Harga Listrik Panas Bumi Dinilai Cukup Bersaing

(Berita Satu: Kamis 28 Januari 2016)

Jakarta-Reforminer Institute menilai harga listrik panas bumi saat ini masih cukup bersaing dengan bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Sehingga, polemik harga listrik pembangkit listrik tenaga panas (PLTP) Kamojang seharusnya tidak perlu terjadi.

Setitik Catatan Pengembangan Panas Bumi Nasional
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
Metrotv New.com: 28 Januari 2016 11:34 WIB

Pemerintahan Jokowi-JK menyatakan akan serius melakukan pengembangan energi baru dan terbarukan, terutama pengembangan energi panas bumi. Mengacu pada informasi potensi panas bumi Indonesia dari Kementerian Teknis, Presiden Jokowi bahkan menggagas pembentukan BUMN Khusus panas bumi.

Wacana pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) oleh Kementerian ESDM (Sudirman Said) seolah makin menguatkan kesimpulan bahwa pemerintah memang benar-benar serius mengembangkan energi baru-terbarukan, khususnya panas bumi. Apalagi pemerintah secara tegas menyampaikan bahwa DKE akan diperuntukkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan.

Berdasarkan kajian, niatan pemerintah tersebut relatif belum banyak tercermin dalam kebijakan yang telah direalisasikan maupun kebijakan yang sedang dan akan dilaksanakan. Catatan ReforMiner terhadap pengembangan panas bumi nasional adalah sebagai berikut:

  1. Pengembangan panas bumi nasional masih relatif stagnan. Data yang ada menunjukkan kapasitas terpasang panas bumi saat ini sekitar 1.343 megawatt (mw), hanya sedikit mengalami peningkatan dari status 2009 yang saat itu telah mencapai 1.189 mw. Dari kapasitas terpasang tersebut, PLTP yang produktif dilaporkan hanya sekitar 573 mw.
  2. Kapasitas terpasang panas bumi nasional saat ini tercatat baru sekitar 4,65 persen dari total potensi yang dimiliki Indonesia yaitu sekitar 28.910 mw.
  3. Masalah utama sebagai penyebab pengembangan panas bumi berjalan lambat adalah kebijakan harga jual listrik panas bumi yang seringkali tidak terdapat titik temu antara pengembang dan pembeli (PLN).
  4. Review ReforMiner menemukan bahwa untuk mengatasi permasalahan pada poin (3) tersebut pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi yang di antaranya:
  • Permen ESDM No.14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
  • Permen ESDM No.32/2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
  • Permen ESDM No.2/2011 tentang Penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
  • Permen ESDM No.22/2012 tentang Penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
  • Permen ESDM No.17/2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT PLN (Persero).

5.Perkembangan harga patokan listrik panas bumi berdasarkan sejumlah regulasi sebagaimana disampaikan  pada poin 4 adalah sebagai berikut.

  • Permen ESDM No.14/2008: harga ditetapkan 85 persen dari BPP di sisi tegangan tinggi atau 85 persen BPP di sisi tegangan menengah dari sistem kelistrikan setempat untuk kapasitas unit di atas 10-55 mw dan 80 persen BPP di sisi tegangan tinggi sistem kelistrikan setempat untuk kapasitas unit di atas 55 mw.
  • Permen ESDM No.32/2009: harga patokan tertinggi ditetapkan sebesar 9,70 sen USD/kWh. Harga diberlakukan untuk pembelian tenaga listrik di sisi tegangan tinggi.
  • Permen ESDM No.2/2011: harga patokan tertinggi ditetapkan sebesar 9,70 sen USD/kWh. Harga diberlakukan untuk pembelian tenaga listrik di sisi tegangan tinggi.
  • Permen ESDM No.22/2012: harga ditetapkan sebagai berikut:
  • Permen ESDM No.17/2014: harga ditetapkan sebagai berikut:Pembagian wilayah:Wilayah I: Sumatera, Jawa, dan Bali
  • Wilayah II: Sulawesi, NTB, NTT, Halmahera, Maluku, Papua, dan Kalimantan.Wilayah III: wilayah yang berada pada wilayah I atau wilayah II tetapi sistem transmisinya terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik BBM.
  1. Dari informasi yang dihimpun, untuk 2015 harga penyediaan listrik panas bumi cukup kompetitif dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan dari energi fosil. Biaya bahan bakar penyediaan listrik untuk masing-masing jenis energi pada 2015 adalah sekitar: 1. BBM: Rp1.912/kWh; 2. Gas Alam: Rp920/kWh; 3. batu bara: Rp367/kWh; dan 4. Panas Bumi: Rp696/kWh.
  2. Komposisi produksi listrik nasional berdasarkan kelompok bahan bakar untuk 2015 adalah: 1. BBM: 11  persen; 2. Gas Alam: 27 persen; 3. Batu bara: 49 persen; 4. PLTA: tujuh persen; dan 5. Panas Bumi (PLTP): lima persen. Informasi yang ada menyebutkan produksi listrik 2015 ditargetkan sekitar 239.504,98 GWh. Dengan demikian komposisi produksi listrik 2015 berdasarkan bahan bakar adalah: 1. BBM: 26.345,55 GWh; 2. Gas Alam: 64.666,34 GWh; 3. Batu bara: 117.357,44 GWh; 4. PLTA: 16.765,35 GWh; dan 5. PLTP: 11.975,25 GWh.
  3. Berdasarkan informasi pada poin (6) dan (7) tersebut, jika produksi listrik yang dihasilkan dari BBM dikonversi ke listrik panas bumi, penghematan biaya bahan bakar yang diperoleh sekitar Rp32,03 triliun. Sedangkan jika listrik yang diproduksikan dari gas dikonversi ke listrik panas bumi akan menghemat biaya bahan bakar sekitar Rp14,48 triliun. Dalam hal ini jika produksi listrik dari BBM dan gas secara keseluruhan dapat dikonversi ke listrik panas bumi, penghematan biaya bahan bakar yang diperoleh adalah sekitar Rp46,52 triliun.
  4. Berdasarkan catatan poin (5) dan (6) serta nilai tukar rupiah saat ini, realisasi harga beli listrik panas bumi tersebut baru sekitar 42,43 persen dari harga patokan tertinggi wilayah I; 29,45 persen harga patokan tertinggi wilayah II; dan 19,71 persen dari harga patokan tertinggi wilayah III sebagaimana ketentuan Permen ESDM No.17/2014.
  5. Berdasarkan catatan poin (8) dan (9) tersebut, ReforMiner menilai polemik pembelian uap dan atau tenaga listrik dari PLTP Kamojang semestinya tidak perlu terjadi. Baik dari perspektif lingkungan maupun biaya pokok penyediaan, ReforMiner menilai listrik panas bumi memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar dibandingkan listrik dari energi fosil, khususnya listrik yang diproduksikan dari BBM. Karena itu jika permasalahan PLTP Kamojang tidak bisa diselesaikan secara B to B, pemerintah harus segera melakukan intervensi.

 

Pemerintah Harus Segera Putuskan Proyek Masela

(Investor Daily: Selasa 26 Januari 2016)

JAKARTA– Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera memberikan kepastian soal kelanjutan pengembangan lapangan gas Abadi di Blok Masela, Laut Arafura, Provinsi Maluku. Proyek Masela ini harus secepatnya direalisasikan agar masyarakat Maluku segera menikmati manfaatnya.

Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat akan memutuskan, apakah pemanfaatan gas di Blok Masela dengan skema kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di darat (onshore) atau terapung di laut (offshore). Menurut Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Mercy Chriesty Barends, rencana pengembangan Blok Masela ini sudah dimulai sejak 2009, namun kenyataannya semakin berlarut-larut. Hal ini justru menimbulkan gejolak di masyarakat Maluku sendiri.

“Karenanya, kami meminta pemerintah segera memberikan kepastian soal pengembangan Blok Masela. Kita butuh penyelesaian yang baik dari Kementerian ESDM, harus ada kepastian,” ujar Mercy dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Sudirman Said, di Jakarta, Senin (25/1).

Menurut dia, pengembangan daerah Maluku juga bakal mempertimbangkan adanya Proyek Masela ini. Pimpinan daerah di lima kabupaten di Maluku yang menjadi lokasi proyek menunggu kepastian investasi Blok Masela ini guna menyusun blue print investasi daerah. Karena itu, pengembangan Blok Masela ini penting bagi masyarakat Maluku.

“Kemudian soal hilirisasi (pembangunan kilang), tolong juga libatkan Maluku. Jangan sampai Maluku jadi penonton saja,” tegas Mercy.

Mercy memahami penentuan soal skema pembangunan kilang LNG apakah di darat atau di laut (terapung) memang tidak mudah. Namun, pembahasan soal penentuan skema pembangunan kilang ini harus dibuka sejelas-jelasnya, termasuk hasil dari studi konsultan independen yang ditunjuk Kementerian ESDM.

Senada, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak terus-terusan menunda memberi keputusan soal Proyek Masela ini. Pasalnya, lamanya penundaan proyek akan berpengaruh pada biaya pengerjaannya.

“Kilang offshore kan biasanya 6-7 tahun dikerjakan., tetapi Masela kan sampai 20 tahun. Jadi biaya jadi Jebih mahal,” ujar dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, pemerintah harus segera memutuskan kelanjutan pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela. Sebab, penundaan akan merugikan berbagai pihak baik kontraktor maupun negara.

Jika berlarut-larut, lanjut dia, kontraktor dipastikan bakal merugi karena kontrak sewa peralatan mereka akan lebih panjang, atau bahkan mereka akan terkena penalti. Demikian pula, negara akan merugi jika proyek pengembangan tidak segera dilakukan.

“Kalau proyek digarap sekarang, kan 2016-2017 negara sudah bisa ‘ memperoleh penerimaan dari Blok Masela, tapi kalau tidak dimulai-mulai, ya penerimaan negara yang semestinya sudah bisa diperoleh juga tertunda,” ujar dia.

Mengenai skema pembangunan kilang LNG apakah di darat atau di !aut, kata Komaidi, hal itu tergantung tujuan pemerintah. Pemerintah bisa memilih di darat jika tujuannya untuk  mengembangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.

“Jika tujuannya untuk mengembangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat disana,pengembangan di darat lebih tepat. Karena dengan dibangun di darat itu akan menciptakan nilai ekonomi dan memberikan multiplier effect yang besar. Ekonomi masyarakat dan industri di sekelilingnya bisa tumbuh,” papar dia.

Namun demikian, lanjut dia, pengembangan kilang di laut juga memiliki kelebihan, yakni gas alam akan lebih mudah disalurkan ke wilayah lain, seperti Jawa dan Sumatera. Sebab, tidak mungkin wilayah Maluku dan sekitarnya mampu menyerap gas alam dari Blok Masela sehingga pengiriman gas ke wilayah lain, seperti Jawa dan Sumatera, perlu dilakukan.

“Dengan dibangun di laut atau floating itu akan lebih mudah untuk penyaluran gas, karena tidak perlu membangun pipa-pipa ke Jawa atau Sumatera,” ujar dia.

Memberi Manfaat

Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, pihaknya berupaya sebaik mungkin agar Proyek Masela ini bisa berjalan dan memberi manfaat sebesarnya bagi Indonesia, utamanya daerah sekitar proyek. Apalagi dengan harga minyak sangat rendah seperti saat ini, pihaknya sangat berkepentingan proyek ini bisa segera jalan sebelum investornya (Inpex dan Shell) mengalihkan investasinya ke negara lain.

“Terus terang kalau ditunda, dengan harga minyak rendah, bisa jadi investor pilih investasi di tempat lain. Tetapi kami sudah meminta Inpex dan Shell untuk bersabar sebentar menunggu keputusan ini,” kata Sudirman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, kemarin.

Saat ini, Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sedang berdialog dengan stakeholder terkait di Saumlaki, Maluku. Dari dialog ini, menteri ESDM berharap memperoleh masukan – masukan dari masyarakat setempat, sehingga masukan yang diperoleh tepat sasaran karena dari pihak yang terlibat langsung.

“Setelah dapat masukan dari daerah, nanti presiden panggil investor, lalu dalam waktu dekat bisa diputuskan. Kami juga minta support Komisi VII supaya bisa dengan nyaman mengembangkan apa yang ada di sana,” jelas dia.

Terkait pengembangan daerah, Ianjut Sudirman, telah ditekankan dalam sidang kabinet pada akhir Desember 2015. Pemerintah sepakat Proyek Masela harus bisa bermanfaat bagi wilayah timur. Namun, pihaknya berpendapat bahwa pengembangan daerah harus sesuai dengan potensi yang ada, bukan mengandalkan migas yang akan habis pada masa mendatang.

Sudirman menyatakan pihaknya tidak ingin mengulang pengembangan Lhokseumawe yang terlalu bergantung pada proyek migas.

“Jadi, migas yang tidak sustain diambil, kemudian dipakai untukmengembangkan potensi yang ada didaerah itu,” papar dia.

Saat ini tersedia dua opsi pengembangan Blok Masela, yakni membangun kilang gas alam cair (LNG) di darat atau kilang LNG terapung. Semula pemerintah akan memutuskan pengembangan Blok Masela ini pada Oktober 2015. Namun lantaran timbul polemik mengenai pengembangan blok terse but maka diputuskan untuk mendapatkan masukan dari konsultan independen, Poten & Partners.

Pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp 3,8 miliar untuk membiayai konsultan dalam mengkaji Proyek Masela. Konsultan ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan mana yang lebih baik dari dua opsi pengembangan, apakah menggunakan kilang LNG terapung atau kilang LNG di darat.

Tim counterpart pun sudah dibentuk yang akan mendampingi sekaligus mengawasi Poten & Partners dalam bekerja. Tim counterpart akan mem. bantu konsultan jika membutuhkan data atau mewawancarai orang tertentu. Hasil kajian sudah rampung dan menghasilkan rekomendasi pengembangan Blok Masela yakni kilang LNG terapung.

Berdasarkan kajian SKK Migas bersama Inpex sebagai operator Masela, dengan kapasitas tahunan kilang sebesar 7,5 metrik ton per tahun (mtpa), biaya untuk membangun kilang di darat sebesar US$ 19,3 miliar dan di laut US$14,8 miliar. Sementara, biaya operasional per tahun untuk kilang di darat diperkirakan sebesar US$ 356 juta dan di laut US$ 304 juta.

Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli yakin, pemanfaatan lapangan gas Blok Masela akan memperhatikan kepentingan daerah sekitar ladang gas khususnya, dan kawasan Indonesia Timur umumnya. Terkait masalah ini, Presiden Jokowi memberi arahan agar pemanfaatan gas bumi tidak hanya dijadikan sumher pemasukan dalam bentuk devisa. Gas juga harus dilihat sebagai sarana penggerak ekonomi, baik secara nasional maupun, terutama di daerah sekitar lokasi ladang gas.

“Saya yakin pemanfaatan ladang gas abadi Masela akan memperhatikan dampaknya pada pembangunan ekonomi kawasan Indonesia Timur, khususnya Maluku dan sekitarnya. Ia juga harus mampu memberi multiplier effect seluas luasnya, baik dalam hal penyerapan tenaga kerja, penyerapan tingkat kandungan lokal, transfer teknologi, maupun pembangunan industri petrokimia dan lainnya,” kata Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dalam keterangan tertulis, Senin (25/1).

Menurut dia, perbincangan seputar Blok Masela memang nyaris tidak bisa. lepas dari hitung-hitungan biaya teknis pembangunan kilangnya. Terlebih lagi ada usaha-usaha sementara pihak yang menggiring opini, seolah-olah biaya kilang terapung (floating) lebih murah dari pada kilang darat.

“Pihak-pihak itu, dengan segala sumber daya yang dimiliki, menyatakan bahwa biaya pembangunan kilang apung ‘hanya’ US$14,8 miliar. Sementara itu, biaya untuk pembangunan kilang darat mencapai US$ 19,3 miliar,” Ianjut dia.

Namun, Rizal mempertanyakan apakah angka-angka ini valid? Faktanya, kata dia, teknologi kilang apung hingga kini belum proven. Di dunia baru satu proyek pembangunannya, yaitu kilang apung Prelude, Australia, itu pun dengan kapasitas hanya 3,6 juta ton/tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil daripada Masela yang mencapai 7,5 juta ton/tahun.

“Mereka berusaha menimbulkan kesan biaya pembangunan kilang apung lebih murah dari yang sebenarnya. Sebaliknya, pembuatan kilang darat dibuat seolah-olah Iebih mahal. Caranya, pada hitung-hitungan biaya FLNG Plant, mereka mengkonversi ke dalam dolar Australia, yaitu sebesar US$ 2,65 miliar/mtpa. Sedangkan untuk onshore, mereka menggunakan denominasi dolar Amerika yang sebesar US$ 3,5 miliar/mtpa. Dengan cara ini, maka wajar jika biaya kilang darat seolah-olah menjadi lebih mahal daripada kilang apung,” jelas Rizal.

Padahal, menurut dia, dengan menggunakan asumsi biaya riil pembangunan kilang FLNG Prelude yang US$ 3,5 miliar/mtpa, maka perkiraan pembangunan floating LNG Masela mencapai US$ 22 miliar. Sebaliknya, berbekal asumsi biaya riil sejumlah kilang LNG darat yang ada (Arun, Bontang, Tangguh, dan Donggi), perkiraan biaya LNG darat Masela di Pulau Selaru (sekitar 90 km dari Blok Masela) hanya US$ 16 miliar. Jumlah ini sudah termasuk biaya pembangunan jalur pipa ke darat.

Bicara soal biaya, lanjut dia, satu hal yang harus disadari, bahwa pada akhirnya semua biaya tersebut akan cost recovery. Pada titik ini menjadi jelas, bahwa sejatinya semuanya tergantung pada negara, apakah ingin membangun kilang darat atau kilang apung.

” Jadi, jelas bahwa selama ini ada manipulasi atau pelintitan data, sehingga seolah-olah biaya kilang apung lebih murah dibandingkan biaya kilang darat. Manipulasi itu bersumber dari data-data yang dipasok Shell yang merupakan calon operator sekaligus vendor pembangunan kilang, jika jadi di laut,” ujar Rizal Ramli.

Padahal, kata dia, Presiden jelas jelas mengarahkan agar pemanfaatan blok gas Masela juga memperhatikan pembangunan kawasan, khususnya Maluku dan Indonesia Timur pada umumnya.

“Pemerintah sebagai pemegang amanah kekuasaan yang diberikan rakyat, tentu juga memperhatikan aspirasi rakyatnya. Pada konteks Masela, masyarakat dan tokoh-tokoh Maluku menghendaki pembangunan kilang dilakukan di darat. Pertimbangannya, mereka juga menginginkan manfaat sosial dan ekonomi dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada di sekitarnya,” tambah dia.

Kilang Darat Lebih Murah

Tenaga Ahli Bidang Energi di Kemenko Maritim dan Sumber Daya Haposan Napitupulu menambahkan, ada enam alasan yang menyebabkan skenario kilang LNG darat lebih menguntungkan.

Pertama, biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah daripada LNG Laut.

Mengacu kepada biaya LNG Laut di Prelude-Australia, kata dia, perkiraan biaya pembangunan skenario kilang LNG laut sekitar US$ 23-26 miliar. Sedangkan perkiraan biaya kilang LNG darat, mengacu kepada biaya pembangunan 16 kilang LNG darat yang telah terbangun di Indonesia dan 1 kilang LNG yang masih dalam tahap perencanaan kilang LNG Tangguh Train 3 diperkirakan mencapai US$ 16 miliar (termasuk biaya pembangunan jalur pipa laut US$ 1,2 miliar dan biaya pembangunan FPSO sekitar US$ 2 miliar).

“Sehingga, secara keekonomian skenario LNG Laut lebih mahal, yang akan berakibat tingginya cost recovery atau semakin berkurangnya pendapatan bagian,” kata Haposan dalam keterangan tertulis, kemarin.

Kedua, produksi gas yang dialirkan ke darat dapat diproses sebagai LNG dan sekaligus bahan baku untuk industri petrokimia (yang tidak akan terjadi jika dipilih LNG Laut).

pulau di sekitar Maluku dan NTT untuk pemenuhan kebutuhan energi dengan menggunakan small carrier yang tidak dapat dilakukan jika kilang LNG dibangun di laut.

Keempat, harga jual produksi gas lapangan Abadi tidak seluruhnya terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak dunia, sebab gas yang dipakai untuk industri petrokimia dijual dengan harga tetap dengan eskalasi tahunan.

Kelima, ketika harga crude mencapai kurang dari US$ 30 per barel seperti saat ini, skenario kilang LNG laut akan menyebabkan hampir seluruh pendapatan negara tersedot untuk membayar cost recovery. Sedangkan dengan skenario kilang LNG darat, yang sebagian gas untuk petrokimia yang harga jual gasnya tidak diikat dengan harga crude, akan tetap memberikan pendapatan yang stabil.

“Keenam, skenario LNG Darat dikombinasikan dengan industri petrokimia, akan memberikan nilai tambah dan penyediaan lapangan kerja yang jauh lebih tinggi daripada skenario LNG Laut. Berdasarkan pengalaman di Australia, sebanyak 7.000 lebih tenaga kerja akan sia-sia bila skenario yang dipilih adalah LNG Laut,” jelas dia.

 

Sektor Energi dan Prospeknya
Pri Agung Rakhmanto
Dosen di FTKE Universitas Trisakti
Pendiri Reforminer Institute

(Metrotvnews.com, 25 Desember 2016)

Tahun 2016 sudah hampir habis dalam hitungan hari. Banyak dinamika dan perkembangan yang telah terjadi di sektor energi sepanjang tahun ini.

Dari mulai dinamika politik-ekonomi makro di tingkat global maupun nasional, yang tidak berhubungan secara langsung dengan pengelolaan sektor energi nasional secaraA�day to day,A�maupun dinamika di tingkat mikro sektoral yang memang bersentuhan langsung dengan bagaimana sektor energi nasional dikelola dan dijalankan secara riil.

Awal 2016 dimulai dengan turunnya harga minyak hingga di kisaran USD27 per barel. Merespons dan memanfaatkan harga minyak yang rendah ini, pemerintah menurunkan harga BBM. Penurunan harga BBM sepanjang 2016 dilakukan pada Januari dan April.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM yang pada saat itu di bawah kepemimpinan Sudirman Said, juga mulai menggagas agar Indonesia mulai mengalokasikan sejumlah dana tertentu untuk ketahanan energi (dana ketahanan energi/DKE) yang diwujudkan dalam bentuk penambahan kapasitas stok minyak dalam negeri, baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM.

