CNBCIndonesia; 11 November 2024
Penulis Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute – Dosen Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti.
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa peningkatan lifting minyak nasional akan menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan. Bahlil menyebut bahwa jika tidak dapat mengatasi permasalahan lifting, maka Indonesia tidak dapat berbicara mengenai kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi.
Perhatian pemerintah terhadap lifting minyak tersebut terkait dengan kondisi defisit neraca minyak bumi nasional yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Kebutuhan impor untuk menutup defisit konsumsi minyak di dalam negeri saat ini telah mencapai sekitar 1 juta barel per hari. Defisit dan nilai impor minyak diproyeksikan akan terus meningkat jika permasalahan lifting minyak di dalam negeri tidak segera diatasi.
Strategi dan Peran Penting Pertamina
Identifikasi dan pilihan terkait prioritas permasalahan yang akan diselesaikan oleh Bahlil pada dasarnya telah tepat. Peningkatan lifting minyak memiliki peran penting dalam membantu merealisasikan Asta Cita dan Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran. Migas terutama minyak bumi akan memiliki posisi strategis terutama terkait dengan prioritas utama dari 17 program prioritas yaitu mencapai ketahanan energi.
Peningkatan lifting minyak memiliki peran penting dalam mewujudkan ketahanan energi yang akan menjadi pilar utama dalam mewujudkan Asta Cita dan pelaksanaan Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Terkait dengan kondisi bauran energi nasional saat ini yang masih bergantung pada energi fosil, ketersediaan dan keberlanjutan pasokan minyak bumi akan menjadi pondasi utama dalam upaya mencapai sejumlah target-target ekonomi dan kesejahteraan sosial yang telah ditetapkan dalam Visi Bersama Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045.
Strategi dan upaya untuk meningkatkan lifting minyak nasional kemungkinan tidak akan berjalan dengan mudah. Hal itu karena berdasarkan data sekitar 70 % wilayah kerja (WK) migas produksi di Indonesia telah mengalami penurunan produksi alamiah.
Sekitar 52 % WK Migas produksi di Indonesia merupakan mature fields yang memerlukan perlakuan khusus. Terdapat 36 WK migas produksi yang telah berumur antara 25-50 tahun dan 4 WK berumur lebih dari 50 tahun. Hal itu yang menyebabkan mengapa dalam sepuluh tahun terakhir produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sekitar 31 %.
Terlepas dari strategi dan pilihan kebijakan yang akan diimplementasikan oleh pemerintah, Pertamina kemungkinan akan memiliki posisi penting dan menjadi kunci dalam pencapaian target lifting minyak nasional.
Berdasarkan data, pada tahun 2023 porsi lifting minyak Pertamina mencapai sekitar 70 % dari total lifting minyak nasional. Pada periode tersebut produksi minyak Pertamina dilaporkan sebesar 566.000 barel per hari. Terdistribusi atas 415.000 barel per hari produksi domestik dan 151.000 barel per hari dari internasional.
Jika dibandingkan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang lain, Pertamina tercatat sebagai salah satu KKKS yang paling progresif dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan lifting minyak nasional. Hal tersebut tercermin dari alokasi investasi dan kegiatan teknis operasional yang dilakukan oleh perusahaan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data dan informasi, sekitar 60 % modal kerja (Capex) Pertamina pada tahun 2023 dialokasikan untuk kegiatan segmen usaha hulu minyak dan gas bumi. Capex tersebut diantaranya digunakan untuk melakukan pemboran 799 sumur, 835 pekerjaan kerja ulang, dan 32.589 pekerjaan perawatan sumur. Seluruh kegiatan tersebut dilaporkan meningkat dibandingkan dengan tahun 2022.
Alokasi investasi dan kegiatan yang relatif progresif tersebut dilaporkan telah memberikan hasil yang positif bagi perusahaan. Pertamina menyebut dari sejumlah kegiatan yang telah dilakukan, pihaknya telah berhasil mengelola decline rate minyak dari 19 % menjadi 2 %.
Peningkatan kinerja pada tahun 2023 juga diinformasikan telah memberikan manfaat positif bagi keuangan negara. Kontribusi Pertamina terhadap keuangan negara tahun 2023 dilaporkan mencapai Rp 109,83 triliun, terdistribusi atas pembayaran pajak Rp 45,76 triliun dan pembayaran PNBP Rp 64,07 triliun.
Berdasarkan situasi dan kondisi pada industri hulu migas nasional tersebut, selain akan mengandalkan Pertamina, pilihan kebijakan dan strategi yang dapat diambil untuk meningkatkan lifting minyak nasional di dalam jangka pendek pada dasarnya relatif tidak banyak. Rencana kebijakan peningkatan lifting melalui mengaktifkan kembali sumur-sumur tua atau idle well meskipun tampak menjanjikan kemungkinan akan dihadapkan pada masalah keekonomian proyeknya.
Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan pemerintah, dari sekitar 16.990 idle well terdapat sekitar 4.500 – 6.000 idle well yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya menambah lifting minyak nasional. Tambahan lifting dari optimalisasi idle well tersebut diproyeksikan sekitar 20.000 barel per hari.
Namun demikian, yang perlu diperhatikan bersama upaya untuk meningkatkan produksi dan/atau lifting minyak nasional melalui idle well tersebut tidak hanya terkait dengan aspek teknis saja tetapi juga menyangkut aspek bisnis di dalamnya.
Jika hanya ditinjau dari aspek teknis, upaya untuk meningkatkan produksi minyak melalui optimalisasi idle well sangat mungkin untuk dapat dilakukan, akan tetapi secara bisnis seringkali tidak memungkinkan untuk dilakukan karena biaya untuk memproduksikannya jauh lebih mahal dibandingkan harga jual minyak yang ada di pasar.
Tantangan utama untuk kita semua, terutama pemerintah, bagaimana memformulasikan kebijakan agar idle well yang jumlahnya ribuan dan tersebar di berbagai wilayah menjadi tidak hanya secara teknis dapat diproduksikan, tetapi juga layak dalam perspektif dan perhitungan bisnis hulu minyak dan gas bumi.