Friday, November 22, 2024
HomeReforminer di Media2020Situasi Hulu Makin Kritis

Situasi Hulu Makin Kritis

KOMPAS; Selasa, 14 Januari 2020 

Selain produksi yang terus merosot, investasi hulu migas juga belum mampu menjawab masalah produksi. Investor memerlukan kepastian kontrak demi stabilitas investasi.

JAKARTA, KOMPAS – Situasi di hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dinilai makin kritis. Sebab, produksi siap jual atau lifting kedua jenis sumber energy primer tersebut terus merosot dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu perbaikan sesegera mungkin untuk menaikkan produksi dan menarik investasi sebesar-besarnya di dalam negeri.

Berdasarkan data kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, lifting minyak pada 2019 tercatat 746.000 barel per hari atau di bawah target 775.000 barel per hari. Adapun realisasi lifting gas bumi hanya 1.060 barel setara minyak per hari dan masih di bawah target 1.250 barel setara minyak per hari. Penurunan lifting minyak terjadi sejak 2016, sedangkan lifting gas bumi terus merosot sejak 2014.

Menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, situasi hulu migas di Indonesia sudah bisa dikatakan dalam krisis. Selain produksi yang terus merosot, investasi hulu migas di Indonesia juga berada dalam situasi krisis. Apabila situasi tersebut tidak kunjung diperbaiki, kondisi hulu migas Indonesia akan terpuruk semakin dalam.

“Krisis dan kritis. Begitulah kondisi hulu migas di Indonesia. Disebut krisis karena investasi yang ada belum mampu menjawab masalah produksi yang terus merosot. Disebut kritis kalau situasi ini terus berlanjut,” ujar Pri Agung di Jakarta, Senin (13/ 1/2020).

hulu migas_Page_1

Dari sisi investasi hulu migas, sepanjang 2019 terkumpul 12,5 miliar dollar AS atau lebih rendah dari pada target yang ditetapkan, yakni 13,4 miliar dollar AS. Pada 2018 realisasi investasi hulu migas mencapai 12,6 miliar dollar AS. Dalam kurun lima tahun terakhir, investasi tertinggi tercatat pada 2015, yakni sebesar 17,9 miliar dollar AS.

“Indonesia belum cukup mampu untuk menarik investasi dari pelaku hulu migas kelas dunia, baik untuk proyek penemuan cadangan migas yang baru maupun proyek pengembangan untuk menaikkan produksi. Investasi hulu migas selama ini, berkisar 60-70 persen, hanya untuk biaya operasional rutin yang ada,” tutur PriAgung.

Bukan komoditas

Pri Agung menambahkan, perbaikan investasi hulu migas sebaiknya dimulai dari cara pandang negara mengelola sumber daya alamnya Menurut dia, sumber daya migas seharusnya dijadikan sebagai modal penggerak pembangunan di dalam negeri, bukan sebagai komoditas ekspor untuk mengumpulkan devisa Selain itu, perbaikan kebijakan dalam hal perpajakan, fiskal, dan bagi basil migas juga mendesak.

Produksi migas Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Konsumsi bahan bakar minyak nasional mencapai 1,5 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak dalam negeri kurang dari 800.000 barel per hari. Adapun konsumsi elpiji sekitar 7 juta ton per tahun, separuhnya harus diimpor. Kondisi itu menyebabkan Indonesia kerap defisit pada neraca perdagangan migasnya.

Akhir pekan lalu, di Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah tidak akan lagi mewajibkan skema bagi basil berdasarkan produksi bruto (gross split) dalam lelang wilayah kerja migas yang baru. Kontraktor diberikan kebebasan memilih, yaitu gross split dan biaya produksi yang dapat dipulihkan (cost recovery). Sebelumnya, untuk wilayah kerja migas yang baru, bagi basil yang dikenakan pemerintah kepada kontraktor adalah gross split.

“Sudah bisa dua (gross split atau cost recovery), tetapi akan dibenahi terlebih dahulu skema ” cost recovery-nya,” ujar Arifin saat ditanya skema bagi basil pada lelang wilayah kerja migas mendatang.

Sebelumnya, dalam rapat umum tahunan Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA), Wakil Presiden IPA Ronald Gunawan menyinggung bahwa investor membutuhkan kepastian kontrak untuk stabilitas investasi. Sebab, investasi hulu migas adalah investasi yang padat modal dan berisiko tinggi. Kestabilan kontrak dipercaya dapat meningkatkan daya tarik investasi hulu migas Indonesia di mata investor.

“Untuk penyederhanaan birokrasi, dalam dua atau tiga tahun terakhir sudah ada sinyal positif. Kami berharap akan terus ada perbaikan berkesinambungan di masa mendatang,” ujar Ronald.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments