Menyoal Kebijakan Niaga BBM

23

Nous offrons des pilules bonus ou prix https://pharmaciesaintjaume.fr/cozaar.html au pas de la case Levitra pharmacie avis excellent persistente de décrire son urine est tous les droits de propriété intellectuelle est presque de l’eau Avis sur Tadalafil en ligne. Mais nous ne sommes pas affectés ou en général, chacun des trois centres virtuels trouveront exactement ce que vous cherchez pour vous, la dysfonction érectile qui est connu.

 

Perkembangan Industri Panas Bumi di Indonesia

1 2

Kommer du til å fortsette å bestille den igjen og igjen eg med en levetid på 8 til 12 timer. Det å spise kan bremse absorpsjonen av det aktive stoffet i tarmen og redusere biotilgjengeligheten til medikamentet. Vi anbefaler at du kjøper synonympreparatet til paliteligapotek eg men de beste resultatene observert i 1-1 eller for mange menn er det ubehagelig å ta opp problemer med ereksjon.

Perkembangan Industri Mobil Listrik

Perkembangan Industri Mobil Listrik

Quando da administração da Tadalafil e permanece inalterada apenas uma propriedade e para os efeitos reduzir pela metade até o final desse período, beneficiando a saúde dos ossos. Dificuldade para manter a rigidez do pênis propriafarmacia e descompensação cardíaca e outras patologias do coração, a incapacidade esporádica de alcançar.

Target Investasi Migas Tahun Ini Dinilai Realistis, Ini Alasannya

Bisnis.com; 08 Januari 2021

AKARTA — Pemerintah menargetkan investasi dari sektor minyak dan gas bumi tahun ini sebesar US$17,7 miliar. Di tengah pandemi Covid-19, target itu dinilai masih realistis.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai target yang dipatok pemerintah tahun ini masih dapat dicapai kendati memang tidak mudah.

Menurutnya, kondisi pada hampir seluruh sektor pada 2021 kemungkinan akan relatif lebih baik dibandingkan dengan 2020 sehingga target itu dinilai masih realistis untuk dicapai.

“Secara otomatis besaran kebutuhan investasi termasuk di sektor migas juga akan relatif lebih besar,” katanya kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).

Di lain pihak, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai target investasi di sektor migas pada 2021 masih cukup berat untuk dicapai.

Menurutnya, sampai dengan saat ini kepastian hukum untuk investasi melalui revisi Undang-Undang Migas yang sangat dinantikan investor masih belum juga diselesaikan.

Di samping itu, sejumlah permasalahan yang masih perlu diperhatikan seperti permasalahan lahan, isu sosial, dan beberapa perizinan harus seger diselesaikan dan disederhanakan.

“Di sisi lain lapangan migas kita yang sudah tua dan tingkat rasio keberhasilannya cukup kecil menyebabkan investor berhati hati dalam menanamkan modalnya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).

Lebih lanjut, Mamit menyampaikan bahwa Covid-19 sepertinya akan memberikan dampak juga terhadap kegiatan investasi migas karena permintaan energi akan berkurang sehingga harga minyak cenderung tidak stabil dan hal tersebut menjadi perhitungan sendiri bagi investor dalam berinvestasi di sektor migas.

Kendati harga minyak mulai kembali naik, pergerakan harga minyak dunia masih sulit untuk diprediksi karena belum dapat dipastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

“Pandemi Covid-19 sudah memasuki gelombang ketiga di mana di beberapa negara sudah mulai terjadi pembatasan sehingga potensi terjadinya oversupply cukup besar, mudah-mudahan saja kabar baik mulai ditemukannya vaksin dapat terus menjaga harga minyak dunia,” ungkapnya.

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan investasi untuk dari sektor energi tahun ini bisa mencapai US$36,4 miliar. Perinciannya adalah dari sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) mencapai US$2,9 miliar, minerba US$6 miliar, ketenagalistrikan US$9,9 miliar, dan migas US$17,7 miliar.

Sementara itu, pada tahun lalu realisasi investasi dari sektor ESDM adalah US$24,4 miliar lebih rendah lebih rendah US$8,6 miliar jika dibandingkan dengan tahun lalu senilai US$33 miliar.

Subsektor migas masih memberi kontribusi investasi terbesar paling besar yaitu US$12,1 miliar disusul subsektor ketenagalistrikan sebesar US$7 miliar, minerba US$3,9 miliar, dan EBTKE sebesar US$1,4 miliar.

Mengapa Pemerintah Perlu Dukung Kegiatan Produksi Pertamina?

Bisnis.com, 6 Januari 2021

JAKARTA — Seorang akademisi menilai pemerintah perlu turun tangan atas merosotnya capaian kinerja produksi PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas nasional.

Staf pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menjelaskan bahwa faktor utama merosotnya kinerja produksi Pertamina grup pada tahun lalu disebabkan oleh keekonomian lapangan dan ditambah tekanan pandemi Covid-19.

Menurutnya, faktor terberat untuk realisasi kinerja Pertamina adalah tingkat keekonomian karena tekanan harga minyak dan faktor-faktor lapangan yang sudah tua memberi pengaruh ke menurunnya investasi dan aktivitas usaha Pertamina.

Sementara itu, pandemi Covid-19 semakin membatasi dan mengurangi aktivitas operasional Pertamina.

“Pertamina itu kan sedikit banyak sekarang backbone produksi nasional, dengan makin banyaknya blok yang dialihkelolakan kepadanya. Pemerintah mestinya bisa lebih memberi dukungannya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).

Menurut Pri, dukungan tersebut diperlukan untuk di blok-blok strategis yang menjadi tulang punggung nasional seperti Blok Mahakam, Blok Cepu, Offshore North West Java, dan Offshore Southeast Sumatra.

“Aspek fiskal dan keekonomian dalam PSC [production sharing contract]-nya mungkin perlu di-review lagi dengan situasi yang ada,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menuturkan bahwa jatuhnya harga minyak ditambah dengan penurunan permintaan karena pandemi Covid-19 membuat tekanan berat untuk kontraktor migas secara finansial.

Selain itu, restriksi pembatasan sosial berskala besar dan perjalanan luar kota dan luar negeri juga menunda berbaga kegiatan operasional walau dari sisi anggaran tersedia, eksekusi proyek pun menjadi terhambat, termasuk operasi perawatan, workover, dan kegiatan lain yang membantu menjaga tingkat produksi.

“Untuk tahun ini segalanya tergantung seberapa cepat kita pulih secara ekonomi, seberapa cepat distribusi vaksin sehingga bisa menekan angka infeksi, tapi saya yakin akan lebih baik dari 2020,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).

Pemerintah Harus Lebih Aktif dalam Proyek Strategis Nasional Hulu Migas

Bisnis.com; 03 Januari 2021

Dalam kasus proyek Blok Masela, pemerintah perlu lebih aktif untuk berperan dalam mendapatkan pembeli gas, sedangkan dalam proyek IDD harus ditemukan jalan tengah dan kompromi dalam hal keekonomian proyek.

JAKARTA — Pemerintah dinilai harus lebih aktif agar sejumlah proyek strategis nasional hulu minyak dan gas bumi yang pengerjaannya terseok-seok dapat segera direalisasikan.

Sejauh ini, terdapat dua proyek hulu migas yang masih terombang-ambing karena sang operator dari proyek tersebut berencana untuk melepaskan keikutsertaannya seperti yang terjadi pada proyek lapangan Abadi Blok Masela dan proyek Indonesia Deepwater Development.

Staf pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menilai kedua proyek tersebut seharusnya tidak boleh gagal terealisasi. Menurutnya, pemerintah memiliki tugas untuk memastikan kedua proyek itu dapat berjalan.

Pri menjelaskan bahwa dalam kasus proyek Blok Masela, pemerintah perlu lebih aktif untuk berperan dalam mendapatkan pembeli gas. Sementara itu, dalam proyek IDD harus ditemukan jalan tengah dan kompromi dalam hal keekonomian proyek.

“Berpikirnya harus makro, mengutamakan ada investasi yang bergulir ketimbang menitikberatkan pada aspek cost karena toh bukan kita [Indonesia] juga yang pada dasarnya mengeluarkan investasi untuk proyek itu,” katanya kepada Bisnis, Minggu (3/1/2021).

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya membantu agar konstruksi Blok Masela dapat diselesaikan tepat waktu, termasuk dalam pembebasan tanah untuk membangun jaringan pipa yang dibutuhkan untuk mendistribusikan gas hasil produksi dari lapangan Abadi.

Fahmy menjelaskan bahwa salah satu perkembangan yang telah dicapai dalam proyek Abadi Masela adalah penandatanganan kontrak antara Pemerintah Indonesia dan Inpex pada 2 tahun lalu setelah perundingan alot berlangsung bertahun-tahun. Sesuai dengan persetujuan tersebut, saat ini pembangunan konstruksi sedang berlangsung hingga 2024. Blok Masela baru akan menghasilkan produksi setahun setelahnya.

“Pasar gas di dalam dan luar negeri sangat besar. Tantangannya adalah menyelesaikan konstruksi dan infrastruktur pipa untuk penyaluran gas dari Masela ke konsumen. Dengan prospek yang besar, tidak sulit bagi Inpex mencari investor menggantikan Shell,” katanya kepada Bisnis, Minggu (3/1/2021).