Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
Metrotv New.com: 28 Januari 2016 11:34 WIB
Pemerintahan Jokowi-JK menyatakan akan serius melakukan pengembangan energi baru dan terbarukan, terutama pengembangan energi panas bumi. Mengacu pada informasi potensi panas bumi Indonesia dari Kementerian Teknis, Presiden Jokowi bahkan menggagas pembentukan BUMN Khusus panas bumi.
Wacana pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) oleh Kementerian ESDM (Sudirman Said) seolah makin menguatkan kesimpulan bahwa pemerintah memang benar-benar serius mengembangkan energi baru-terbarukan, khususnya panas bumi. Apalagi pemerintah secara tegas menyampaikan bahwa DKE akan diperuntukkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan.
Berdasarkan kajian, niatan pemerintah tersebut relatif belum banyak tercermin dalam kebijakan yang telah direalisasikan maupun kebijakan yang sedang dan akan dilaksanakan. Catatan ReforMiner terhadap pengembangan panas bumi nasional adalah sebagai berikut:
- Pengembangan panas bumi nasional masih relatif stagnan. Data yang ada menunjukkan kapasitas terpasang panas bumi saat ini sekitar 1.343 megawatt (mw), hanya sedikit mengalami peningkatan dari status 2009 yang saat itu telah mencapai 1.189 mw. Dari kapasitas terpasang tersebut, PLTP yang produktif dilaporkan hanya sekitar 573 mw.
- Kapasitas terpasang panas bumi nasional saat ini tercatat baru sekitar 4,65 persen dari total potensi yang dimiliki Indonesia yaitu sekitar 28.910 mw.
- Masalah utama sebagai penyebab pengembangan panas bumi berjalan lambat adalah kebijakan harga jual listrik panas bumi yang seringkali tidak terdapat titik temu antara pengembang dan pembeli (PLN).
- Review ReforMiner menemukan bahwa untuk mengatasi permasalahan pada poin (3) tersebut pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi yang di antaranya:
- Permen ESDM No.14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
- Permen ESDM No.32/2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
- Permen ESDM No.2/2011 tentang Penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
- Permen ESDM No.22/2012 tentang Penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
- Permen ESDM No.17/2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT PLN (Persero).
5.Perkembangan harga patokan listrik panas bumi berdasarkan sejumlah regulasi sebagaimana disampaikan  pada poin 4 adalah sebagai berikut.
- Permen ESDM No.14/2008: harga ditetapkan 85 persen dari BPP di sisi tegangan tinggi atau 85 persen BPP di sisi tegangan menengah dari sistem kelistrikan setempat untuk kapasitas unit di atas 10-55 mw dan 80 persen BPP di sisi tegangan tinggi sistem kelistrikan setempat untuk kapasitas unit di atas 55 mw.
- Permen ESDM No.32/2009: harga patokan tertinggi ditetapkan sebesar 9,70 sen USD/kWh. Harga diberlakukan untuk pembelian tenaga listrik di sisi tegangan tinggi.
- Permen ESDM No.2/2011: harga patokan tertinggi ditetapkan sebesar 9,70 sen USD/kWh. Harga diberlakukan untuk pembelian tenaga listrik di sisi tegangan tinggi.
- Permen ESDM No.22/2012: harga ditetapkan sebagai berikut:
- Permen ESDM No.17/2014: harga ditetapkan sebagai berikut:Pembagian wilayah:Wilayah I: Sumatera, Jawa, dan Bali
- Wilayah II: Sulawesi, NTB, NTT, Halmahera, Maluku, Papua, dan Kalimantan.Wilayah III: wilayah yang berada pada wilayah I atau wilayah II tetapi sistem transmisinya terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik BBM.
- Dari informasi yang dihimpun, untuk 2015 harga penyediaan listrik panas bumi cukup kompetitif dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan dari energi fosil. Biaya bahan bakar penyediaan listrik untuk masing-masing jenis energi pada 2015 adalah sekitar: 1. BBM: Rp1.912/kWh; 2. Gas Alam: Rp920/kWh; 3. batu bara: Rp367/kWh; dan 4. Panas Bumi: Rp696/kWh.
- Komposisi produksi listrik nasional berdasarkan kelompok bahan bakar untuk 2015 adalah: 1. BBM: 11  persen; 2. Gas Alam: 27 persen; 3. Batu bara: 49 persen; 4. PLTA: tujuh persen; dan 5. Panas Bumi (PLTP): lima persen. Informasi yang ada menyebutkan produksi listrik 2015 ditargetkan sekitar 239.504,98 GWh. Dengan demikian komposisi produksi listrik 2015 berdasarkan bahan bakar adalah: 1. BBM: 26.345,55 GWh; 2. Gas Alam: 64.666,34 GWh; 3. Batu bara: 117.357,44 GWh; 4. PLTA: 16.765,35 GWh; dan 5. PLTP: 11.975,25 GWh.
- Berdasarkan informasi pada poin (6) dan (7) tersebut, jika produksi listrik yang dihasilkan dari BBM dikonversi ke listrik panas bumi, penghematan biaya bahan bakar yang diperoleh sekitar Rp32,03 triliun. Sedangkan jika listrik yang diproduksikan dari gas dikonversi ke listrik panas bumi akan menghemat biaya bahan bakar sekitar Rp14,48 triliun. Dalam hal ini jika produksi listrik dari BBM dan gas secara keseluruhan dapat dikonversi ke listrik panas bumi, penghematan biaya bahan bakar yang diperoleh adalah sekitar Rp46,52 triliun.
- Berdasarkan catatan poin (5) dan (6) serta nilai tukar rupiah saat ini, realisasi harga beli listrik panas bumi tersebut baru sekitar 42,43 persen dari harga patokan tertinggi wilayah I; 29,45 persen harga patokan tertinggi wilayah II; dan 19,71 persen dari harga patokan tertinggi wilayah III sebagaimana ketentuan Permen ESDM No.17/2014.
- Berdasarkan catatan poin (8) dan (9) tersebut, ReforMiner menilai polemik pembelian uap dan atau tenaga listrik dari PLTP Kamojang semestinya tidak perlu terjadi. Baik dari perspektif lingkungan maupun biaya pokok penyediaan, ReforMiner menilai listrik panas bumi memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar dibandingkan listrik dari energi fosil, khususnya listrik yang diproduksikan dari BBM. Karena itu jika permasalahan PLTP Kamojang tidak bisa diselesaikan secara B to B, pemerintah harus segera melakukan intervensi.