JAKARTA–MI:
Keputusan proyek Donggi Senoro tidak hanya ditunggu pihak pengembang dan pembeli gas alam tersebut. Masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah yang juga menanti realisasi proyek di daerah tersebut berharap adanya penerimaan daerah hingga Rp1,2 triliun per tahun selama 15 tahun.
“Setiap tahun Sulteng akan mendapat Rp1,2 triliun dengan rincian untuk Kabupaten Banggai sebagai daerah penghasil gas tersebut Rp480 miliar per tahun, 9 kabupaten dan 1 kota nonpenghasil Rp480 milyar per tahun, dan pemerintah provinsi akan mendapatkan Rp240 miliar per tahun,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sulteng Nurmawati Dewi Bantilan dalam Seminar Menanti Keputusan dan Transparansi Proyek Gas Donggi Senoro di Jakarta, Selasa (11/5).
Menurutnya, dengan asumsi harga minyak mentah US$70 per barel, total pendapatan negara, baik pusat maupun daerah dari dana bagi hasil selama 15 tahun, akan memperoleh US$6,4 miliar atau rata-rata per tahunnya US$420 juta. “Bila ditotal, selama 15 tahun pemda akan memperoleh dana hingga Rp18 triliun. Ini jumlah yang cukup besar untuk memajukan Sulteng,” ujarnya. Selain menambah pendapatan daerah, proyek ini dapat membantu mengurangi jumlah pengangguran yang tinggi di sana. Ia memperkirakan jumlah tenaga kerja yang bisa diserap untuk pengembangan sektor hulu dan hilir proyek ini kerja mencapai 5.000 pekerja. Pada saat beroperasi diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 700 orang. “Diharapkan keberadaan proyek gas ini nantinya dapat menjadi lokomotif pembangunan di wilayah Sulawesi Tengah sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkat,” ujarnya. Karena itu, ia berharap pemerintah dapat mengeluarkan sikap tegasnya terhadap keberlanjutan proyek gas Donggi-Senoro ini dalam waktu dekat. “Kami yakin pemerintah akan bersikap bijaksana, tidak hanya memperhitungkan kebutuhan gas dan penerimaan devisi, namun juga peluang daerah untuk terus berkembang,” ujarnya. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, keputusan proyek Donggi Senoro bisa dilakukan dalam koridor aturan hukum dan hitungan keekonomian yang memadai. “Pengambilan keputusan Senoro harus mengedepankan objektivitas dengan mempertimbangkan semua kepentingan yang ada,” ujar Pri Agung. (Jaz/OL-04)