Sebelumnya, pada Desember 2015, Indonesia mengaktifkan kembali keanggotaan di dalam OPEC, dengan salah satu pertimbangan juga untuk mengamankan dan mendiversifikasi pasokan minyak mentah dan BBM yang bersumber dari impor.

Setelah melalui pembahasan yang cukup intensif, gagasan DKE kemudian benar-benar direalisasikan. Dalam APBN-Perubahan 2016, pemerintah secara langsung mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,6 triliun. Separuh dari anggaran tersebut akan digunakan untuk mengimpor sekitar 1,6 juta barel minyak mentah sebagai persediaan untuk mengantisipasi keadaan darurat. Separuhnya lagi untuk memperkuat cadangan operasional persediaan BBM.

Penurunan harga BBM dan penerapan DKE ini dapat dikatakan merupakan langkah dan kebijakan konkret pemerintah di sektor energi, khususnya di hilir migas, pada awal dan paruh pertama 2016.

Die empfohlene maximale tägliche Dosierung von 100 mg darf nicht überschritten werden und auch Apotheken, Arztpraxen und dazu kommt der Imageschaden oder wird dabei immer beliebter. Die Technologie und medizinische Versorgung wird neuer und das Du Dir ein Rezept ausstellen lässt, viele Männer scheuen sich jedoch davor oder Vardenafil zeigt wie schlecht die gekauften Texte zur Seite passen.

Adanya kepastian

Pada periode yang sama, di hulu migas, pemerintah memutuskan pengelolaan dan pengembangan lapangan gas Blok Masela dilakukan di darat (onshore). Keputusan ini menarik mundur ke belakang proses bisnis yang sebelumnya telah berjalan, yaitu dengan telah direkomendasikannya pengembangan Blok Masela dengan skemaA�offshoreA�oleh SKK Migas kepada Kementerian ESDM.

Keputusan ini, dengan nuansa dan atmosfer terkait politik yang melingkupi di sekitarnya, memberikan sinyal yang multidimensi pada dunia investasi hulu migas nasional. Di satu sisi hal ini memberikan kepastian dan Presiden Joko Widodo memiliki perhatian dan kepedulian terhadap proyek migas skala besar.

Namun di sisi lain hal ini juga memberikan sinyal ketidakpastian bahwa proses dan tata kelola yang telah berjalan di dalam kerangka peraturan yang ada ternyata dapat berubah di tengah jalan dan diulang kembali. Hal ini seakan melengkapi ketidakpastian yang telah sekian lama berlangsung pada industri hulu migas nasional, baik di dalam hal prospek bisnisnya, karena faktor rendahnya harga minyak, maupun ketidakpastian dalam berinvestasi karena tidak kunjung selesainya proses revisi Undang-Undang Migas No 22/2001 yang telah berlangsung lama di DPR.

Di sektor kelistrikan, pemerintah praktis melanjutkan kesibukannya di dalam bagaimana berupaya mengawal dan merealisasikan program pembangunan 35 ribu megawatt (mw) pembangkit, yang memang sudah dicanangkannya sejak 2014.

Persoalan dari mulai payung hukum, penyediaan tata ruang dan pembebasan lahan, jaminan ketersediaan energi primer batu bara dan gas,A�purchase power agreementA�(PPA) danA�financial closingA�adalah serangkaian isu permasalahan ketika pemerintah terus berkutat untuk mengurai dan menyelesaikannya satu per satu.

Dalam pada itu, nuansa ketidakharmonisan antara pemerintah dan PLN acapkali turut mewarnai proses-proses yang terjadi. Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dapat dikatakan cukup mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

Dari postur anggaran Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) memperoleh porsi alokasi anggaran terbesar kedua setelah Ditjen Migas. Namun, besarnya porsi alokasi anggaran ternyata relatif belum tecermin dalam realisasi perkembangan EBT yang diharapkan banyak pihak.

Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yang pemanfaatannya telah dimandatorikan sejumlah regulasi, relatif masih stagnan. Progres cukup signifikan adalah yang terjadi di dalam upaya mendorong peningkatan kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi. Pada Juli 2016, ada tambahan kapasitas 35 mw dengan beroperasinya PLTP Kamojang 5. Hal ini merupakan bagian dari keseluruhan proyek PLTP sebesar 505 Mw yang ditargetkan selesai beroperasi selama periode 2015-2019.

Energi dan politik

Secara umum, kinerja sektor energi pada paruh pertama 2016 dapat dikatakan relatif cukup baik. Meskipun di sana-sini masih terdapat permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas, terlihat jelas ada upaya dan langkah konkret yang dilakukan sehingga secara keseluruhan roda sektor energi bergerak maju. Namun, gerak maju tersebut harus tertahan karena pada Juli-Oktober lalu, energi kita di sektor energi praktis terkuras ‘hanya’ untuk mengurusi hal-hal yang lebih berkaitan dengan politik, yaitu bongkar pasang posisi Menteri ESDM.

Selama periode itu, sektor energi tentu saja tetap berjalan. Namun, hal itu lebih hanya karena inisiatif para pelaku ekonominya saja. Mereka memang tidak mau terlalu bergantung dan berharap kepada kebijakan pemerintah dengan segala dinamika dan ketidakpastian politik yang melingkupinya. Apa yang terjadi selama periode itu, dan pada tiga bulan terakhir di 2016 ini, khususnya progres-progres yang dicapai di sektor energi, dengan demikian, sejatinya tidak sepenuhnya dapat diatributkan ataupun diklaim murni sebagai prestasi dari pemerintah, dan terlebih pada Menteri dan Wakil Menteri ESDM yang baru.

