Thursday, August 14, 2025
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2025WACANA IMPOR DAN PERDAGANGAN LNG GLOBAL

WACANA IMPOR DAN PERDAGANGAN LNG GLOBAL

Investor Daily, 26 Mei 2025

Penulis Opini: Pri Agung Rakhmanto
Founder & Advisor ReforMiner Institute
Pengajar di FTKE Universitas Trisakti

Prinsip dasar dan teori ekonomi perdagangan internasional tentang comparative advantage (David Ricardo, 1817) mengajarkan bahwa dari perdagangan internasional suatu negara berpeluang untuk mendapatkan benefit dalam bentuk peningkatan efisiensi ekonomi secara keseluruhan jika negara tersebut melakukan spesialisasi di dalam penyediaan barang dan jasa dimana mereka memiliki opportunity cost yang lebih rendah. Lebih lanjut, bahkan pada kondisi dimana suatu negara mampu memproduksi semua jenis barang dan jasa itu pun, jika opportunity cost untuk menyediakannya masih lebih rendah jika hal tersebut dilakukan melalui perdagangan internasional, secara teori ekonomi hal itu tetap akan memberikan benefit-efisiensi ekonomi yang lebih besar bagi negara tersebut.

Prinsip dan teori dasar comparative advantage ini pada dasarnya masih (selalu) relevan dan menjadi faktor yang mempengaruhi dan membentuk perdagangan antar negara di berbagai produk-komoditas barang dan jasa hingga saat ini. Tak terkecuali dalam hal ini adalah produk-komoditas energi seperti gas dalam bentuk cair, Liquified Natural Gas (LNG). Belakangan ini, wacana impor LNG mengemuka sebagai salah satu pilihan strategi untuk memenuhi kebutuhan gas domestik. Meskipun pasokan gas secara nasional diproyeksikan berada dalam kondisi surplus, ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan di berbagai wilayah telah menunjukkan potensi terjadinya defisit. Sejumlah wilayah khususnya Sumatera Bagian Selatan – Jawa Barat, Sumatera Bagian Utara dan Jawa Timur – Jawa Tengah diperkirakan berpotensi mengalami defisit pasokan yang akan makin meningkat pada tahun 2035 mendatang, jika upaya penanganan yang tepat tidak dilakukan.

Selain faktor keterbatasan infrastruktur yang membuat konektivitas pemenuhan kebutuhan gas antar wilayah terhambat, terdapat faktor lain yang membuat wacana impor LNG menjadi mengemuka. Salah satunya adalah keterbatasan alokasi pasokan LNG untuk domestik karena sebagian besar volume produksi LNG di tanah air telah terikat kontrak ekspor jangka panjang. Pemenuhan kebutuhan domestik sering kali (hanya) dapat dilakukan dengan mengalihkan sebagian kargo ekspor, seperti dari Kilang LNG Tangguh atau Kilang LNG Badak, yang dari sisi harga dapat dikatakan cukup tinggi, karena mengikuti acuan harga LNG internasional, yang didalamnya secara langung tak langsung juga mengakomodir unsur opportunity cost dari pilihan alokasi pasar yang ada. Data World Gas Intelligence dan World Bank (2024) menunjukkan bahwa rata-rata harga LNG di Indonesia selama periode 2022–2024 berada pada kisaran USD 13–15 per MMBTU. Sementara, merujuk publikasi PGN (2025), harga keekonomian gas LNG di tingkat pengguna akhir bisa mencapai USD 16–17 per MMBTU.
Di dalam perkembangan terakhir, wacana impor LNG seperti mendapat momentum baru, seiring dimasukkannya LNG sebagai bagian dari paket negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Jadi, dalam hal ini, perspektifnya adalah perdagangan internasional – dan bahkan diplomatik -dalam skala yang lebih luas, melibatkan aspek opportunity cost yang juga luas, melampaui sekadar perbandingan biaya (harga) LNG domestik versus harga LNG impor. Teori comparative advantage dalam cakupan dan pengertian yang lebih luas menjadi basis dari argumentasi untuk dilakukannya impor LNG.

Perdagangan LNG Global

Pada tahun 2023, perdagangan LNG global mencapai total 549,2 miliar meter kubik (bcm), dengan pertumbuhan tahunan sebesar 1,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Asia Pasifik menempati posisi teratas sebagai kawasan eksportir LNG terbesar dunia dengan ekspor 179 bcm atau sekitar 32,6% dari total ekspor LNG global. Timur Tengah dan Amerika Utara menjadi wilayah kedua ekspotir LNG terbesar, dengan ekspor masing – masing sebesar 131,4 bcm atau sekitar 23,9% dari total ekspor LNG global. Wilayah Afrika menjadi yang ketiga terbesar dalam hal ekspor LNG, dengan ekspor 55,6 bcm atau sekitar 10,1% dari total ekspor LNG global. Sementara itu, porsi wilayah Eropa & Commonwealth of Independent States (CIS) adalah sekitar 9,4% dari total ekspor LNG global.

