Pemerintah Perlu Renegosiasi Harga LNG Tangguh

Media Indonesia, 11 April 2010

JAKARTA–MI : Pengamat migas, Pri Agung Rakhmanto meminta pemerintah merundingkan kembali masalah harga gas alam cair (liquified natural gas/LNG) Tangguh, saat kunjungan Perdana Menteri China Wen Jiabao yang dijadwalkan akhir April 2010.

“Renegosiasi harga bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan. Pemerintah bisa memanfaatkan kunjungan PM China buat mengkaji lagi harga LNG Tangguh yang memang murah,” katanya di Jakarta, Minggu (11/4). Menurut Direktur ReforMiner Institute itu, pemerintah mesti memanfaatkan secara sungguh-sungguh kedatangan PM China untuk melakukan pembicaraan kembali mengenai harga Tangguh. China, lanjutnya, sedang gencar-gencarnya mencari pasokan energi untuk menggerakkan perekonomian negara itu, yang beberapa tahun terakhir tumbuh cepat.

“China sedang haus energi. Hal ini mesti jadi alat untuk menawarkan perubahan harga Tangguh,” katanya. Selain Tangguh, Pri menambahkan, pemerintah bisa memanfaatkan kunjungan Wen untuk mendapatkan komitmen investasi eksplorasi migas khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. Potensi migas khususnya gas di wilayah Indonesia bagian timur diketahui cukup besar dan pemerintah tengah berupaya mencari investor yang mau menggarap cadangan tersebut. Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, A Prasetyantoko mengatakan, kedatangan PM China bisa dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan investasi di sektor infrastruktur seperti pembangkit listrik. Selama ini, menurut dia, China sudah cukup banyak menanamkan modal di bidang pembangkit listrik khususnya proyek 10.000 MW tahap pertama. “Pemerintah harus lebih menarik lagi investasi di pembangkit listrik saat PM China datang,” ujarnya.(Ant/OL-02)

Infrastruktur Gas Belum Jadi Prioritas

Kompas, 10 April 2010

JakartaA�- Pembangunan infrastruktur gas di Indonesia dinilai belum jadi prioritas pemerintah. Hal ini mengakibatkan terjadi kekurangan pasokan gas untuk domestik. Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto, Jumat (9/4) di Jakarta, infrastruktur seperti halnya penampung gas, pipa transmisi, dan distribusi sesungguhnya tanggung jawab pemerintah.

Ini sama dengan kewajiban awal pemerintah menyediakan jaringan listrik atau fasilitas distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang kini masing-masing dikelola PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina, kata dia menegaskan.

Pri Agung menjelaskan, krisis gas sekarang ini terjadi karena pengembangan infrastrukturnya tidak dijadikan prioritas sehingga tidak ada cetak birunya yang konkret. Kalau ini tidak dibenahi, tidak saja gas kita akan selalu diekspor, tetapi menerima gas dari impor pun kita juga tidak akan bisa, ujarnya.

Butuh biaya besar

Secara terpisah, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono menyatakan, sebenarnya total produksi gas di Indonesia bisa memenuhi kebutuhan domestik saat ini. Masalahnya, infrastruktur gas sangat minim. Untuk membangun infrastruktur, tentu butuh biaya investasi yang besar dan waktu lama, ujar Priyono. Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo menjelaskan, infrastruktur gas yang paling penting sekarang adalah terminal penampung gas alam cair. Pemerintah telah menargetkan pembangunan penampung gas untuk Sumatera dan Jawa Barat rampung pada September 2011. (EVY)

t(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}

Kenaikan TDL Bisa Dihindari Jika Pasokan Gas ke PLTGU Aman
Detik.com, 7 April 2010
Jakarta – Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dapat dihindari jika pemerintah mau memenuhi kebutuhan gas untuk seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU). Pemerintah tak bisa memutuskan kenaikan TDL tanpa membenahi sistem kelistrikan di tanah air. Kalau pemerintah serius membenahi kelistrikan nasional, penuhi dulu gas untuk PLTGU-PLTGU yang ada. Baru setelah itu bicara lagi tentang TDL, perlu naik atau tidak, kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Rabu (7/4/2010).
Menurut Pri Agung, jika seluruh kebutuhan gas PLTGU dapat dipenuhi maka dipastikan subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2010 bisa dihemat hingga 50 persen.
Pada kesempatan yang sama, Pri Agung juga mengkritisi soal rencana kenaikan TDL sebesar 10 persen untuk pelanggan listrik 450-900 volt ampere (VA) yang menggunakan listrik di atas 30 kwh per bulan. Menurut dia, rencana tersebut tidak masuk akal. Jika pemakaian listrik di atas 30 kwh dianggap boros, menurut Pri Agung hal itu sama saja dengan memaksa orang hidup dalam keterbatasan. Dengan menggunakan listrik 70-100 kwh per bulan untuk kelas 450-900 VA saja, sebenarnya itu masih masuk dalam kategori konsumsi listrik yang wajar. Satu televisi 14 inch itu dayanya 60 watt jika nyala 8 jam sehari, dalam sebulan sudah 14.4 kwh.
Plus lampu-lampu, setrika itu saja sudah di atas 30 Kwh per bulan. Apa lalu jika orang juga pakai kipas angin, dan radio dianggap boros Ini sama dengan memundurkan peradaban, kata dia. Seperti diketahui, pemerintah berencana untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 10 persen untuk pelanggan golongan 450 -900 volt ampere (VA). Kenaikan tersebut baru berlaku jika pelanggan tersebut menggunakan listrik di atas 30 kwh per bulan. Namun jika pelanggan pada golongan itu menggunakan listrik di bawah 30 kwh per bulan maka dipastikan tidak akan mengalami kenaikan, ungkap Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian ESDM, J Purwono.

Kebijakan Hulu dan Hilir Gas Nasional Harus Terintegrasi
Media Indonesia, 5 April 2010 JAKARTAA�
Kegiatan industri hulu dan hilir gas nasional tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Keduanya harus terintegrasi sehingga pasokan gas di dalam negri menjadi teratur dan tidak ada pihak yang mencari keuntungan sendiri-sendiri. Ini kan sebenarnya karena hulu dan hilir terpisah, berjalan sendiri-sendiri. PGN (Perusahaan Gas Negara) cari untung, hulu juga cari untung, kata Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, di Jakarta, Senin (5/4). Baca selengkapnya