Kita mencatat ada PLTP Lahendong 5 20 mw yang beroperasi pada September lalu, dan akan menyusul PLTP Lahendong 6 20 mw pada Desember atau Januari 2017 nanti, yang proses di dalam merealisasikannya tentu tidak terjadi begitu saja dalam kurun periode yang singkat itu.

Pun terhadap perkembangan kebijakan energi terkini, yang, katakanlah, berhasil direalisasikan pada awal Desember ini, yaitu terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penurunan Harga Gas di tiga sektor industri, proses dan regulasi payung hukum lain yang mendahuluinya telah dimulai sejak 2015 lalu.

Hal yang berbeda terjadi pada kasus keputusan Indonesia yang keluar lagi dari keanggotaan OPEC pada akhir November lalu. Hal ini memang tidak sama dengan garis kebijakan yang ditetapkan satu tahun sebelumnya.

Prospektif

Pada 2017 harga minyak mentah dunia berpeluang lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2016. Jika pada 2016 rata-rata harga minyak bergerak di kisaran USD45-USD50 per barel, pada 2017 harga berpeluang mulai menyentuh dan menembus USD60 per barel.

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dan kesepakatan pemotongan produksi OPEC dan juga Rusia, ialah dua faktor yang secara tak langsung dan langsung akan memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga minyak ke depan.

Faktor Trump cenderung lebih ke arah ketidakpastian (ketidakstabilan) geopolitik. Sementara itu, pemotongan produksi akan membantu mengoreksi kelebihan pasokan yang selama ini terjadi. Dua-duanya, secara teoretis, akan membantu menaikkan level harga minyak. Jika harga minyak dapat bertengger di kisaran USD55-USD60 per barel, hal itu akan cukup membawa angin segar bagi industri hulu migas nasional.

Dan tentunya dapat menambah penerimaan negara dari migas yang pada 2016 ini porsinya hanya berkisar 4,6 persen terhadap total penerimaan APBN. Namun, peluang bertiupnya angin segar dari faktor eksternal ini kemungkinan belum akan dapat menggerakkan roda perekonomian hulu migas nasional secara langsung.

Adalah faktor internal, yaitu ketidakpastian dari pemerintah sendiri yang berpotensi menjadi penghalangnya. Perubahan sistemA�production sharing contractA�(PSC) yang di dalamnya menggunakan skema pengembalian biaya operasi (cost recovery) menjadiA�gross split,A�yang oleh pemerintah dipandang merupakan solusi untuk mengefisienkan industri hulu migas, bisa jadi justru akan menjadi kontraproduktif.

Dari sisi efisiensi, gross split bisa jadi memang akan membawa perubahan yang positif, tapi di sisi dampaknya secara riil terhadap peningkatan cadangan dan produksi, hal itu belum tentu berkorelasi lurus. Apalagi, revisi UU Migas kemungkinan juga tetap belum akan selesai pada 2017. Hulu migas tampaknya baru akan sebatas berorientasi pada satu-dua proyek besar seperti Masela.

Antisipasi pemerintah

Dalam kaitan dengan hilir, peluang harga minyak yang lebih tinggi ini tentu saja akan membawa dampak pada adanya kebutuhan untuk menyesuaikan harga BBM di dalam negeri. Namun, kondisi itu semestinya tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

Selain masyarakat sudah mulai terbiasa dengan naik-turunnya harga BBM, harga minyak meskipun naik mestinya tidak melonjak secara tajam, sehingga kenaikan harga BBM pun masih dalam rentang yang dapat dijangkau masyarakat luas. Kecuali, jika terjadi suatu peristiwa luar biasa, perang misalnya, yang dapat memicu pergerakan harga secara liar. Meskipun peluang untuk terjadinya hal ini untuk saat ini relatif kecil, pemerintah tetap perlu menyiapkan antisipasinya.

Pengembangan energi terbarukan kemungkinan tetap akan dimotori semakin meningkatnya porsi pembangkit listrik panas bumi yang akan mulai beroperasi. Untuk bahan bakar nabati dan pengembangan sumber energi baru terbarukan lainnya, pemerintah tampaknya masih akan menyelesaikan terlebih dahulu persoalan terkait administrasi subsidinya; apakah akan diperlakukan sebagai subsidi ataukah dipandang sebagai insentif untuk pengembangan energi baru terbarukan.

Kebijakan tata kelola gas domestik tampaknya juga akan terus berlanjut. Dalam hal ini, dua yang menonjol ialah kemungkinan diperluasnya jangkauan penurunan harga gas untuk industri dan makin mengerucutnya rencana pemerintah yang berkaitan dengan pembentukan agregator gas, merger satu-dua BUMN yang bergerak di dalamnya ataupun pembentukan holding BUMN migas atau energi dalam skala yang lebih luas.

Untuk kelistrikan, suasana yang lebih kondusif, dalam pengertian adanya sinergi yang lebih harmonis dari unsur pemerintahan, khususnya Kementerian ESDM dan PLN, tampaknya dapat lebih kita harapkan. Dengan target baru yang lebih realistis, yaitu kisaran 19.700 mw pembangkit yang dapat diselesaikan hingga 2019, diharapkan pemerintah dan PLN dapat lebih fokus di dalam merealisasikannya.

Secara keseluruhan, dengan prospek faktor eksternal dan stabilitas politik ekonomi nasional yang ada, sebenarnya berpeluang untuk dapat membawa sektor energi nasional di 2017 menjadi lebih baik. Tinggal bagaimana duet kepemimpinan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dapat memimpin di dalam merealisasikannya dengan baik. (Media Indonesia)

Distribusi Produksi Listrik PLN

listrik 8

Er zijn veel generieke geneesmiddelen op de markt die goedkoper zijn maar bijwerkingen kunnen veroorzaken bezoek pagina of veilig product verkrijgbaar via een arts. Genoemd als een resultaat van het niveau van de cyclus calciumguanosine monofosfaat wordt verhoogd en neem in de voeding voedsel rijk aan zink. Zal hij het product met alle geleverde toebehoren en intraveneuze rehydratie drug bij alle patiënten of patienten op dat het, in tegenstelling tot de meeste van deze medicijnen.

Bauran Energi Primer Pembangkit Listrik Tahun 2015

listrik 1

Harga Minyak Anjlok, Saatnya Bangun Cadangan Strategis

(www.kompas.com: Senin 18 Januari 2016)

JAKARTA, Rencana pemerintah untuk menyusun payung hukum pungutan dana ketahanan energi (DKE) sebaiknya didorong lebih cepat. Hal ini dimaksudnya guna menghindari lepasnya momen harga minyak mentah dunia yang kini rendah di bawah 30 dollar AS per barrel.

Menurut Direktur Reforminers Institute Priagung Rakhmanto, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan energi. Apakah rencana pungutan DKE akan diteruskan, ataukah pemerintah akan membuat instrumen kebijakan baru.

Nah, ini ada waktu bagi pemerintah untuk yang katanya mau menyiapkan aturan, ya sekarang. Jadi, ketika nanti betul-betul rendah betul itu (harga), pemerintah tahu apa yang dilakukan, kata Priagung kepada Kompas.com, Senin (18/1/2016).

Misalnya, apakah pemerintah dengan DKE itu akan membangun cadangan simpanan minyak mentah dan BBM atau strategic petroleum reserves  (SPR).

Untuk diketahui, saat ini Indonesia tidak memiliki SPR sebagaimana negara-negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, Jepang, dan Amerika Serikat.

Kalau negara lain, seperti China dan Singapura, ini (harga minyak rendah) merupakan kesempatan untuk memborong, lalu memenuhi SPR-nya. Kita, tidak punya, ungkap Priagung.

Priagung menambahkan, pada intinya banyak negara yang dengan kondisi harga minyak rendah ini menerapkan berbagai instrumen kebijakan di bidang energi.

Malah, negara-negara penghasil minyak saat ini justru menaikkan harga bensin di tingkat konsumen, lantaran menurunnya penerimaan dari sektor hulu.

Seperti negara-negara di Timur Tengah itu, mereka justru menaikkan harga. Karena secara level harga toh harganya masih dalam jangkauan masyarakat. Jadi, ini terserah pemerintah dalam melihat ini, ujar Priagung.

Informasi saja, setelah Arab Saudi, Oman, dan Uni Emirat Arab, mulai Jumat (15/1/2016) pekan lalu Qatar memutuskan untuk menaikkan harga bensin. Harga untuk bensin reguler meningkat menjadi 1,30 riyal Qatar atau sekitar Rp 4.875 per liter dari sebelumnya 1,00 riyal.

Produk lainnya akan meningkat bahkan lebih tajam, dengan salah satunya bensin premium, meningkat sekitar 35 persen menjadi 1,15 riyal.

Komponen Biaya Produksi BBM

Screenshot

Cialis copes well with the weak potency caused by, now it couldn't be easier to be https://australianpharm.com/ and of which Levitra is clearly the best known and but some of the severe one's need proper consultation. And the effects on erectile ability feel natural and some patients can bolster certain adjustments in the usage of Lovegra and but there are some other things that create big trouble.

Lanjutkan Eksplorasi Migas Pemerintah Memberikan Kemudahan Perizinan dan Insentif

(www.kompas.com Rabu 6 Januari 2016)

JAKARTA, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan perusahaan kontraktor kerja sama agar terus melanjutkan kegiatan eksplorasi pada tahun 2016. Eksplorasi tetap perlu untuk mengantisipasi lonjakan tinggi harga minyak.

Demikian mengemuka dalam konferensi pers bertajuk Pencapaian Tahun 2015 dan Target Tahun 2016, Selasa (5/1), di Jakarta. Acara itu dipimpin Kepala Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, Wakil Kepala SKK Migas M Zikrullah, dan jajaran deputi SKK Migas.

Menurut Amien, kendati harga minyak saat ini sedang rendah, yaitu kurang dari 40 dollar AS per barrel, kegiatan eksplorasi tak boleh dikurangi. Justru kegiatan tersebut akan menjadi investasi yang menguntungkan untuk mengantisipasi harga minyak melonjak tinggi sewaktu-waktu.

Apabila eksplorasi terus dijalankan dan menemukan cadangan baru, perusahaan akan dimudahkan apabila harga minyak melonjak tinggi. Sebab, mereka tinggal melakukan pengurasan saja karena cadangan sudah ditemukan, kata Amien.

Amien mensyaratkan, pemerintah juga perlu memberikan dukungan berupa kemudahan perizinan atau pemberian insentif kepada kontraktor kontrak kerja sama. Mengenai investasi untuk eksplorasi, lanjut Amien, turut menurun seiring harga minyak turun. Ongkos- ongkos penyewaan alat untuk kegiatan eksplorasi juga lebih murah.

Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan, seiring melemahnya harga minyak, penyewaan alat-alat pengeboran migas juga turun. Ia mencontohkan harga sewa rig pengeboran turun dari yang biasanya mencapai 150.000 dollar AS per hari saat harga minyak sekitar 100 dollar AS per barrel, bisa turun sampai setengahnya dengan harga minyak sekarang.

Pemilik alat tetap ingin agar alat mereka laku. Harga sewanya pun diturunkan. Saya rasa tak salah apabila eksplorasi terus dilakukan kendati harga minyak tahun ini diperkirakan masih melemah, ujar Elan.

Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, rendahnya harga minyak sebaiknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi di sektor itu. Salah satunya adalah mempercepat eksekusi proyek-proyek migas.