Kawasan Asia – Pasifik, sejauh ini juga tercatat menjadi pusat utama dari permintaan LNG dunia, dengan impor mencapai 352,5 miliar meter kubik (bcm), atau sekitar 64,2% dari keseluruhan impor LNG global pada tahun 2023. Permintaan LNG di kawasan ini didorong oleh tingginya konsumsi energi di negara-negara industri besar dan ekonomi berkembang seperti China, Jepang, Korea Selatan dan India. Pada tahun 2023, China tercatat sebagai importir LNG terbesar dunia dengan volume 97,8 bcm (17,8%). Volume impor LNG China ini meningkat sebesar 12,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama, Jepang mencatatkan impor LNG sebesar 90,3 bcm (16,4%), Korea Selatan sebesar 60,6 bcm (11,0%) dan India sebesar 38,1 bcm (5,6%). Kawasan Eropa menempati posisi kedua sebagai pengimpor LNG terbesar dengan volume mencapai 169,1 bcm atau sekitar 30,8% dari total impor LNG global. Dalam 10 tahun terakhir, permintaan LNG di kawasan Eropa tercatat mengalami peningkatan sebesar 12,6%, seiring meningkatnya kebutuhan energi yang dipicu oleh ketegangan geopolitik serta strategi diversifikasi pasokan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gas pipa Rusia. Sementara itu, kawasan Timur Tengah dan Afrika hanya mencatatkan impor LNG sebesar 10,2 bcm (1,9% dari total impor global), dan kawasan Amerika sebesar 17,4 bcm (3,2%)

Negara Eksportir Utama LNG

Di sisi suplai, pasar LNG global saat ini didominasi oleh sejumlah negara eksportir utama dengan kontribusi terbesar berasal dari Amerika Serikat, Qatar, dan Australia. Berdasarkan data Energy Institute (2024), pada tahun 2023, Amerika Serikat mencatatkan volume ekspor LNG tertinggi mencapai 114 miliar meter kubik (bcm), diikuti oleh Qatar dengan 108,4 bcm, dan Australia dengan 107,4 bcm. Khusus untuk Australia dan Malaysia, pasar ekspor LNG mereka hampir sepenuhnya difokuskan ke kawasan Asia Pasifik.

Australia tercatat sebagai pemasok terbesar LNG ke Asia Pasifik. Pada tahun 2023, pasokan LNG dari Australia tercatat sebesar 107,3 bcm atau sekitar 42,5% dari seluruh pasokan LNG di wilayah Asia Pasifik. Di posisi selanjutnya terdapat Qatar dengan 81,1 bcm (32,1%), diikuti Malaysia (36,1 bcm atau 14,3%), Amerika Serikat (29,3 bcm atau 11,6%), Rusia (23,1 bcm atau 9,1%), Indonesia (15,7 bcm atau 6,2%) dan Oman (14,0 bcm atau 5,5%). Data ini menegaskan bahwa Asia Pasifik merupakan pasar utama bagi negara-negara eksportir LNG global. Indonesia dalam hal ini masih tetap merupakan salah satu eksportir, namun dengan porsi yang sudah tidak lagi dominan.

Untuk kawasan Eropa, Amerika Serikat merupakan pemasok utama LNG dengan volume 76,2 bcm atau sekitar 45,1% dari total kebutuhan kawasan tersebut. Selanjutnya, terdapat Qatar dengan 20,8 bcm (12,3%), kemudian diikuti oleh Rusia (19,4 bcm), Aljazair (17,2 bcm), dan Nigeria (9,3 bcm). Untuk kawasan Amerika Utara, tercatat impor sebesar 1,6 miliar meter kubik (bcm). Impor ini berasal dari berbagai negara pemasok, dengan rincian sebagai berikut Trinidad & Tobago: 0,5 bcm (31,3%); Amerika Serikat (domestik swap): 0,4 bcm (25%); Peru: 0,3 bcm (18,8%) Indonesia: 0,3 bcm (18,8%) dan negara lainnya 0,1 bcm (6,3%).

Pasokan LNG untuk wilayah Amerika Selatan didominasi oleh Amerika Serikat yang memasok hampir separuh dari total kebutuhan kawasan (47,5%) pada 2023. Diikuti oleh Trinidad & Tobago dengan 25,9% dan negara-negara Afrika, terutama Nigeria dan kawasan Afrika lainnya dengan porsi total yaitu hampir 15%. Sementara sisanya berasal dari berbagai negara seperti Qatar, Peru, Rusia, dan Mesir dalam volume yang lebih kecil. Untuk pasokan LNG ke wilayah Timur Tengah dan Afrika, Qatar mendominasi dengan porsi lebih dari 60%, diikuti oleh Amerika Serikat dan Oman. Pada tahun 2023, total impor LNG ke kawasan Timur Tengah mencapai 10,2 bcm.

Dari gambaran di atas, dengan dominasi dan porsi besarnya dalam memasok LNG di hampir semua kawasan, terlihat bahwa AS dalam hubungan perdagangan LNG dengan berbagai negara termasuk Indonesia, memang memiliki keunggulan, tidak hanya berupa comparative advantage namun juga absolute advantage. Posisi kita terhadap AS dalam hal ini dengan demikian secara relatif menjadi relatif terbatas pada comparative advantage apa yang mungkin dapat kita realisasikan jika melakukan impor LNG dari AS, di dalam kerangka hubungan perdagangan kedua negara yang lebih luas, dan opportunity cost apa yang akan kita tanggung jika sekiranya langkah impor LNG dari AS itu dilakukan atau tidak dilakukan. Menjadi tugas pemerintah untuk menjawab semua itu. Pemerintah perlu mengkaji secara komprehensif biaya-manfaat atas pilihan itu dalam kerangka perdagangan internasional yang lebih luas, yang mungkin bahkan juga menjangkau dimensi diplomatik dan geopolitik. Jadi, tidak cukup hanya dengan menghitung dan membandingkan harga-biaya LNG impor versus LNG domestik (tidak impor) saja.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments