Butuh Konsensus Naikkan Harga BBM

Kompas, 17 April 2014

Pemerintah baru mendatang perlu mempertimbangkan langkah-langkah pengurangan beban subsidi yang kian besar, terutama subsidi bahan bakar minyak. Untuk penyelesaian subsidi BBM secara tuntas, butuh konsensus politik. Tanpa itu, usaha menyelesaikan persoalan yang menguras anggaran pembangunan tersebut hanya akan lebih banyak menjadi kegaduhan politik dari pada solusi konkret.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, di Jakarta, Rabu (16/4), menyatakan, semua elemen bangsa mengetahui persoalan anggaran, subsidi BBM yang amat besar. Namun, selama ini tidak pernah ada solusi gradual untuk menyelesaikan hal tersebut secara tuntas.

Selama lima tahun terakhir, subsidi energi terus membengkak di bandingkan dengan pagu anggaran. Kisaranya mencapai 20-25 persen dari total belanja pemerintah pusat. Dan, yang terbesar adalah subsidi BBM.

Pada anggaran subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014, misalnya, anggaranya adalah Rp 282 triliun atau 22,56 persen dari total belanja pemerintah pusat. Subsidi BBM mencapai Rp 210 triliun dan subsidi listrik Rp 71,4 triliun.

sebaiknya ada konsensus politik antara pemerintah dan DPR yang diaktualisasikan dalam APBN untuk mengurangi subsidi BBM secara bertahap. Motodologi bisa disikluskan, tetapi yang paling penting konsensus politik harus termanifestasikan dalam anggaran dan semua harus menyepakatinya. Publik pun harus tahu, kata Pri Agung.

Pengurangan subsidi BBM, menurut dia, kecil kemungkinan akan dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meski sebenarnya kesempatanya ada. Oleh karena itu, ia berharap presiden terpilih periode 2014-2019 berani dan mau mengambil tanggung jawab tersebut.

Pri Agung mengingatkan, subsidi BBM tahun ini besar kemungkinan membengkak, sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini pembengkakan akan di sebabkan oleh volume konsumsi yang bakal di atas kuota dan realisasi produksi minyak siap jual yang meleset di bawah target.

Dalam lima tahun kedepan, persoalan ini harus selesai. Artinya, tidak ada lagi BBM bersubsidi. Namun, hal ini harus diikuti dengan program-program pemerintah yang langsung menstimulus pembangunan, kata Pri Agung.

Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unifersitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika sepakat bahwa besarnya anggaran subsidi adalah suatu persoalan mendasar dalam APBN. Namun, pemerintah sendiri tidak pernah mengerjakan agenda penyelesaian atas persoalan energi secara komprehensif.

Hal yang di lakukan pemerintah selama ini, kata Erani, sebatas menaikkan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, itu adalah cara paling gampang. Sementara agenda konversi energi tak pernah serius dijalankan. Contohnya adalah konversi BBM ke gas.

Pemerintah, menurut Erani, juga tak berusaha maksimal menambah ruang fiskal dengan menggenjot pajak. Terbukti potensi pajak tak tergali masih besar.

Pemerintah boleh terus mengerek agar subsidi BBM dikurangi. Dan, kita mungkin bisa terima itu, Namun, kita juga tidak boleh membiarkan pemerintah membuang terusmenerus kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih besar, kata Erani.

Sebagaimana versi Direktorat Jendral Pajak, Erani melanjutkan, terdapat potensi pajak tak tergali yang diperkirakan mencapai Rp 300 triliun per tahun. Adapun potensi pajak belum tergali dari eksploitasi sumber daya alam bisa Rp 200 triliun per tahun.

Naikkan harga BBM

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki momentum untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Yang terpenting adalah kenaikannya tidak memberatkan masyarakat.

Saya rekomendasikan kenaikan Rp 1.000 atau maksimal Rp 1.500 per liter. Meski tidak besar, yang penting kenaikan tersebut menunjukkan kesan bahwa pemerintah memiliki visi yang jelas terhadap kebijakan fiskal, kata Tony.

Besarnya subsidi energi yang mendekati Rp 300 triliun, menurut Tony, sudah tidak masuk akal dibandingkan dengan belanja infrastruktur. APBN menjadi tidak sehat dan tidak punya visi.

Mengenai dampak inflasi yang timbul karena kenaikan harga BBM, ekonom Standart Chartered Bank Indonesia, Eric Sugandi, Mengemukakan, dibandingkan dengan negara-negara lain, inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlalu buruk.

Inflasi di Indonesia lebih disebabkan oleh beberapa hal. Geopolitical risks dan kestabilan politik dalam negeri juga mempengaruhi. Terbukti awal tahun ini membaik, katanya.

Tahun lalu, inflasi Indonesia buruk, yakni 8,4 persen. Target inflasi pada tahun 2014 dalam APBN adalah 5,5 persen.

