Anatomi Pembentukan Harga Gas Indonesia

Anatomi Harga Gas Indonesia (1)

Penurunan harga gas domestik untuk industri menjadi salah satu prioritas pemerintahan Jokowi. Penurunan harga gas menjadi salah satu instrumen meningkatkan daya saing industri nasional. Presiden Jokowi menginstruksikan agar harga gas domestik dapat diturunkan menjadi 6 USD/MMBTU di plant gate pengguna akhir.

Dalam perkembangan terakhir, penetapan harga gas tersebut diatur melalui Peraturan Menteri ESDM No. 8/2020. Melalui peraturan tersebut, strategi yang dipilih pemerintah untuk menurunkan harga gas menjadi 6 USD/MMBTU di plant gate adalah dengan penurunan harga gas hulu menjadi 4-4,5 USD/MMBTU melalui pengurangan PNBP dan melakukan efisiensi biaya penyaluran menjadi 1,5-2 USD/MMBTU.

 

Anatomi Harga Gas Indonesia

Anatomi harga gas di Indonesia dipengaruhi tiga komponen utama yaitu, harga gas hulu, biaya penyaluran dan biaya niaga (midstream), dan kerangka regulasi yang berkaitan dengan pengaturan harga di sektor industri pengguna akhir. Dari ketiga komponen tersebut, harga gas hulu memiliki pengaruh yang paling besar yaitu sekitar 72,51% di dalam struktur pembentuk harga gas di tingkat pengguna akhir. Sementara untuk biaya penyaluran (transmisi dan distribusi) dan biaya niaga masing-masing adalah sebesar 22,56% dan 4,93%.

 

Harga Gas Hulu

Harga gas hulu memiliki peran penting di dalam anatomi harga gas Indonesia. Mengacu pada data realisasi penyaluran dan pemanfaatan gas pipa tahun 2019, porsi alokasi gas hulu yang disalurkan secara langsung oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tercatat sekitar 67,80% dari total alokasi gas untuk sektor industri.

Berdasarkan persebaran wilayahnya, studi ReforMiner menemukan harga gas hulu di beberapa wilayah seperti Aceh, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan beberapa wilayah di Jawa Barat rata-rata lebih dari 6,5 USD/MMBTU. Pengurangan bagian negara dengan nilai maksimal (PNBP = 0) di sejumlah wilayah tersebut belum dapat mendorong harga gas menjadi 6 USD/MMBTU di plant gate.

 

Biaya Penyaluran

Sekitar 90% infrastruktur jaringan pipa transmisi dan distribusi gas dikuasai oleh holding Pertamina (PGN dan Pertagas). Studi ReforMiner menemukan harga gas hulu yang lebih rendah di suatu wilayah tidak selalu sejalan dengan harga yang lebih rendah di tingkat pengguna akhir. Pada 2019, rata- rata harga gas hulu untuk wilayah Sumatera Selatan – Jawa Bagian Barat adalah sekitar 5,50 USD/MMBTU dengan biaya penyaluran sebesar 3,20 USD/MMBTU. Pada periode yang sama, rata-rata harga gas hulu untuk wilayah Jawa Bagian Timur sebesar 7,25 USD/MMBTU dengan biaya penyaluran sebesar 0,75 USD/MMBTU. Secara umum, biaya midstream berada pada kisaran 2,6-3,2 USD MMBTU.

Utilitas jaringan pipa dan model jaringan infrastruktur pipa gas menjadi komponen midstream lainnya yang berpengaruh dalam pembentukan harga gas di end user. Sampai dengan 2019, rata-rata utilitas jaringan pipa masih relatif relatif rendah, persentase utilitas untuk jaringan transmisi sekitar 52,10% sementara utilitas untuk jaringan distribusi sekitar 60,43% .

 

Biaya Gas untuk Industri Pengguna

Berdasarkan sektor industri pengguna gas, dari tujuh sektor yang diatur dalam Perpres No. 40/2016, tercatat hanya industri petrokimia (feedstock) dan industri pupuk yang memiliki porsi gas yang besar terhadap struktur pembentukan biaya, yaitu mencapai sekitar 70%. Porsi industri lainnya relatif rendah yaitu di bawah 30%.

 

Implementasi Kebijakan

ReforMiner menilai pemerintah telah memiliki kerangka regulasi yang cukup lengkap dalam upaya menerapkan penurunan harga gas untuk sektor industri. Namun aspek-aspek teknis operasional menyangkut implementasi kebijakan yang ada perlu untuk segera ditindaklanjuti dan diselesaikan. Hal itu meliputi kejelasan peraturan pelaksana dan petunjuk teknis tentang bagaimana penurunan harga gas di industri melalui pengurangan bagian penerimaan negara (PNBP) di hulu dan melalui pengurangan biaya penyaluran (midstream) akan dilakukan.

Dalam kaitan dengan pengurangan PNBP di hulu, perlu mempertimbangkan opsi melalui mekanisme di luar kontrak bagi hasil. Salah satu contohnya dengan memberikan insentif atau subsidi langsung kepada industri pengguna gas. Dengan opsi tersebut iklim investasi dan kepastian usaha di hulu gas relatif dapat terjaga karena penurunan harga gas tidak memerlukan perubahan kontrak bagi hasil.

Untuk sektor midstream, penurunan biaya penyaluran sebesar 1,5-2 USD/MMBTU kemungkinan akan sulit untuk dicapai jika hanya diserahkan kepada badan usaha untuk melakukan aksi korporasi. Penyesuaian biaya penyaluran memerlukan perubahan sejumlah aturan teknis seperti mekanisme perhitungan/ penyesuaian toll fee pada sejumlah ruas.

Manfaat Investasi Hulu Migas terhadap Perekonomian Nasional

Studi Manfaat Investasi Hulu Migas dalam Mendukung Perekonomian Nasional (1)

Studi ReforMiner menemukan bahwa investasi hulu migas Indonesia memiliki peran penting terhadap total investasi Indonesia maupun terhadap total investasi sektor migas itu sendiri. Selama 2015-2019 porsi investasi hulu migas mencapai sekitar 28,24% terhadap total investasi Indonesia yang dicatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada periode yang sama, investasi hulu migas sekitar 91,12% dari total investasi migas Indonesia.

Sektor hulu migas merupakan salah satu sektor yang penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal tersebut terefleksikan dari koefisien multiplier forward linkage hulu migas sebesar 3,9232 yang berada pada urutan 4 dari 51 sektor. Penciptaan nilai tambah ekonomi di sektor hulu migas memiliki manfaat yang besar terhadap penciptaan nilai tambah ekonomi nasional. Penciptaan nilai tambah ekonomi pada sektor hulu migas sebesar Rp 1 triliun berkorelasi dengan penciptaan nilai tambah ekonomi nasional sebesar Rp 3,92 triliun dan penggunaan tenaga kerja sekitar 1.325 orang.

Berdasarkan studi ReforMiner, investasi hulu migas memberikan manfaat positif terhadap pertumbuhan PDB Indonesia, peningkatan ekspor Indonesia, peningkatan pendapatan pemerintah, peningkatan penerimaan pajak, surplus neraca pembayaran, dan meningkatkan penguatan nilai tukar rupiah. Peningkatan investasi hulu migas sebesar 10% dapat meningkatkan PDB sekitar 0,09%, meningkatkan ekspor sekitar 0,36%, pendapatan pemerintah sekitar 1,17%, penerimaan pajak sekitar 0,10%, surplus neraca pembayaran sekitar 0,13%, dan penguatan nilai tukar rupiah sekitar 0,13%.

Proyek strategis hulu migas nasional terdistribusi dalam empat proyek yaitu proyek Abadi Masela, proyek Tangguh Train-3, proyek Jambaran Tiung Biru, dan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang besar. Realisasi investasi proyek strategis hulu migas nasional dapat memberikan manfaat positif terhadap pertumbuhan PDB Indonesia, peningkatan ekspor Indonesia, peningkatan pendapatan pemerintah, peningkatan penerimaan pajak, surplus neraca pembayaran, dan meningkatkan penguatan nilai tukar rupiah.

Simulasi ReforMiner menunjukan realisasi investasi proyek strategis hulu migas nasional selama lima tahun akan memberikan manfaat terhadap peningkatan PDB sekitar 0,53%, ekspor sekitar 2%, pendapatan pemerintah sekitar 6,56%, penerimaan pajak sekitar 0,54%, surplus neraca pembayaran sekitar 0,72%, dan penguatan nilai tukar rupiah sekitar 0,72%.