Revisi Undang – undang Jadi Momentum Perbaikan

KOMPAS: 24 Januari 2019

JAKARTA, KOMPAS – Indonesia mendapat momentum perbaikan iklim investasi hulu minyak dan gas bumi lewat revisi Undang – Undang No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Hasil revisi juga harus dapat menaikan produksi minyak yang cenderung merosot beberapa tahun terakhir. Berdasarkan penelitian Fraser Institute, Indonesia masuk kategori negara yang tak menarik untuk investasi hulu minyak dan gas bumi.

Investasi hulu migas di Indonesia merosot tajam sejak 2014 yang sebesar 21,7 miliar dollar AS menjadi tinggal 11 miliar dollar AS pada 2017. Berikutnya investasi menunjukkan kenaikan pada 2018 yang sebanyak 12,5 miliar dollar AS. Begitu pula produksi minyak yang terus merosot dan menjadi 778.000 barel per hari pada 2018. Padahal, kebutuhan bahan bakar minyak nasional sampai 1,6 juta barel per hari.

“Penerbitan undang – undang migas mampu menjadi terobosan konkret  yang lebih fundamental di sektor migas ketimbang sekadar merevisi kontrak kerja sama menjadi gross split (skema bagi hasil berdasarkan produksi bruto). Perlu diingat, skema kontr ak bukan tujuan, melainkan hanya instrumen  yang belum tentu diperlukan,” ujar pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, Rabu (23/1/2019), di Jakarta.

Pri Agung menambahkan, untuk menarik investasi hulu migas di Indonesia, beberapa hal yang patut  mendapat perhatian adalah  penyederhanaan perizinan operasional yang melibatkan lintas lembaga dan kementerian, mulai dari pusat sampai daerah. Akan lebih baik apabila semuanya disederhanakan menjadi satu pintu saja, yaitu di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan gas Bumi (SKK Migas). Terobosan dalam bentuk penguatan kelembagaan SKK Migas bisa disalurkan lewat revisi.

Pembahasan revisi UU No 22/2001 sudah berlangsung sejak 2015 dan sampai kini belum ada kejelasan kapan revisi bakal tuntas. Sejumlah kalangan pesimistis revisi akan selesai tahun ini mengingat ada penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif.DPR, yang berinisiatif merevisi, akan sulit fokus selama masa kampanye dan pemilu tersebut.

Tata kelola

Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas membahas Rancangan UU (RUU) Migas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Rabu , mengingat, minyak dan gas bumi merupakan sumber daya pembangunan yang strategis.

“Tujuan RUU harus mampu memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional kita,” kata Presiden Jokowi.

Menurut Jokowi, paal paal yang di atus dalam regulasi barus harus mendorong peningkatan produksi. Penting pula diatur paal pasal yang mendukung penguatan kapasitas nasional serta investasi sumber daya manusia diindustri migas. UU Migas yang baru nantinya juga bisa menjadi payung hukum bagi revormasi tata kelola migas.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menambahkan, draf regulasi migas untuk DPR masih terus dibahas. Sampai saat ini Daftar Investasi masalah dari pemerintah juga belum selesai disusun.

Hal itu berarti masih dibutuhkan proses untuk mengesahkan RUU Migas menjadi UU. Sebab, Sesuai UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, RUU Inisiatif DPR baru bisa masuk pembahasan tingat satu jika Presiden telah menerbitkan surat presiden berisi persetujuan pembahasan. Surat itu jugas berisi penunjukan kementerian yang akan mewakili pemerintah.

Perbaiki Tata Kelola Migas dengan Regulasi

Media Indonesia, 25 Januari 2019

DIREKTUR Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) sudah selesai di tingkat legislatif. Dengan begitu, penuntasan aturan tersebut tinggal menunggu sikap pemerintah.

“Saat ini draf RUU Migas dari DPR sudah selesai. Bola berada pada pemerintah,” terang Komaidi kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurut dia, proses pemutakhiran payung hukum industri migas nasional hanya menunggu sikap pemerintah untuk dilanjutkan di tingkat pembahasan dengan DPR atau tidak.

Pasalnya rumusan inventarisasi masalah versi pemerintah sudah selesai dan versi DPR pun sudah tuntas di tingkat Komisi VII DPR.

Ia menjelaskan momentum pembahasan RUU Migas harus mampu menghilangkan persoalan yang selama ini menghambat perbaikan tata kelola migas.

“Saya kira poin utama yang perlu diperbaiki ialah masalah kelembagaan, perpajakan, perizinan, dan pembebasan lahan. Itu yang selama ini menjadi masalah,” tukasnya.

Di lain sisi, pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menilai RUU Migas harus dilaksanakan dengan matang.

Tujuannya tata kelola industri migas dari hulu hingga hilir berjalan lebih baik.

“RUU Migas perlu dibahas untuk menghasilkan tata kelola migas lebih baik dan tidak menjadi masalah waktunya melewati pileg (pemilihan legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden) juga,” terangnya, kemarin.

Menurut Pri Agung, rancangan payung hukum industri migas tersebut tidak boleh mengabaikan substansi demi mengejar target legislasi. Hal itu harus dibahas dengan matang supaya melahirkan sistem hukum proses bisnis migas yang lebih baik.

“Makanya perlu dibahas dengan matang, tetapi cepat. Kemudian ja-ngan dikait-kaitkan dengan politik,” tegas Pri Agung.

Ia mengatakan RUU Migas harus mampu menjawab persoalan fundamental yang saat ini dihadapi industri migas.

Beberapa di antaranya menyangkut penataan kelembagaan migas, perizinan hulu migas, fiskal atau perpajakan, kepastian hukum kontrak migas, pembebasan lahan, prioritas kebutuhan domestik, dan eksplorasi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas yang khusus membicarakan RUU Migas. Presiden mengingatkan, migas ialah sumber daya strategis tak terbarukan sehingga RUU Migas harus memperkuat keta-hanan energi nasional.

Empat Proyek Strategis Hulu Migas di Jabanusa Diharapkan Sesuai Jadwal

www.detik.com; Rabu, 20 November  2019 15:30 WIB

Bali – Sebanyak empat proyek besar sektor hulu minyak dan gas (Migas) di kawasan SKK Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) diharapkan tuntas sesuai jadwal yang ditetapkan.

Sebab, keempat proyek sangat mendukung target capaian lifting minyak dan gas secara nasional. Keempat proyek strategis hulu migas itu adalah proyek Kedung Keris di Kabupaten Bojonegoro dengan operator ExxonMobil Cepu Ltd, proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro dengan operator Pertamina EP Cepu, proyek Bukit Tua Phase 3 yang dioperatori Petronas Carigali Ketapang II Ltd di Kabupaten Sampang, dan terakhir proyek TSB Phase 2 dengan operator Kangean Energi Indonesia di Kabupaten Sumenep.

Hal tersebut dikatakan Kepala SKK Migas Jabanusa, Nur Wahidi pada kegiatan lokakarya Media Periode III SKK Migas Jabanusa-KKKS dengan pimpinan media massa dari Jatim dan Jateng, Selasa (19/11/2019).

“Kita harapkan keempat proyek tersebut selesai on schedule. Sebab, selesainya proyek sesuai jadwal berpengaruh positif terhadap capaian target lifting yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Pada kegiatan lokakarya III SKK Migas Jabanusa dengan pimpinan media massa di Bali, sejumlah narasumber tampil memberikan materi. Di antaranya, Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat Margiono, Heri Susanto (Direktur Riset & Data, Katadata), Komaidi Notonegoro (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute), dan Nur Wahidi (Kepala SKK Migas Perwakilan Jabanusa).

Dalam konteks capaian target proyek sesuai jadwal, menurut Nur Wahidi, dukungan konstruktif dari semua stakeholder sangat diharapkan, baik pemerintah daerah, tokoh masyarakat, media massa, dan masyarakat secara luas. “Saya juga sampaikan banyak terima kasih atas dukungan media massa kepada SKK Migas selama ini. Hanya satu persen berita negatif tentang hulu migas di Jabanusa sepanjang 2019,” ungkapnya.

Khusus untuk proyek Jambaran Tiung Biru, Nur Wahidi menjelaskan, progress proyek secara keseluruhan mencapai 37,72 persen. Progress untuk pekerjaan engineering proyek dengan 80,72 persen, procurement dengan 40,36 persen, dan construction dengan 14,49 persen.

Ditargetkan pada Juni 2021 mendatang, proyek Jambaran Tiung Biru tuntas dan mulai berproduksi. Dari proyek ini, target maksimum sales gas meningkat 10 persen secara nasional atau setara 192 juta kaki kubik per hari.

Selama ini, sebanyak 15 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di kawasan SKK Migas Jabanusa yang sedang menjalankan eksploitasi migas. Selain itu, ada 6 KKKS menjalankan aktivitas eksplorasi. Posisi Jabanusa dalam lifting migas nasional sangat penting dan jadi backbone.

Data 2018 menunjukkan, realisasi lifting minyak dari Jabanusa sebesar 253,822 ribu barel per hari atau mencapai 102,60 persen dari target. Sedang target lifting gas sebesar 753,2 juta kaki kubik per hari. Di tahun 2019, target lifting minyak dari Jabanusa sebesar 258,169 ribu barel per hari dan hingga menjelang berakhir tahun 2019 tercapai 100,87 persen dari target. Untuk target lifting gas dari Jabanusa ditetapkan sebesar 731,3 juta kaki kubik per hari.

Dukungan dari semua pihak itu sangat dibutuhkan SKK Migas Jabanusa dalam konteks ini, tegas Nur Wahidi, karena sampai sekarang dari monitoring terkait perizinan dan pertanahan di Jabanusa, ada sejumlah masalah yang harus segera diselesaikan. Masalah perizinan nonteknis sebanyak 13, masalah perizinan bahan peledak sebanyak 77, masalah pengadaan tanah sebanyak 5, dan masalah izin pinjam pakai kawasan hutan sebanyak 3.

“SKK Migas dan KKKS bekerja untuk kepentingan negara, terutama dalam rangka pemenuhan energi nasional dan pendapatan negara,” katanya mengingatkan.

Revisi UU Migas Diharapkan Makin Permudah Investasi Hulu Minyak & Gas Bumi

Bisnis.com, 24 Januari 2019

Bisnis.com, JAKARTA — Revisi Undang Undang No 21/2001 tentang Minyak dan Gas diharapkan menjadi terobosan konkret untuk kemudahan investasi, penyederhanaan perizinan hingga kepastian hukum sehingga menarik perhatian investor untuk meningkatkan produksi migas nasional.

Staf Pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan idealnya pengesahan RUU Migas yang sudah mangkrak delapan tahun ini, secara nyata dapat menarik investasi di sektor migas.

Menurutnya, kemudahan investasi sektor hulu migas masih berada di papan bawah atau kurang kompetitif, sehingga hadirnya undang-undang tersebut menjadi landasan menarik investor untuk hadir.

“Ini sinyal positif, karena akhirnya Presiden mengadakan rapat untuk membahas RUU Migas. Saya optimistis, kalau memang ada political will, sebelum Oktober RUU in sudah disahkan,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (23/1/2019).

Proses pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draf Rancangan Undang Undang Migas yang masuk Prolegnas 2015 -2019 ini masih berlangsung dalam lingkup antarkementerian.

Sebelumnya, dalam DPR telah menyetujui draf RUU Migas untuk dibahas dengan Pemerintah pada 3 Desember silam. Adapun 10 fraksi yang sepakat membahas draf RUU Migas itu adalah Golkar, Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, PKS, PPP, Nasdem, dan Hanura.

Pri Agung menganggap dengan adanya keterbatasan waktu dalam masa sidang DPR 2018 – 2019, seharusnya sudah ada kalkulasi waktu untuk menyelesaikan beleid tersebut.

“Tapi kalau hanya hitung-hitungan politis jangan dipaksakan. Akan tetapi, kalau siinya sudah siap dan solid, tentu dapat segera disahkan,” tambahnya.

Diharapkan dalam pembahasan, pemerintah setidaknya memikirkan tiga poin yang sebaiknya hadir dalam DIM RUU Migas. Pri Agung berpendapat beleid terbaru dapat memberikan terobosan perizinan lebih sederhana, dan hanya berada di bawah naungan satu lembaga saja.

Selain tu, terkait terobosan perpajakan yang sebaiknya dikelola oleh badan usaha khusus (BUK) dan bukan oleh KKKS. “Bukan mereka yang menyelesaikan urusan pajak sendiri, kita berikan lah karpet merah untuk mereka,” ujarnya.

Terakhir, soal penyelesaikan lahan yang selama ini menjadi masalah klasik di Tanah Air, khususnya terkait investasi. Pri Agung juga menyinggung soal kepastian kontrak, dan berharap pemerintah tidak mudah mengubah ataupun mengganti rezim kotnrak migas yang sedang dijalankan.

“Bukan masalah gross split atau bukan, karena itu hanyalah satu model kontrak saja. Yang terpenting adalah kepastian hukum,” tambahnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo berharap Rancangan Undang-undang tentang Minyak dan Gas yang sekarang dibahas di DPR menjadi momentum reformasi tata kelola industri minyak dan gas di Indonesia.

Hal itu disampaikan Kepala Negara dalam rapat terbatas membahas RUU Migas di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1/2019) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.

“Saya ingin tekankan agar melalui pembentukan undang-undang ini kita jadikan momentum untuk reformasi tata kelola minyak dan gas, sehingga lebih efisien, lebih transparan, tidak berbelit-belit, sederhana, dan bisa berkelanjutan dan bisa memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional kita,” kata Jokowi.

Solusi Harga Gas di Indonesia Agar Seragam: Pemerintah Wajib Beli

Kumparan, 15 Januari 2019

Penentuan harga gas di Indonesia masih menjadi masalah dari hulu hingga hilir. Di kalangan industri, ada disparitas harga yang terlampau jauh dari pusat produksi ke konsumen di hilir.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan jika ingin membentuk harga gas yang seragam di seluruh Indonesia, pemerintah harus mengatur harganya sebagaimana Perum Bulog mematok harga eceran suatu komoditas pertanian seperti beras.
Caranya, kata dia, pemerintah membeli semua gas dari berbagai lapangan yang ada di Indonesia. Gas bumi itu lalu diproduksi dan menjualnya dengan satu harga ke pengguna.
“Jika pemerintah ingin harganya seragam, ide semacam Bulog di pertanian perlu diterapkan di gas. Jadi pemerintah beli semua gas dari lapangan yang variatif lalu blending, lalu mengeluarkan satu harga,” kata dia dalam diskusi Publish What You Pay di Hotel Arya Duta, Jakarta, Selasa (15/1).
Dengan begitu, kata dia, tidak ada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang dirugikan dalam bisnis ini. Pasalnya, selama ini harga gas yang dijual KKKS dari mulut gas tidak sama dengan yang dibeli konsumen akhir.
Komaidi mengatakan, berdasarkan kajian lembaganya, harga gas terbagi menjadi 3 region di Indonesia yang berbeda di mulut tambang. Dari ketiga region, Indonesia bagian barat harga gasnya paling tinggi yaitu mendekati USD 8 per mmbtu.
Untuk Indonesia bagian tengah sekitar USD 7 per mmbtu. Hanya di Indonesia bagian Timur yang harga gas dari mulut tambang kurang dari USD 5 per mmbtu. Perbedaan harga gas di sumber utamanya pada setiap region disebabkan karena lokasi gas tersebut.
Di timur Indonesia misalnya, harga gas di sana murah karena sumbernya banyak. Tapi, ketika gas itu dibawa ke Jawa, harganya menjadi mahal. Belum lagi, keberadaan trader gas yang bertingkat-tingkat membuat harga gas sampai ke konsumen terakhir seperti pabrik pengolahan makanan atau pabrik keramik, menjadi lebih mahal lagi.
Padahal, kata dia, Presiden Joko Widodo telah menetapkan harga gas bumi untuk industri sebesar USD 6 per mmbtu. Aturan itu diteken Jokowi dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penerapam Harga Gas Bumi.
“Jadi di kepala sumur ada yang dekati USD 8 per mmbtu. Jokowinya mintanya USD 6 per mmbtu. Bagaimana nasibnya? Karena keekonomian proyek tidak sama. Ada wilayah-wilayah tertentu, infrastruktur belum mapan, sementara infrastruktur di barat dan timur berbeda,” kata dia.
Ketika kontraktor tertekan, Komaidi khawatir penemuan cadangan baru semakin berkurang. Jika cadangan baru berkurang, maka ketahanan energi bisa terganggu.
Perizinan di Hulu Migas Diusulkan Satu Pintu ke SKK Migas

Kumparan, 19 Januari 2019

Investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam beberapa tahun terakhir berada dalam tren negatif. Dikutip dari data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi di hulu migas merosot pada 2014-2017. Tahun 2018, meski meningkat dibanding 2017, tapi masih di bawah target.

Pada 2013, realisasi investasi hulu migas masih 20,384 miliar dolar AS, lalu turun menjadi 20,380 miliar dolar AS pada 2014. Sementara pada 2015, investasi migas kembali menyusut menjadi 15,34 miliar dolar AS.

Pada 2016, investasi di sektor hulu migas Indonesia anjlok 27 persen menjadi 11,15 miliar dolar AS. Tahun 2017 lalu, investasi mengalami penurunan 16 persen dari target APBN 2017 sebesar USD 12,29 miliar menjadi hanya USD 9,33 miliar.

Sedangkan di 2018, realisasi investasi hulu migas sebesar USD 11,99 miliar atau 90 persen dari target USD 13,3 miliar. Capaian ini meningkat 17 persen dibanding 2017.

Untuk menggairahkan investasi di hulu migas, Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan agar perizinan yang berbelit-belit dan tersebar di berbagai institusi pemerintah dibuat menjadi satu pintu di SKK Migas.

“Untuk menarik investasi hulu migas butuh terobosan konkret. Misalnya pemerintah bisa menyederhakan perizinan kegiatan operasional yang selama ini lintas kementerian/lembaga, lintas sektoral, pusat-regional, menjadi hanya satu pintu, yaitu di SKK migas saja,” kata Pri Agung kepada kumparan, Jumat (18/1).

Demikian juga penyederhanaan dalam masalah perpajakan, Pri Agung menyarankan agar menjadi tugas SKK Migas untuk menyelesaikannya dengan Kementerian Keuangan. “Terobosan dalam bentuk penguatan peran SKK migas tersebut dapat dilakukan melalui revisi UU Migas yang beberapa waktu lalu draft-nya sudah resmi diparipurnakan DPR,” paparnya.

Ilustrasi eksplorasi migas di lepas pantai. (Foto: Thinkstock)

Bila revisi atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) sulit dilakukan, menurut Pri Agung, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

Posisi Indonesia yang masuk dalam daftar 10 negara dengan iklim investasi hulu migas terburuk yang dibuat Fraser Institute, ia menambahkan, mengindikasikan bahwa hulu migas Indonesia dalam kondisi darurat.

Apalagi neraca perdagangan sangat tertekan akibat impor minyak dan BBM. Indonesia sangat membutuhkan investasi untuk meningkatkan penemuan cadangan-cadangan minyak baru.

“Dengan melihat fakta bahwa iklim investasi hulu migas berada di papan bawah di tataran global, produksi dan cadangan migas yg terus menurun, impor minyak dan BBM yang terus meningkat dan defisit neraca perdagangan migas yang sudah sangat berkontribusi negatif terhadap neraca perdagangan nasional, pemerintah dapat memandang hal tersebut sebagai keadaan yang memenuhi syarat untuk dapat mengeluarkan Perppu,” ucapnya.

“Penerbitan Perppu Migas baru oleh pemeritah akan menjadi terobosan konkret yang lebih fundamental di sektor energi, khususnya migas ketimbang misalnya hanya sekedar mengkonversi kontrak-kontrak migas menjadi kontrak gross split. Perlu diingat, kontrak, termasuk dalam hal ini gross split, adalah bukan tujuan, tetapi sebatas hanya salah satu opsi instrumen yang belum tentu diperlukan, apalagi tepat,” tegasny

Targetkan Investasi Migas, Pemerintah Perlu Terobosan

REPUBLIKA; Jumat 18 Januari 2019 07:30 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Energi dari Reforminer Energi, Pri Agung Rakhmanto menilai langkah pemerintah untuk bisa meningkatkan investasi migas perlu didukung oleh trobosan strategis. Salah satu caranya adalah menyederhanakan perizinan kegiatan operasional.

Pri menjelaskan selama ini perizinan kegiatan operasional selalu melalui lintas kementerian dan lembaga bahkan hingga regional. Ia menilai, perlu ada satu pintu saja agar memudahkan investor menanamkan modal.

“Baiknya memang satu pintu saja agar lebih ringkas dan memudahkan investor,” ujar Pri kepada Republika.co.id, Jumat (18/1).

Selain perizinan, Pri menilai perlu juga adanya penyederhanaan masalah perpajakan. Ia menjelaskan biarkan persoalan perpajakan merupakan tugas SKK Migas untuk bisa langsung membahasnya ke Kementerian Keuangan.

Dua hal penting ini perlu dibahas dan diatur secara konkrit dalam UU Migas yang baru. Ia mengatakan persoalan defisit neraca dan persoalan beban impor migas sangat berpengaruh pada kondisi neraca perdagangan. Maka secara fundamental energi, perlu diatur secara jelas dalam UU Migas.

“Penerbitan UU Migas baru oleh pemerintah akan menjadi terobosan konkret yang lebih fundamental di sektor energi, khususnya migas ketimbang misalnya hanya sekadar mengonversi kontrak-kontrak migas menjadi kontrak gross split,” ujar Pri.

Pri juga menilai perubahan kontrak gross split sendiri bukan solusi utuh. Perubahan kontrak gross split hanyalah satu instrumen. Banyak instrumen lain yang perlu diluruskan lagi oleh pemerintah.

Konsisten Menjaga APBN

Neraca.co,id, 10 Januari 2019

Meski asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS dalam APBN 2019 dipatok Rp 15.000 per US$, pos-pos pembelanjaan negara hendaknya tetap ditingkatkan efisiensinya. Sehingga diharapkan postur APBN 2019 tetap sehat seiring dengan tekad Presiden Jokowi dimana sebelumnya telah memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar postur APBN 2018 tidak perlu ada perubahan (fixed), atau tidak perlu ada lagi APBN Perubahan. Pasalnya, APBN 2018 sudah sesuai dengan kondisi realita sehingga tidak terjadi deviasi yang signifikan.

Penegasan Presiden saat itu menimbulkan pro dan kontra, karena ada konsekuensi finansial dan bisnis yang dipertaruhkan. Terutama dampak meningkatnya sejumlah biaya dan beban pengeluaran seiring melonjaknya sejumlah asumsi ekonomi. Seperti asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN dipatok pada level Rp15.000 per US$, namun kenyataannya rupiah di pasar sekarang masih di bawah angka itu.

Namun pada kenyataannya, pos penerimaan negara dalam APBN 2018 ternyata mencapai realisasi lebih dari 100% menunjukkan pemerintah sudah mampu mengendalikan penerimaan yang berasal pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah. Ini memang sebuah kinerja yang patut kita berikan apresiasi buat pemerintahan Jokowi-JK.

Hal yang sama juga asumsi harga minyak dunia dipatok pada level US$48, sementara harga minyak dunia melonjak drastis dari sebelumnya sempat turun ke posisi US$30 per barel, belakangan melonjak drastis ke level US$79 per barel. Meski tidak setinggi pada krisis 2008 sebesar US$148, tapi posisi US$79 per barel sudah cukup berat buat APBN 2018.

Menurut Menkeu, dalam APBN 2018 pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.894,7 triliun, dengan realisasi hingga akhir Mei 2018 telah terkumpul sebesar Rp685,1 triliun atau 36,2% dari target tersebut. Pendapatan negara dengan kalkulasi saat ini, dengan kurs di semester II, akan tercapai 100%, bahkan ada kelebihan penerimaan negara Rp8 triliun. “Jadi tak perlu ada APBN Perubahan,” ujar Sri Mulyani.

Lantas bagaimana sikap Menkeu? Tentu saja Menkeu harus patuh pada pernyataan presiden. Karena karena kalau Menkeu mengatakan perlu adanya APBN Perubahan, maka seolah akan meruntuhkan kredibiltas manajemen fiskal pemerintah.

Menurut ekonom FEUI Faisal Basri, pernyataan Menkeu yang menyebut pelemahan rupiah membuat pendapatan negara bertambah. Dalam hitungan Sri Mulyani, selisih kurs antara asumsi di APBN 2018 dengan nilai tukar riil, membuat pendapatan negara bertambah Rp8 triliun. Tambahan pendapatan sebesar itu, diproyeksikan akan diraih dari selisih kurs hingga akhir 2018. Dalam asumsi makro APBN 2018, kurs rupiah dipatok Rp13.400, sementara kurs berada di level sekitar Rp14.600 per US$.

Faisal mengambil contoh BI melakukan intervensi sejak awal 2018, sehingga cadangan devisa BI terkuras dari semula US$132 miliar menjadi US$119 miliar. Dengan kata lain cadangan devisa sudah terkuras US$13 miliar atau setara Rp187,85 triliun.

Cadangan devisa tersebut terkuras untuk melakukan intervensi di pasar uang maupun pasar utang seperti Surat Berharga Negara (SBN). Bahkan BI sudah menaikkan suku bunga 7 Days Reverse Repo Rate sebanyak tiga kali ke level 5,25%.

Tak hanya itu, pihaknya BI menyebut bahwa yield SBN 10 tahun kini telah berada di level 7,4% dimana sebelumnya sempat berada di level 7,8%. BI akan terus melalukan pemilihan SBN sekaligus memperhatikan spread antara US Treasury SBN dengan US Treasury bond.

Lain halnya dengan PT Pertamina (Persero), dampak kenaikan minyak mentah dunia dan terdepresiasinya rupiah menyebabkan keuangan perseroan migas itu bermasalah.

Berdasarkan penghitungan Pertamina, selisih harga jual premium dengan yang harga formula adalah Rp2.150 per liter. Sementara solar selisihnya mencapai Rp3.200 per liter. Artinya, harga premium sebenarnya dipatok Rp8.600 per liter, sedangkan solar sebesar Rp8.350 per liter.

Menurut pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM memang politis dan tidak rasional. Salah satunya karena keputusan itu diambil di tengah tingginya harga minyak mentah dunia.

Menurut dia jika memang pemerintah memutuskan untuk mempertahankan harga BBM, ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama adalah melakukan revisi atas jumlah subsidi dalam APBN 2018, lalu memberi potongan harga atas pembelian minyak mentah Pertamina.

Belum lagi Presiden Jokowi meminta agar seluruh pejabat eselon I, II dan III, dibuatkan rumah dinas. Dengan asumsi pejabat eselon di 34 kementerian dan lembaga, rerata jumlah eselon I, II dan III 15 orang, dengan harga rumah dinas di kisaran Rp1 miliar, maka diperlukan tambahan anggaran sebesar Rp510 miliar.

Belum lagi biaya infrastruktur yang terus membengkak, ditambah pula impor komponen dan mesin pendukung infrastruktur yang demikian besar, akan menambah rumit keuangan negara. Ruang fiskal semakin sempit oleh karena agresivitas pembangunan infrastruktur yang gebya uyah.

Akibat dari kombinasi ancaman kurs, harga minyak, impor komponen dan mesin pendukung infrastruktur, plus perang dagang AS yang mengancam Indonesia, dapat dipastikan kinerja fiskal akan semakin berat. Dan ini menggambarkan betapa kinerja APBN 2018 sebagai taruhannya.

 

Menakar Proyeksi Investasi Migas 2019

Pelakubisnis.com, 10 Januari 2019

Desember lalu negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC sepakat menurunkan produksi minyak sebesar 1,2 juta barel sehari. Keputusan ini diambil dalam rangka mengontrol harga minyak. Pemangkasan produksi tersebut akan dilakukan mulai Januari 2019. Sejauhmana kebijakan ini mampu mendongkar harga minyak?

Head of Asia Pacific Oil and Gas JP Morgan Scott Darling yang dikutip dari CNBC International mengatakan pertemuan OPEC pada Desember lalu, hanya melakukan di paruh pertama atau tidak setahun penuh, maka skenario ini diprediksi harga minyak akan berada di kisaran US$ 55 untuk 2019.

Menurut Scott faktor-faktor yang dapat menjaga harga minyak lemah pada 2019 termasuk permintaan minyak mentah yang lesu dan ketidakpastian atas kepatuhan penuh dari anggota OPEC, termasuk juga produsen terbesar Arab Saudi, atas pengurangan pasokan 1,2 juta barel per hari yang disepakati, sebagaimana dikutip dari cnbcindonesia.

Dalam beberapa bulan terakhir, Saudi meningkatkan produksi lebih dari 1 juta barel per hari. Sekarang, kerajaan akan memotong sekitar 900.000 barel per hari hanya dalam dua bulan. Harga minyak sedang berjuang. Pihak kerajaan membutuhkan minyak mentah Brent naik secara signifikan untuk menyeimbangkan anggarannya.

Sementara mengacu data Bloomberg yang melibatkan 24 analis, harga Brent tahun 2019 bisa bertengger di level US$ 70 per barel. Adapun harga Brent, pada akhir Desember lalu sebesar US$ 53,79 per barel untuk kontrak Maret 2019. Sedangkan perkiraan untuk West Texas Intermediate adalah US$61,13 per barel pada 2019. Adapun harga WTI, Senin (12/31) sebesar US$ 45,81 per barel untuk kontrak Februari 2019.”Pasokan dan permintaan global akan mencapai keseimbangan yang baik di tahun 2019.” kata Michael Tran, ahli strategi komoditas di RBC Capital Markets LLC.

Sedangkan Direktur Eksektufi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan faktor yang membuat industri minyak dan gas bumi (migas) lebih baik adalah membaiknya pertumbuhan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi ini akan menyebabkan permintaan minyak meningkat.

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi global itu boleh jadi mendorong harga minyak naik ke level yang lebih baik. Sehingga menggairahkan iklim investasi. Berdasarkan data , investasi migas sejak 2014 hingga 2017 terus turun. Tahun 2014, investasinya bisa mencapai US$ 21,7 miliar, tahun 2015 sebesar US$ 17,9 miliar, tahun 2016 sebesar US$ 12,7 miliar dan 2017 mencapai US$ 11 miliar.

Sementara itu, hingga kuartal III tahun 2018, investasi migas hanya US$ 8 miliar. SKK Migas menargetkan investasi hulu migas sampai akhir tahun ini hanya 79% dari target atau sekitar US$ 11,2 miliar dari target sepanjang tahun ini sebesar US$ 14,2 miliar, sebagaimana dikutip dari katadata.co.id.

Presiden IPA, Tumbur Parlindungan, ada lima hal yang akan dikerjakan IPA bersama pemerintah tahun depan (2019). Pertama, mendorong percepatan penyederhanaan perizinan di sektor hulu migas. Kedua, mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atas PP 27/2017 tentang Pengembalian Biaya Operasi dan Perpajakan Gross Split. Hal ini penting agar aturan tersebut bisa terealisasi dengan cepat. Ketiga, optimalisasi fasilitas master list untuk impor barang penunjang kegiatan migas. Keempat, pemberlakuan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang wajar di kegiatan hulu migas. Terakhir, mendorong percepatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas.

Pengamat energi Fabby Tumiwa menilai, iklim investasi sektor ESDM, utamanya migas, di Indonesia dipandang belum begitu menarik bagi investor. Selain kerangka regulasi dan insentif, faktor politik seperti Pemilu di 2019 juga menjadi pertimbangan.

Namun demikian, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, perusahaan-perusahaan kelas dunia akan berinvestasi di negara-negara yang dianggap aman. “Kalau kita dari segi keamanan tidak bisa jamin, mereka akan mencari negara yang lebih aman,” kata Arcandra, sebagaimana dikutip dari tribunnews.com searaya menambahkan apabila perusahaan-perusahaan dunia yang bergerak di sektor hulu migas tidak berminat untuk berinvestasi, maka akan menjadi sebuah kerugian bagi Indonesia.

Upaya yang dilakukan SKK Migas selama 2018 tergolong berhasil. Betapa tidak, dari target 100% sesuai APBN, pencapaian cadangan migas nasional atau RRR (Reserve Replacement Ratio) hingga akhir 2018 telah terlampaui hingga 106,58%. Begitu pula dengan penerimaan negara dan perbaikan tata kelola yang telah dilakukan. Semua komponen pada dua aspek itu mendapat penilaian positif. Beragam kebijakan pemerintah di sektor hulu migas, memberi pengaruh positif bagi pencapaian penerimaan negara yang mencapai US$ 17.5 miliar atau 147% dari target US$11.90 Miliar berdasarkan APBN 2018.

Sementara kepastian investor bersedia mengikuti aturan gross split dan membayar dana KKP, merupakan prestasi besar dalam kegiatan pengelolaan industri hulu migas di Tanah Air. Nilai investasi dalam proposal yang disetujui oleh SKK Migas untuk perpanjangan blok, mencapai US$ 50 – 70 miliar. Investasi tersebut untuk proses produksi migas selama 20 tahun. Pemerintah terus menyusun strategi yang lebih mendukung upaya peningkatan lifting, penghematan anggaran APBN, pencapaian positif RRR (Reserve Replacement Ratio), maupun beragam kebijakan terkait business process lainnya, agar target KPI di 2019 dapat tercapai, sebagaimana dikutip dari Buliten SKK Migas, BUMI, edisi Desember 2018.

Kedepannya, tentu akan semakin banyak tantangan yang harus dijawab SKK Migas pada 2019, termasuk memenuhi target pemerintah lewat APBN 2019. Evaluasi dari pencapaian di 2018, menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk melanjutkan capaian positif dan perbaikan tata kelola migas di tahun-tahuan berikutnya.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pencapaian positif yang berhasil dilakukan SKK Migas selama 2018 akan dilanjutkan. Upaya ini akan dilaksanakan dengan strategi yang lebih mendukung upaya peningkatan lifting, penghematan anggaran APBN, pencapaian positif RRR, maupun beragam kebijakan terkait business process lainnya.

Dari data Deputi Perencanaan, jumlah program kerja dalam buku usulan WP&B 2019 yang telah disampaikan oleh KKKS sebelum rapat pembahasan WP&B 2019 berlangsung, menunjukkan tren peningkatan positif. Jumlah kegiatan di 2019 meningkat jika dibandingkan dengan 2018 antara 100 – 300%.

Namun demikian ada beberapa hambatan yang mungkin mempengaruhi investasi hulu migas 2019. Salah satunya terkait regulasi sektor migas yang hingga kini belum rampung. Revisi UU Migas yang menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini sebenarnya sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2011, tapi tak kunjung selesai.

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya, sebagaimana dikutip dari katadata,  pesimistis regulasi anyar itu dapat rampung tahun 2019. “Di tahun politik 2019 sulit harapkan ada revisi UU besar seperti migas. Paling baru tahun 2020 terlaksana,” kata Berly.

Hambatan lain adalah proses perizinan sebagaimana diterapkan di daerah tersebut. Kondisi demikian, membuat iklim investasi sektor migas menjadi terganggu. Padahal, percepatan perizinan di tingkat hulu dapat meningkatkan pemasukan kas negara dan daerah atas kekayaan sumber daya alamnya.

Pengamat dari Forum Kajian Energi Mashuri, mengatakan investasi migas membutuhkan adanya kepastian hukum, baik di pusat hingga daerah. Masalahnya, kata dia, selama ini masih ada sejumlah kendala di daerah yang belum sejalan dengan keinginan percepatan itu.

“Kendala pertama itu daerah, kedua sinkronisasi kebijakan, dan yang ketiga pengawalan kebijakan,” katanya kepada Okezone usai diskusi ‘Dampak Percepatan Perijinan Hulu Migas Bagi Peningkatan Investasi Migas’ di Saung Serpong, Tangerang Selatan, awal November lalu, sebagaimana dikutip dari okezone.com.

Namun demikian, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, Hanif Rusjdi, dalam kegiatan Forum Humas, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa kegiatan ini sebagai  upaya pemerintah mencari solusi terkait proses perizinan dan pengadaan tanah bagi kegiatan eksplorasi. Kegiatan Forum Humas merupakan kegiatan rutin tahunan dalam rangka menyamakan persepsi untuk kelancaran kegiatan operasional migas di daerah. Salah satu hal yang dibahas adalah Permen LHK No. 27 Tahun 2018 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan. “Permen LHK ini memangkas birokrasi dalam kegiatan survei seperti seismik, sehingga prosesnya bisa lebih cepat,” ungkap Hanif.

Paling tidak, perlu ada kepastian hukum dalam melakukan kegiatan eksplorasi maupun ekspoitasi hulu migas. Bila identifikasi masalah tersebut dapat diselesaikan, harapan untuk meningkatan investasi sektor hulu migas 2019 terbuka lebar. Semoga.