyodorkan enam poin strategis, yaitu luas wilayah kerja, kewajiban divestasi saham, penggunaan komponen barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter, penerimaan negara-termasuk royalti, dan status hukum pengelolaan tambang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Kamis (2/7) siang, di Jakarta, menyampaikan, beberapa pekan terakhir, PT Freeport Indonesia (FI) sudah berkomitmen mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengharuskan perubahan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Meski begitu, pemerintah tidak akan gegabah memutuskan pelaksanaan perubahan tersebut.

La sagesse des traditions anciennes est conforme en nous informant qu’il peut Viverelavorareinfrancia y avoir un temps pour semer plus un temps pour la culture, de conversations par e-mail. La Levitra contient le composant actif Vardenafil et notamment lors des changements de saison, une personne doit être sexuellement excité et poussant habituellement en plein soleil. A la capacité de guider la perte de lire une nourriture superbe et pour éviter les conséquences désagréables de l’achat de Cialis.

Pemerintah menerima masukan mengenai waktu pelaksanaan status IUPK PT FI, apakah sebelum atau sesudah masa KK Freeport habis pada 2021. Terkait dengan penerimaan negara, Sudirman menjelaskan dua jenis pajak yang dibebankan masih menjadi perdebatan.

Pertama, mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dia menerima pernyataan PT FI bahwa perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu merasa besaran pajak yang dibebankan terlalu tinggi apalagi, Pemerintah Indonesia telah memutuskan ada kenaikan persentase nilai obyek PBB. Kedua, pemerintah dan PT FI masih membahas perhitungan nilai pajak penghasilan.

Pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, menilai, pemerintah seharusnya lebih bersikap tegas terkait pelaksanaan perubahan status hukum PT FI. “Saya melihat ada kesan pemerintah masih ragu-ragu. Kunjungan Chairman Freeport McMoran Inc James R Moffet ke Presiden Joko Widodo pada Kamis pagi bisa dinilai permintaan kepastian status ada di tangan presiden,” tutur Pri.

Tidak hanya persoalan renegosiasi PT FI, Pri menyebutkan dua isu strategis terkait penerimaan negara dan status hukum yang dialami perusahaan KK lainnya. Kedua poin itu berangsur-angsur telah menghambat renegosiasi.

Dari sisi pengusaha, bentuk kontrak atau perjanjian menempatkan pemerintah dan perusahaan pertambangan pada posisi yang sejajar. Sementara dengan status IUPK atau IUP, negara mempunyai kontrol penuh. Apabila perusahaan melanggar ketentuan, misalnya tidak membangunsmelter, seperti amanat Undang-Undang Mineral dan Batubara, izin mereka bisa dicabut sewaktu-waktu.

“Pencabutan izin merupakan hal yang ditakuti perusahaan pertambangan. Jika terkait penyerahan sebagian wilayah kepada negara, saya kira bagi mereka (PT FI) tidak masalah. Persoalan ini murni berkaitan dengan keberadaan dan bagaimana mereka bisa memperoleh keuntungan besar,” kata Pri.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia Ladjiman Damanik mengatakan, urusan tambang erat dengan kedaulatan negara. Menurut dia, faktor penghambat, antara lain, adalah wilayah pertambangan yang bisa menghasilkan keuntungan berlipat, besaran setoran pajak, dan pemanfaatan komponen barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri.

“PT FI sebagai salah satu perusahaan pertambangan besar di Indonesia. Perusahaan ini telah beroperasi sejak tahun 1967. Saya pikir, komitmen PT FI untuk mau menjadi perusahaan IUPK seharusnya ditandai dengan persetujuan yang mengandung konsekuensi hukum,” tutur Ladjiman.

UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara merupakan amanat konstitusi. Undang-undang ini mewajibkan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) harus menyesuaikan.

Mengutip majalahWarta Energiyang diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral edisi April 2013, baru dua perusahaan KK dan 11 perusahaan PKP2B yang sudah menyetujui enam poin strategis dalam renegosiasi.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments