Pemerintah Diminta Hati-Hati Kejar Realisasi EBT, ini Potensi Bahayanya

Meredeka.com; 12 Oktober 2021

Merdeka.com - Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi tren transisi energi baru terbarukan (EBT). Sebab, hal itu justru berpotensi menimbulkan krisis energi jika disikapi secara berlebih.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro lantas menyoroti negara-negara seperti Inggris, Uni Eropa, China, dan India yang terlalu progresif menyambut program EBT. Mereka jadi terkena dampak krisis energi akibat harga gas alam yang melambung.

“Tapi yang saya mention adalah, jangan sampai kita mengalami seperti Inggris, seperti China, yang di dalam konteks ini kan mereka ingin cepat-cepat bergeser ke EBT,” ujarnya dalam sesi bincang virtual bersama SKK Migas, Selasa (12/10).

Untuk Inggris misalnya, Komaidi mencontohkan, pada satu bulan sebelumnya mereka menyampaikan akan memberikan contoh kepada dunia untuk menghilangkan penggunaan batu bara.

“Tetapi satu bulan kemudian mereka kembali ke batu bara karena ada kenaikan (harga gas alam) yang cukup signifikan. Itu berdampak terhadap kenaikan tarif listrik sehingga empat kali lipat,” ungkapnya.

Intinya, Komaidi coba menekankan pesan yang ingin disampaikan, bahwa seluruh pabrik atau perusahaan energi perlu mencermati transisi energi secara hati-hati. Meskipun Pemerintah RI juga sudah berkomitmen mengikuti mandatori dari Paris Agreement.

“Tapi kita perlu cerdas melihat tahun 2020, bauran energi Amerika Serikat untuk EBT baru 12 persen. Itu sebagian besar pun dari biomass. Sementara kita sepertinya ingin lari lebih cepat yaitu 23 persen di 2030,” ungkapnya.

“Ini mention yang ingin saya sampaikan supaya kita lebih hati-hati menjaga fosil yang sudah kita punyai, yaitu migas, itu kelolanya harus hati-hati,” tegas Komaidi.

 

Butuh investasi Rp 72,4 triliun per tahun, PLN diharapkan tak tambah utang

Kontan.co.id; 10 Oktober 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membutuhkan investasi sekitar Rp 72,4 triliun per tahun untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan selama kurun 2021-2030.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, besaran kebutuhan investasi tersebut tidak mudah dipenuhi mengingat kondisi keuangan PLN saat ini.

Jika merujuk dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 maka opsi pendanaan berasal dari beberapa sumber antara lain dana internal, pinjaman dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Sumber pendanaan internal bakal ditopang dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap. Sementara dana pinjaman dapat berupa pinjaman luar negeri, pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya serta hibah luar negeri.

“Laba bersih yang dibukukan PLN pada 2020 hanya sekitar Rp 6 triliun, kalau mengandalkan dari laba ditahan saya kira berat,” ungkap Komaidi kepada Kontan, Minggu (10/10).

Komaidi menambahkan, opsi pendanaan dengan menambah utang juga beresiko mengingat jumlah utang PLN saat ini yang sudah mencapai kisaran Rp 600 triliun. Penambahan investasi dengan skema utang dinilai justru bakal kian memperberat kinerja PLN.

Untuk itu, Komaidi menyarankan agar pemerintah mengambil peran lewat penyertaan modal negara (PMN). Disaat bersamaan, PLN perlu memperbaiki kinerja keuangan perseroan. Dengan demikian, dikemudian hari ada potensi alokasi investasi yang bersumber dari laba yang ditahan.

“Saya kira solusi saat ini adalah menambah PMN. Untuk menambah utang meskipun masih ada peluang saya kira sebaiknya tidak ditambah lagi,” imbuh Komaidi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan dengan kondisi capital expenditure (capex) yang terbatas maka ada sejumlah opsi yang dapat dilakukan PLN untuk memenuhi kebutuhan investasi.

Dalam memenuhi kebutuhan investasi untuk ketenagalistrikan maka perlu ada peningkatan peran Independent Power Producer (IPP) yang membawa 100% pendanaan. Selain itu, PLN juga dapat mencari equity partner untuk bermitra dengan anak usaha.

Fabby melanjutkan, upaya pemenuhan investasi juga dapat dilakukan lewat peran pemerintah. “Dukungan pendanaan dari pemerintah dalam bentuk PMN dan menggunakan skema pensiun dini PLTU milik anak perusahaan PLN dan menggunakan dananya untuk investasi di pembangkit ET,” kata Fabby kepada Kontan, Minggu (10/10).

Fabby menambahkan, pada kondisi saat ini maka anak usaha PLN seperti PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa-Bali perlu didorong untuk menambah aset pembangkit Energi Terbarukan (ET). Ini sebagai upaya untuk mengantisipasi penurunan aset pembangkit fosil yang direncanakan pensiun dini ataupun pembangkit yang usia ekonomisnya sudah tercapai.

Jadi Penggerak Ekonomi dan Industri, Pemerintah Diminta Tidak Abaikan Sektor Hulu Migas

Duniaenergi.com; 07 Oktober 2021

JAKARTA – Transisi energi terus digencarkan oleh seluruh masyarakat dunia. Glorifikasi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga terjadi di tanah air sehingga membuat industri migas seakan menjadi nomor dua, padahal sektor hulu migas sudah sewajarnya harus tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah. Ini lantaran struktur ekonomi nasional ternyata masih ditopang oleh sektor hulu migas, sehingga jika hulu migas nasional tidak mendapatkan perhatian maupun tidak dikelola dengan baik maka kondisi ekonomi nasional yang akan jadi taruhannya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan hulu migas memiliki peran penting dalam menggerakkan industri lain. Berdasarkan kajiannya di Indonesia memiliki 185 sektor yang menunjang perekonomian nasional. Dari 185 sektor tersebut ada 73 sektor industri pendukung migas dan ada 45 sektor industri yang langsung sebagai pengguna.

Dia menjelaskan sektor pendukung itu selama ini memasok barang dan jasa ke sektor hulu migas. Kalau sektor pengguna yang gunakan seperti kilang pabrik pupuk gas, listrik yang menggunakan gas sementara ada juga pendukung seperti transportasi, alat berat itu jumlah 73 sektor.

“Artinya kalau kegiatan hulu migas bermasalah sebetulnya bukan single player hulu mgias yang bermasalah tapi ada dibelakaangnya 73 sektor ikut bermasalah dan 45 sektor di depan bermasalah,” kata Komaidi dalam diskusi virtual, Kamis (7/10).

Dengan kondisi itu maka industri hulu migas kata dia bisa dikatakan adalah lokomotif perekonomian nasional. Sejumlah data kata Komaidi menunjukkan bagaimana industru hulu migas sangat vital dalam struktur ekonomi nasional. Misalnya Sektor pendukung industri hulu migas membentuk 55,99% PDB dan menyerap 61,53% tenaga kerja Indonesia. Sementara sektor pengguna membentuk 27.27% PDB dan menyerap 19,34% tenaga kerja.

Selain itu dari sisi investasi dalam data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam 6 tahun 2015-2020 dari total realisasi investasi rata-rata US$51 miliar, sementara hulu migas sekitar US$12 miliar atau secara persentase mencapai hampir 24% dari seluruh investasi di tanah air.

Selain itu menurut Komaidi dari data juga digambarkan ketika investasi hulu migas naik maka akan indikator makro ekonomi lainnya juga akan bergerak positif. Misalnya GDP nasional naik, ekspor naik, impor naik (struktur ekonomi bahan baku penolong impor), neraca pembayaran menguat, penerimaan kuat, pajak bagus serta nilai tukar terapresiasi.

“Kalau bicara khusus hulu mgias porsinya 24% dr total investasi di nasional. Satu sektor dari 185 sektor di indonesia porsi investasi mencapai 24% sisanya 184 sektor lain. Ini menunjukan sektor hulu migas terhadap investasi porsinya sangat besar kalau ada impact ke investasi nasional sangat signifikan. Kalau hulu migas tutup investasi indonesia hilang 23-24% kalau itu hilang output nasional akan turun dampaknya terhadap struktur ekonomi nasional membahayakan kalau kita cermati data yang ada,” jelas Komaidi.

Begitu juga dengan neraca perdagangan. Salah satu beban neraca perdagangan adalah neraca perdagangan migas yang diakibatkan oleh impor migas yang cukup besar. Jika mau impor dikurangi maka mau tidak mau produksi harus ditingkatkan.

“Maka pemeritah harus hati-hati perlakukan sektor migas termasuk merespon tuntutan internasional dalam melakukan transisi energi,” ungkap Komaidi.

Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah fungsi hulu migas untuk menggerakan industri lain. Ini tentu berhubungan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) karena ada 73 sektor industri yang terlibat sebagai penunjang industri hulu migas.

I Gusti Putu Suryawirawan, Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan sejak dulu industri hulu migas jadi perhatian pemerintah terutama untuk meningkatkan penggunana produk dalam negeri. Hal ini lantaran hulu migas merupakan sektor yang padat dan memerlukan pembelanjaan barang maupun jasa yang tidak sedikit sehingga potensi perputaran ekonominya sangat besar.

Sinergi antar lembaga menang jadi kunci untuk meningkatkan penggunaan produk barang maupun jasa dalam negeri.

Putu menjelaskan penggunaan komponen dalam negeri adalah karena adanya permintaan. Ketika permintaan terhadap barang dan jasa sudah terkonsolidasi dengan baik maka investasi juga akan mulai mengalir yang didukung oleh berbagai fasilitas dari pemerintah seperti kemudahan perizinan ketersediaan akses listrik dan lainnya.

“Para kontraktor migas juga diharapkan bisa terbuka mengenai kebutuhan barang maupun jasa. “Demand dari mana dari KKKS itu harus secara terbuka terutama di akhir tahun mengundang pelaku industri, tahun depan kami mau belanja ini itu, di sini, tanggal sekian. Ini harus terbuka .Karena yang belanja itu kontraktor migas,” ungkap Putu.

Menurut Putu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Kementerian Perindustrian memiliki peran sentral dalam kebijakan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Di sana bisa langsung dikoordinasikan apa saja kebutuhan para kontraktor migas untuk selanjutnya diinformasikan kepada industri melalui Kemenperin. ” Ini mereka (SKK Migas) jadi komandannya,” ujar Putu.

Dia menegaskan industri hulu migas masih tetap akan menjadi komponen penting dalam pengembangan industri nasional karena banyaknya turunan yang masih bergantung terhadap keberlangsungan industri hulu migas meskipun tren transisi energi saat ini makin gencar dikampanyekan.

“Jadi kegiatan ini (migas) masih akan berlangsung lama dan ada di wilayah Indonesia kita wajib mempunyai kemampuan mengolah. Kalau nggak bisa minimal kita punya kemampuan suplai peralatan penunjangnya. Jangan kegiatan banyak di sini tapi meterial harus impor,” jelas Putu.

Pengamat: Harga dan pasokan EBT jadi penentu target 51,6% EBT dalam RUPTL 2021-2030

Kontan, 05 Oktober 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pihak menilai rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 akan mengakselarasi pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) dalam beberapa tahun mendatang. Namun menurut pengamat, harga dan keberlanjutan pasokan EBT akan menjadi penentu.

Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai target EBT yang dibidik dalam RUPTL 2021-2030 bagus jika dapat dilaksanakan. “Namun melihat historis dan kondisi eksisting tampaknya tidak mudah untuk dapat mengimplementasikan target tersebut. Harga dan keberlanjutan pasokan EBT akan menjadi penentunya,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (5/10).

Asal tahu saja, saat ini masih ada proyek pembangkit EBT yang belum dapat berjalan atau bahkan mangkrak. Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya di Juni 2021, pihak Kementerian ESDM memaparkan ada 72 proyek EBT yang terkendala dengan total kapasitas 2.393,86 Megawatt (MW).

Komaidi mengatakan, penyebab utama masih mangkraknya proyek pembangkit EBT adalah masalah keekonomian proyek dan harga jual EBT-nya. “Harga jual umumnya lebih tinggi dari toleransi PLN. Sementara jika harga mengikuti PLN keekonomian proyeknya tidak dapat,” kata Komaidi.

Komaidi menyarankan, supaya target EBT 51,6% ini dapat terealisasi adalah harus ada intervensi dari pemerintah sebab EBT tidak akan berkembang jika hanya diserahkan pada mekanisme business to business (B to B).

Ketua Asosiasi PLTMH Riza Husni juga melihat bahwa RUPTL 2021-2030 sangat bagus dan harus diapresiasi. “Tekad Menteri ESDM untuk melakukan transisi energi ini tercermin di dalam RUPTL yang akhirnya PLN setuju dengan pembangkit energi bersih hingga 51,6%,” kata dia saat dihubungi terpisah.

Riza mengungkapkan saat ini banyak proyek PLTMH yang sudah di-list dalam RUPTL.

 

Benarkah Sentimen Harga Minyak Bisa Dongkrak Investasi Migas Indonesia?

Bisnis.com; 04 Oktober 2021

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dan gas bumi (migas) yang masih bertengger pada level yang baik dinilai bisa menjadi sentimen positif terhadap investasi di sektor tersebut di dalam negeri untuk mencapai target tahun ini.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa investasi yang dikucurkan kontraktor untuk industri hulu migas pada prinsipnya merupakan keputusan jangka Panjang. Para perusahaan migas pun akan menyikapi kenaikan harga minyak dunia dengan cermat, sehingga keputusan investasinya tidak langsung mengikuti tren tersebut. “Masih banyak faktor lain, seperti regulasi, kepastian usaha, dan iklim investasi yang juga menjadi penentu,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/10/2021).

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), per Agustus 2021 realisasi investasi hulu migas di Tanah Air baru mencapai US$6,13 miliar atau 49,5 persen dari target tahun ini senilai US$12,38 miliar.

Jika mengacu pada tren di sektor hulu migas, kata Komaidi, investasi pada paruh kedua pada umumnya akan lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi di paruh pertama.

Pasalnya, seluruh proses administrasi yang diajukan oleh kontraktor telah selesai pada semester kedua, sehingga perusahaan tinggal melaksanakannya di lapangan. Dengan tren dan sentimen dari posisi harga minyak dunia yang baik pada paruh kedua semester II, kemungkinan untuk mencapai target investasi migas pada tahun ini masih sangat realistis untuk digapai. “Jika melihat harga yang naik signifikan, harusnya dapat menjadi insentif,” jelasnya

Rancangan Perpres Pembelian Tenaga Listrik EBT

Rancangan Perpres Pembelian Tenaga Listrik EBT

Legen din kan fortelle deg mer om paliteligapotek interaksjoner med andre medikamenter, test de populære potensmedikamentene for å finne ut hvem som passer deg best eller fordi disse er liksom ikke riktig å trene. Desto eldre mannen er, jo lavere dose av Cialis må han bruke eg synonympreparatet til Viagra kan kjøpes i vårt apotek, du har muligheten til å kjøpe Vardenafil i vårt online-apotek.

Harga komoditas energi merangkak naik, bagaimana dampak ke tarif BBM dan listrik?

Kontan, 4 Oktober 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga komoditas energi, baik minyak, gas dan batubara terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan kebijakan penyesuaian tarif energi khususnya subsidi bergantung pada kebijakan pemerintah. Menurutnya, pemerintah memiliki dua opsi yakni menyesuaikan harga atau menambah alokasi subsidi.

“Jika penyesuaian harga dilakukan berarti pemerintah memilih menggeser beban tersebut pada konsumen. Namun jika harga dipertahankan berarti menggeser beban pada keuangan negara,” jelas Komaidi kepada Kontan, Senin (4/10).

Komaidi menjelaskan, secara khusus untuk tarif listrik maka energi primer umumnya memegang porsi sekitar 60% hingga 75% pada tarif listrik. Makin tinggi harga energi primer maka makin tinggi pula porsinya terhadap biaya penyediaan listrik.

Sementara itu, Komaidi menilai perlu ada penyesuaian harga untuk BBM non subsidi mengingat harga minyak mentah yang naik signifikan. “Kalau tidak ada penyesuaian saya kira pelaku usaha akan merugi,” ujar Komaidi.

Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengungkapkan kebijakan penyesuaian tarif listrik sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. “Kami siap untuk menjalankan,” kata Bob.

Untuk harga batubara, PLN cukup beruntung pasalnya harga batubara untuk kebutuhan pembangkit telah dikunci diharga US$ 70 per ton. Kendati demikian, potensi kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit membayangi PLN dengan rencana pemerintah menerapkan pajak karbon bagi badan usaha di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Bob mengungkapkan pihaknya siap mengikuti ketentuan pemerintah terkait pengenaan pajak karbon. Kendati demikian, pihaknya belum melihat lebih rinci terkait regulasi yang bakal diterapkan tersebut. Yang terang, sejumlah upaya dekarbonisasi terus dilakukan PLN.

Bob menjelaskan, pengenaan pajak karbon berpotensi menaikkan BPP Pembangkitan. Saat ini, PLTU tercatat memegang porsi sekitar 65% pada sistem kelistrikan PLN.

“PLN adalah perusahaan yang highly regulated termasuk tarif dan model bisnis saat ini. Pengenaan pajak karbon akan menaikkan BPP dan tentu saja dengan skema tarif saat ini akan berkolerasi dengan subsidi dan kompensasi,” terang Bob kepada Kontan, Senin (4/10).

Bob memastikan, saat ini PLN dalam pengembangan PLTU telah menggunakan teknologi terkini dengan efisiensi yang lebih tinggi. Selain itu, implementasi teknologi ini juga membuat PLTU lebih ramah lingkungan termasuk meminimalisir dampak energi karbon yang dihasilkan.

Bob melanjutkan, PLN pun kini terus melakukan transformasi dengan salah satu pilar yakni Green dimana PLN telah meluncurkan green energi booster. Program ini meliputi pembangunan pembangkit Energi Terbarukan (ET), penerapan cofiring pada PLTU serta konversi pembangkit diesel ke EBT. “Kita juga sedang mengkaji penerapan teknologi carbon capture, utilization and storage (CCUS),” kata Bob.