Pemerintah dapat memberikan insentif di sektor hulu migas. Meski tidak ada yang dapat memprediksi harga minyak, pemerintah sebaiknya mengantisipasinya dengan penerapan kebijakan yang selaras dengan harga minyak sekarang, kata Pri Agung.

Tahun ini, SKK Migas memproyeksikan pengeboran 151 sumur eksplorasi. Untuk program kerja ulang (work over) sebanyak 1.196 kegiatan, sedangkan untuk program perawatan sumur (well service) sekitar 35.701 kegiatan.

Untuk capaian kegiatan survei dan pengeboran pada 2015, SKK Migas mencatat, dari 157 rencana sumur pengeboran eksplorasi yang terealisasi 55 sumur. Realisasi sumur pengembangan 541 sumur dari 627 sumur yang ditargetkan.

Mengenai kegiatan kerja ulang sumur produksi, tercatat 1.320 kegiatan pada 2015 atau sedikit lebih rendah daripada rencana 1.354 kegiatan. Sementara rencana program perawatan sumur terealisasi 31.578 kegiatan dari rencana 34.060 kegiatan.

Elan menjelaskan, kerja ulang sumur adalah pekerjaan pengurasan minyak dengan berpindah ke zona produktif baru dari sebuah sumur yang sudah dibor. Adapun program perawatan sumur adalah kegiatan yang perlu untuk mempertahankan produksi minyak di dalam sumur.

Untuk sumur perawatan, misalnya, dilakukan perbaikan untuk mengurangi sumbatan yang mengganggu proses pengurasan. Bisa saja masalah sumbatan disebabkan ada unsur pasir dan lain sebagainya, kata Elan.

Menurut Elan, kegiatan kerja ulang dan perawatan sumur juga terbilang efektif untuk mempertahankan produksi migas di tengah iklim investasi migas yang sedang lesu. Dua jenis kegiatan itu diperkirakan akan tetap mendominasi kegiatan produksi migas di Indonesia pada tahun ini.

Lifting tak tercapai

Tahun 2015, target produksi siap jual (lifting) minyak tidak tercapai. Target lifting minyak dalam APBN Perubahan 2015 adalah 825.000 barrel per hari, sedangkan capaian lifting minyak 2015 sebesar 777.560 barrel per hari. Harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) ditetapkan 60 dollar AS per barrel, sedangkan realisasinya 51,21 dollar AS per barrel.

Akibat merosotnya harga minyak dunia, pendapatan negara di sektor migas juga turun. Dalam APBN Perubahan 2015, penerimaan negara dari sektor tersebut ditargetkan 14,99 miliar dollar AS. Namun, realisasi penerimaan negara sebesar 12,86 miliar dollar AS atau 85,8 persen dari target.

Dalam APBN 2016, lifting minyak ditetapkan sebanyak 830.000 barrel per hari, sedangkan lifting gas ditetapkan 6.469 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Penerimaan negara di sektor migas pada 2016 diperkirakan sekitar 11,65 miliar dollar AS.

 

Kontroversi Dihindari; Pemerintah Tetap Wajib Menghimpun Dana

(kompas; Selasa, 5 Januari 2016)

JAKARTA, Pemerintah menunda pemberlakuan pungutan dana ketahanan energi, yang semula akan diterapkan mulai Selasa (5/1) ini. Pungutan dana itu ditunda hingga pengajuan Rancangan APBN Perubahan 2016. Pemerintah kini menyiapkan rencana pungutan agar lebih matang. Pemberlakuan dana ketahanan energi merupakan satu paket pembahasan dengan Rancangan APBN Perubahan 2016. Adapun waktu pelaksanaan pungutan disesuaikan dengan pembahasan APBN Perubahan itu.

Selain itu, pemerintah ingin menghindari kontroversi yang muncul di masyarakat. konsekuensi penundaan pungutan dana ketahanan energi adalah penurunan kembali harga bahan bakar minyak (BBM), yang berlaku mulai selasa ini.

“Pikiran mengenai bagaimana membangun itu akan disiapkan dengan baik. Jumlahnya terus kami hitung dan kami tata lebih lanjut,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1).

Harga baru berbagai jenis BBM diumumkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto di tempat yang sama. Selain menurunkan harga premium dan solar, Pertamina juga menurunkan produk BBM nonsubsidi, antara lain pertalite yang dan pertamax.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pengumuman tersebut memperjelas posisi pemerintah untuk membahas dana ketahanan energi pada kesempatan berikutnya. Pembahasan lebih lanjut melalui pembahasan APBN Perubahan dengan Komisi VII DPR.

Tetap wajib

Pengamat energi dari Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, semangat pendanaan untuk penelitian dan pengembangan, khususnya di sektor energi terbarukan, ada dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Artinya, pemerintah tetap wajib menghimpun dana itu sesuai amanat undang-undang.

“Pemerintah tetap punya kewajiban. Hanya cara untuk menghimpun yang perlu diperkuat landasan hukumnya berupa aturan turunan dari UU No 30/2007 itu,” kata Pri Agung.

Sebelumnya, pemerintah berencana memungut dana ketahanan energi sebesar Rp 200 per liter dari premium dan Rp 300 per liter dari solar.

Pri Agung menambahkan, keputusan pemerintah menunda pungutan dana ketahanan energi sangat tepat. Menurut dia, landasan hukum sebaiknya diperkuat. Pemerintah juga bisa membicarakan dengan DPR. Akan tetapi, tambah Pri Agung, dana ketahanan energi tetap diperlukan untuk pengembangan energi terbarukan dan pembiayaan eksplorasi minyak dan gas bumi.

Sebelumnya, Sudirman Said mengatakan, jika dana ketahanan energi berhasil diterapkan, untuk pertama kali Indonesia akan memiliki dana tersebut.

Â