 

Jangan Buru-Buru Disetujui
Pri Agung Rakhmanto ;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Kontan, Senin 07 April 2014

Setelah Revisi UU Migas
Pri Agung Rakhmanto ;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
KOMPAS, Senin 08 Maret 2014

Indonesia Krisis Sektor Migas
Komaidi Notonegoro
Wakil Direktur ReforMiner Institute
Bisnis Indonesia, Kamis 06 Maret 2014

Skema Investasi Kilang Penting


KOMPAS, 
3 Maret 2014

JAKARTA, Pemerintah dinilai tidak konsisten terkait dengan rencana pembangunan kilang minyak di negeri ini. Tidak konsisten itu yang membuat rencana pembangunan yang telah lama diwacanakan itu belum jelas implementasinya, terutama dalam masalah skema pendanaan. “Perkembangan mengindikasikan, kita seperti kembali ke titik awai lagi dalam masalah pembangunan kilang. Kita harus mulai mencari, mengundang, dan mendekati calon investor lagi yang belum tentu akan berminat. Jika pun berminat, pembicaraan mengenai insentif akan lama mencapai kesepakatan, kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi Priagung Rakhmanto, Minggu (2/3), di Jakarta. Keputusan pemerintah membatalkan pembangunan kilang dengan dana APBN juga telah diprediksi mengingat pemerintah hanya mengalokasikan dana studi kelayakan dalam APBN. Pemerintah seharusnya menempatkan pembangunan kilang sebagai prioritas kebijakan energi nasional. Fakta menunjukkan, impor BBM makin naik akibat tak memadainya kapasitas kilang telah menyebabkan defisit neraca perdagangan nasional dan pelemahan rupiah, ujarnya.

Jangan bergantung asing

Secara terpisah, pengamat energi Kurtubi menyatakan, rencana mengundang investor asing untuk membangun kilang bertentangan dengan konstitusi karena bahan bakar minyak merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang. Karena itu, yang wajib membangun kilang adalah negara melalui Pertamina. Pemerintah jangan memaksakan diri menyerahkan pembangunan kilang kepada investor asing, ujarnya. Sumber masalah mengapa dalam belasan tahun terakhir ini kita tidak ada tambahan kapasitas kilang, lebih karena sistem tata kelola migas yang salah didasarkan pada Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas Nomor 22 Tahun 2001 kata dia. Sebelumnya, berdasarkan UU No 8/1971, Pertamina diwajibkan memenuhi kebutuhan BBM nasional sehingga wajib membangun kilang BBM.

Sejak UU Migas No 22/2001, status Pertamina diubah menjadi perseroan terbatas yang sama dan sejajar dengan perusahaan asing. Jadi, Pertamina tidak lagi diwajibkan memenuhi kebutuhan BBM nasional. Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan BBM diambil alih pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Migas. Ini jelas terlihat bahwa konsep pemenuhan kebutuhan BBM akan 100 persen diserahkan kepada pasar. Sebab, mustahil pemerintah ataupun BPH Migas bisa membangun kilang BBM. Pasti pembangunan kilang BBM akan diserahkan kepada asing karena nilai investasi yang sangat besar, selain karena Pertamina pasca-UU Migas tidak lagi berkewajiban memenuhi kebutuhan BBM rakyat, kata Kurtubi. Pertamina diarahkan hanya sebagai salah satu operator yang ditunjuk pemerintah. Dengan mudah, pemerintah mengarahkan Pertamina untuk tidak bersedia membangun kilang BBM meski secara finansial mampu, dengan alasan margin yang kecil. Padahal, meski margin kecil dibandingkan usaha hulu, kilang BBM mustahil rugi dan kedaulatan BBM sepenuhnya di tangan negara,” ujarnya.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyatakan, pemerintah masih membahas desain dasar investasi kilang, termasuk bagaimana investor menyampaikan proposal pembangunan kilang. Melalui skema kemitraan pemerintah dan swasta, pemerintah menyediakan lahan dan infrastruktur pendukung serta pendanaan pembangunan kilang akan bersumber dari investor. Pemerintah sebelumnya membatalkan pembangunan kilang dengan dana dari APBN dengan alasan harus tahun jamak. Nantinya, alokasi dana untuk studi kelayakan dalam APBN akan digunakan untuk penyusunan desain dasar kilang. Dalam Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian pekan lalu disepakati, harus ada kepastian proposal pembangunan kilang yang disetujui pemerintah sebelum masa kabinet pemerintahan sekarang berakhir. (EVY)

 

Esensi Pendirian Perusahaan Migas Negara: Redefinisi Peran dan Posisi Pertamina

Buku Esensi Pendirian Perusahaan Migas Negara: Redefinisi Peran dan Posisi Pertamina membahas peran dan posisi perusahaan migas di beberapa negara. Beberapa hal utama yang diulas dalam buku ini diantaranya: keterkaitan migas dengan ketahanan energi, struktur industri migas dunia; sejarah dan perkembangannya, tinajuan atas peran dan posisi perusahaan migas negara dan keberpihakan pemerintah dalam pengelolaan migas di Indonesia, dan menatap masa depan pengelolaan migas Indonesia.

Penulis : Tim ReforMIner Institute, Penerbit : ReforMiner Institute, Jakarta a�� Desember 2011

Harga, Rp. 80.000,- belum termasuk biaya pengiriman

Kuncinya Ada Pada Pemerintah
Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
KONTAN; Senin 13 Januari 2014

Penetapan Harga Tidak Jelas; Koordinasi soal Kenaikan Harga Elpiji 12 Kilogram Buruk

KOMPAS, 8 Januari 2014

JAKARTA a�� Polemik harga elpiji non- bersubsidi 12 kilogram sepekan terakhir ini menunjukkan koordinasi di dalam pemerintahan tidak berjalan dengan baik. Hal ini sebagai dampak ketidakjelasan aturan main mengenai siapa yang berwenang menetapkan

Celah Hukum Bisa Hadang Hilirisasi
Pri Agung Rakhmanto ;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
KOMPAS, Rabu 08 Januari 2014

Blok Migas Kurang Diminati

KOMPAS,A�27 Februari 2014A�

JAKARTA, KOMPAS a�� Penawaran wilayah kerja minyak dan gas bumi kurang diminati investor. Hal ini menunjukkan iklim investasi di Tanah Air tidak kondusif di tengah ketidakpastian hukum dalam pengusahaan hulu migas. Padahal, eksplorasi menentukan masa depan