Wednesday, October 29, 2025
HomearticleTantangan dan Upaya Meningkatkan Produksi Minyak Nasional

Tantangan dan Upaya Meningkatkan Produksi Minyak Nasional

DuniaEnergi, 20 Oktober 2025

Produksi minyak bumi memegang peran strategis dalam upaya mewujudkan ketahanan energi nasional. Sampai saat ini minyak bumi masih memiliki peran penting dalam bauran energi nasional. Kondisi tersebut salah satunya tercermin dari porsi BBM dalam bauran energi sektor transportasi tahun 2024 masih mencapai sekitar 99,89 %. Konsumsi minyak Indonesia juga dilaporkan terus meningkat dari 1,11 juta barel per hari pada tahun 2000 menjadi 1,63 juta barel per hari pada 2024.

Meskipun memiliki peran strategis dalam bauran energi nasional, cadangan dan produksi minyak Indonesia justru dilaporkan cenderung terus menurun. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia dilaporkan menurun dari 5,12 miliar barel pada tahun 2000 menjadi 2,29 miliar barel pada tahun 2024. Pada sisi produksi juga terjadi pola yang relatif sama, produksi minyak Indonesia dilaporkan turun dari 1,45 juta barel per hari pada tahun 2000 menjadi 613 ribu barel per hari pada tahun 2024.

Tantangan dan Upaya Meningkatkan Produksi
Tantangan utama dalam upaya meningkatkan produksi minyak nasional terutama adalah adanya keterbatasan dan bahkan kecenderungan menurunnya cadangan minyak nasional. Penurunan cadangan minyak sebesar 55,27 % selama periode tahun 2000 – 2024, menjadi tantangan dan sekaligus merupakan penyebab utama produksi minyak Indonesia relatif sulit untuk dapat ditingkatkan.

Peningkatan cadangan minyak pada dasarnya sangat terkait dan ditentukan oleh investasi yang dialokasikan untuk kegiatan eksplorasi. Jika alokasi investasi dan kegiatan eksplorasi meningkat, peluang untuk dapat meningkatkan cadangan minyak semakin besar. Sebaliknya, jika alokasi investasi dan kegiatan eksplorasi menurun, maka peluang untuk dapat meningkatkan cadangan minyak juga semakin kecil.

Berdasarkan data, rata-rata porsi investasi hulu migas yang dialokasikan untuk kegiatan eksplorasi selama periode 2019-2024 adalah sekitar 6,91 %. Selama periode tersebut alokasi investasi untuk kegiatan eksplorasi berkisar antara 4,76 % – 10,42 % terhadap total investasi hulu migas nasional. Realisasi porsi alokasi investasi untuk eksplorasi yang terendah terjadi pada tahun 2020 yaitu 4,76 % dari total investasi hulu migas nasional. Sedangkan realisasi porsi alokasi investasi untuk eksplorasi tertinggi terjadi pada tahun 2024 yaitu 10,42 % dari total investasi hulu migas nasional.

Dibandingkan nilai investasi untuk kegiatan eksplorasi, investasi hulu migas nasional lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan produksi dan pengembangan. Selama periode tersebut nilai investasi yang dialokasikan untuk kegiatan produksi berkisar antara 63,89 % – 74,36 % dari total investasi hulu migas nasional. Sementara nilai investasi yang dialokasikan untuk pengembangan berkisar antara 13,64 % – 20,66 % dari total investasi hulu migas nasional.

Terkait dengan relatif terbatasnya alokasi investasi untuk kegiatan eksplorasi tersebut, produksi minyak Indonesia hanya mengandalkan lapangan-lapangan minyak eksisting yang sebagian besar merupakan mature field atau lapangan minyak yang telah memasuki fase penurunan produksi. Berdasarkan data, sekitar 70 % wilayah kerja migas produksi telah mengalami penurunan produksi alamiah. Sekitar 52 % wilayah kerja produksi migas Indonesia merupakan mature field. Sebanyak 36 wilayah kerja migas produksi berumur antara 25-50 tahun. Sedangkan 4 wilayah kerja migas produksi tercatat berumur lebih dari 50 tahun.

Akibat terbatasnya kegiatan eksplorasi adalah relatif tidak terdapat penambahan cadangan minyak dan gas bumi yang baru. Akibatnya produksi minyak Indonesia dalam beberapa waktu terakhir hanya mengandalkan wilayah kerja atau lapangan minyak eksisting yang telah berada pada fase penurunan produksi alamiah. Bahkan wilayah kerja Rokan yang saat ini menjadi salah satu tulang punggung produksi minyak nasional tercatat telah berproduksi sejak 74 tahun yang lalu.

Konsentrasi investasi hulu migas nasional yang lebih banyak digunakan untuk kegiatan produksi dan pengembangan kemungkinan merupakan bagian dari upaya untuk meminimalkan risiko investasi. Hal itu karena pada kegiatan pengusahaan hulu migas yang menggunakan sistem Production Sharing Contract (PSC) seperti Indonesia, pengembalian biaya produksi atau cost recovery baru akan dapat dilakukan ketika wilayah produksi migas yang diusahakan telah berhasil berproduksi.

Seperti halnya sistem garap sawah kerjasama pada usaha pertanian, petani penggarap baru akan mendapatkan pengembalian biaya produksi ketika padi yang ditanam telah berhasil dipanen. Pengembalian biaya produksi tidak diberikan dalam bentuk uang oleh pemilik lahan, tetapi dalam bentuk padi yang diambil dari hasil panen. Demikian pula dengan cost recovery dalam pengusahaan migas, cost recovery pada dasarnya juga tidak diberikan dalam bentuk uang dari APBN tetapi mengambil sebagian minyak yang telah berhasil diproduksikan senilai dengan besaran cost recovery yang telah disepakati oleh para pihak.

Jika dalam pelaksanaan kerja sama garap sawah padi yang ditanam tidak menghasilkan panen karena sebab tertentu misalnya akibat musibah banjir atau dimakan hama, maka petani penggarap tidak akan memperoleh pengembalian biaya produksi dari pemilik lahan. Kerugian akan melekat dan ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap. Demikian juga pada sistem PSC kegiatan usaha hulu migas, pemilik modal atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak akan memperoleh pengembalian cost recovery jika kegiatan eksplorasi yang dilakukan tidak berhasil menemukan cadangan minyak yang secara hitungan bisnis layak untuk diproduksikan.

Risiko investasi eksplorasi yang relatif besar tersebut menjadi penyebab utama alokasi investasi hulu migas untuk kegiatan eksplorasi relatif kecil. Karena itu, upaya peningkatan produksi minyak nasional lebih banyak dilakukan melalui optimalisasi produksi dari wilayah kerja eksisting.

Sejumlah terobosan kebijakan yang diberlakukan pemerintah diantaranya melalui Permen ESDM No.15/2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, pada dasarnya juga masih relatif sama yaitu hanya sebatas mengoptimalkan produksi dari wilayah kerja eksisting.

Berdasarkan data perkembangan cadangan dan produksi, upaya peningkatan produksi minyak nasional tidak dapat lagi hanya mengandalkan wilayah kerja eksisting tetapi sudah memerlukan penemuan cadangan dan wilayah kerja yang baru. Karena itu upaya meminimalkan risiko investasi eksplorasi hulu migas melalui terobosan kebijakan fiskal dan non fiskal perlu untuk segera dilakukan.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments