Indonesia Butuh Sumber Migas Baru dari ”Lapangan Hijau”

Kompas.com;16 Desember 2023

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu menemukan sumber minyak dan gas bumi raksasa dari lapangan hijau (greenfield) jika ingin target produksi siap jual (lifting) minyak bumi sebesar 1 juta barel pada 2030 tercapai. Temuan sumber migas baru, dengan skala relatif kecil, tetap menjadi hal positif meskipun hanya akan mampu menahan penurunan laju produksi.

Beberapa waktu lalu, PT Pertamina EP menemukan dua sumber migas baru di Jawa Barat. Pertama yaitu Sumur East Akasia Cinta (EAC)-001 di Kabupaten Indramayu, dengan laju air minyak 30 barel per hari. Kedua, Sumur East Pondok Aren (EPN)-001 di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan rate (produksi) minyak sebesar 402 barel per hari. Dihasilkan juga gas dari kedua sumur tersebut.

Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, adanya temuan sumber migas baru menjadi hal positif. Artinya, ada sumur-sumur baru yang segar, yang dapat membantu menahan laju penurunan produksi yang secara alami terjadi pada sumur-sumur tua.

Akan tetapi, jika dikaitkan dengan target capaian 1 juta barel minyak per hari pada 2030, masihlah jauh. ”Bahwa itu disebutkan bagian dari program untuk menyesuaikan (capaian produksi minyak bumi), iya. Namun, skalanya hanya untuk menahan laju pada sumur-sumur Pertamina. Apabila ditarik ke target produksi nasional, jika yang lain tak ikut mencari, sulit,” ujar Pri Agung, saat dihubungi, Jumat (15/12/2023).

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting minyak bumi per 31 Oktober 2023 hanya 604.300 barel per hari. Terjadi penurunan dibandingkan dengan capaian semester I-2023 yang diakibatkan, di antaranya adanya kebocoran pipa-pipa akibat fasilitas produksi yang menua.

Menurut Pri Agung, target lifting minyak bumi sebanyak 1 juta barel per hari pada 2030 semakin tidak realistis. Dua hal perlu menjadi strategi utama. Pertama yaitu menahan laju penurunan produksi di sumur-sumur migas yang ada. Kedua, harus menemukan sumber-sumber migas baru di greenfield, bukan brownfield, atau di sekitar lapangan yang sudah ada.

”(Greenfield) itu posisinya ada di Indonesia timur, di laut dalam. Semua, termasuk pemerintah, pun sudah tahu sebenarnya. Namun, itu membutuhkan investasi besar dan ada kepastian siapa yang mau masuk ke situ,” ujar Pri Agung.

Sumber-sumber migas skala besar sebenarnya sudah atau baru ditemukan. Selain Blok Masela di Maluku, baru-baru ini juga ditemukan di Wilayah Kerja North Ganal, di Kalimantan Timur. Menurut Pri Agung, sebelum berbicara temuan-temuan baru, sebenarnya sumber-sumber yang sudah ditemukan itulah yang perlu dipercepat berproduksi.

Ia menambahkan, kendati temuan-temuan baru lebih pada gas bumi, minyak ikutannya pun berpotensi dalam jumlah besar. ”Sebagain besar itu memang lapangan gas, tetapi ikutan kondensatnya pasti ada. Kecenderungannya, (produksi) minyak yang dihasilkan dari situ pun lebih besar dibandingkan dengan temuan di sumur-sumur biasa. Minyak atau kondensatnya bisa sampai 10.000-15.000 barel per hari. Skalanya besar,” tutur Pri Agung.

Konsep baru

VP Explorations Pertamina EP, Indra Yuliandri, menuturkan, temuan sumber migas di dua sumur di Jabar ialah manifestasi dari implementasi strategi eksplorasi perusahaan yang masif dan agresif. Pengeboran sumur EPN-001 juga pembuktian konsep baru berupa stratigraphic trap di Formasi Lower Cibulakan, Subcekungan Ciputat.

”Pengeboran ini menjadi salah satu pionir dalam pembuktian konsep eksplorasi yang berbeda untuk menemukan serta membuka potensi akumulasi migas yang baru di area onshore Jawa Barat Utara,” kata Indra melalui siaran pers, Rabu (13/12/2023).

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, sejumlah capaian kegiatan hulu migas menunjukkan hal positif. Itu tecermin di antaranya dari sejumlah aspek. Misalnya angka penurunan produksi minyak yang pada tahun 2022 mencapai 6,9 persen berhasil ditekan menjadi 1,1 persen pada 2023. Capaian pada gas bumi lebih baik, yakni dari sebelumnya menurun 2,5 persen (2022) menjadi meningkat 1,3 persen.

Menurut Dwi, salah satu faktor utama dalam pencapaian ini adalah keberhasilan eksekusi program kerja yang masif. Jumlah pengeboran mencapai 849 sumur hingga akhir tahun 2023, melampaui angka tahun sebelumnya yang hanya 790 sumur. ”Kegiatan work over (pengerjaan ulang) dan well service (perawatan sumur migas) juga meningkat signifikan, dari 30.755 kegiatan menjadi 35.849 kegiatan,” kata Dwi.

Peran Strategis Pertamina dalam Mencapai Target Produksi Migas 2030

Katadata.co.id; 13 Desember 2023

Pemerintah menetapkan target produksi minyak bumi sebesar satu juta BOPD dan gas bumi 12 ribu MMSCFD yang akan dicapai pada 2030. Akan tetapi, tantangan untuk mencapai target tersebut semakin berat seiring terus turunnya produksi migas nasional. Sepanjang 2010 hingga 2022, produksi migas nasional turun rata – rata 3,28 % per tahun untuk minyak dan 3,36 % per tahun untuk gas. Kinerja produksi migas pada 2023 juga masih di bawah target. SKK Migas memperkirakan produksi minyak bumi sampai akhir tahun ini 606,3 juta barel per hari atau 91,1 persen dari target APBN 2023. Sementara hasil gas bumi diperkirakan sekitar 5.400 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 87,7 persen dari target APBN 2023.

Selama lima tahun terakhir realisasi produksi migas lebih rendah dari target APBN. Rata-rata realisasi produksi minyak hanya sekitar 93,69 % dari target APBN dan rata-rata realisasi produksi gas bumi hanya 95,26%. Hal itu salah satunya karena produksi migas Indonesia bergantung terhadap lapangan-lapangan existing yang telah berada pada fase penurunan produksi alamiah.

Peran Penting Pertamina
Berdasarkan porsi kontribusinya, Pertamina tercatat memiliki peran penting dalam pencapaian produksi migas nasional selama beberapa tahun terakhir. Saat ini Pertamina berkontribusi sekitar 68 % terhadap produksi minyak nasional dan 34 % terhadap produksi gas nasional. Dengan porsi tersebut, Pertamina berperan penting dalam membantu pemerintah untuk mencapai target produksi migas nasional pada 2030. Produksi minyak nasional pada 2023 dilaporkan menurun sekitar 0,16 % dari tahun sebelumnya. Realisasi produksi minyak tersebut menyusut dari 607,3 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 606,3 ribu barel per hari pada tahun ini. Sementara, produksi minyak Pertamina pada periode yang sama justru meningkat sekitar 10 %, dari 586 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 593 ribu barel per hari pada 2023.

Untuk gas bumi, produksi gas nasional pada 2023 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Total realisasi produksi gas nasional pada tahun ini diproyeksikan sekitar 5.400 MMSCFD, meningkat 1,05 % dari realisasi 2022 yang tercatat 5.344 MMSCFD. Pada periode yang sama produksi gas Pertamina meningkat sekitar 5 %, dari 2.624 MMSCFD pada 2022 menjadi 2.746 MMSCFD. Kontribusi positif Pertamina tidak hanya pada peningkatan kinerja operasional, juga melalui peningkatan kinerja finansial. Di antaranya yaitu meningkatnya nilai investasi Pertamina di sektor hulu migas pada 2023 meningkat 25 % dari tahun sebelumnya.

Realisasi investasi Pertamina di sektor hulu migas ini setara US$ 4.009 juta, meningkat dari sebelumnya US$ 3,203 juta. Investasi Pertamina tersebut berkontribusi sekitar 41,3 % terhadap total investasi hulu migas nasional pada 2023 yang diproyeksi sebesar US$ 13,9 juta.

Mencermati perkembangan yang ada, tren positif kinerja Pertamina selama kurun 2022-2023, kemungkinan masih terus berlanjut pada 2024. Berdasarkan data work program and budget (WP&B) tahun 2024, Pertamina menargetkan produksi minyak 593 ribu barel per hari, atau meningkat 5 % dibandingkan realisasi 2023. Sementara untuk gas, Pertamina menargetkan peningkatan produksi pada 2024 sebesar 1 % dari 2.746 MMSCFD pada tahun 2023 menjadi 2.769 MMSCFD.

Keberhasilan Pertamina di dalam menahan laju penurunan produksi migas nasional menjadi momentum yang perlu dijaga oleh pemerintah. Pemberian insentif keekonomian diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian dari lapangan migas Pertamina yang sebagian besar merupakan mature field. Optimalisasi produksi pada lapangan migas existing menjadi salah satu upaya jangka pendek yang dapat dilakukan untuk menahan laju penurunan produksi migas nasional.

Sejalan dengan keberhasilan Pertamina tersebut, peningkatan aktivitas eksplorasi dan produksi pada lapangan – lapangan baru untuk menambah produksi migas nasional secara signifikan juga mendesak dilakukan. Pertamina yang saat ini mengoperasikan sebagian besar lapangan migas di Indonesia memiliki peran strategis di dalam melakukan optimalisasi untuk menjaga dan bahkan meningkatkan produksi migas nasional.

Fleksibilitas pengaturan di dalam komponen-komponen fiskal yang ada di dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keekonomian mature field. Beberapa komponen fiskal tersebut di antaranya (1) fleksibilitas bagi kontraktor untuk dapat memilih bentuk kontrak yang lebih sesuai dengan kondisi wilayah kerjanya dan strategi portofolio investasinya (2) perubahan split bagi hasil (penambahan split bagi kontraktor), (3) First Tranche Petroleum (FTP) yang diturunkan, (4) pengembalian biaya operasi melalui depresiasi yang dipercepat, (5) perpanjangan periode domestic market obligation (DMO) holiday dengan mengacu pada harga Indonesian Crude Price (ICP) dan (5) penambahan investment credit.

Untuk peningkatan produksi migas yang lebih signifikan, pemberian insentif keekonomian juga perlu diberikan pada fase eksplorasi. Berdasarkan data, selama periode 2015 – 2023, porsi terbesar dari investasi hulu migas nasional adalah untuk produksi (69,64%) dan pengembangan (14,49). Sementara porsi investasi untuk kegiatan eksplorasi pada periode yang sama hanya berada pada kisaran 5,93%.

Pola investasi yang ada mencerminkan bahwa kegiatan usaha hulu migas saat ini lebih difokuskan untuk memelihara tingkat produksi yang ada. Misalnya, dengan pemeliharaan atas operasi yang ada. Lalu, pada skala terbatas, melalui upaya pengembangan. Publikasi Indonesian Petroleum Association (2020) menyebutkan bahwa eksplorasi hulu migas di Indonesia menjadi salah satu yang paling berisiko. Tingkat pengembalian investasi dari lapangan migas (IRR, Internal Rate of Return) di Indonesia dilaporkan tergolong rendah yaitu di bawah rata – rata IRR global sebesar 10,4%.

Kegiatan eksplorasi migas di Indonesia juga dihadapkan dengan tingkat ketidakpastian hukum yang tinggi. Data SKK Migas (2023) memperlihatkan, Indonesia tercatat menempati peringkat 13 dari 14 negara berkaitan dengan sistem hukum. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh penyelesaian revisi Undang – Undang Migas yang terus tertunda.

Berdasarkan data dan fakta tersebut, sangat jelas bahwa Pertamina memiliki peran strategis dalam membantu pemerintah untuk merealisasikan target produksi migas yang akan dicapai pada 2030. Karena itu, sejumlah kendala yang dihadapi dalam kegiatan usaha hulu migas terutama oleh Pertamina, menjadi penting untuk diberikan perhatian.

Andalkan Lapangan Mature dan Investasi Eksplorasi Minim, Sulit Capai Target Produksi Migas 1 Juta BOPD

Liputan6.com; 10 Desember 2023

Liputan6.com, Jakarta – Tantangan pemerintah untuk mencapai target produksi minyak bumi 1 juta BOPD dan gas bumi 12.000 MMSCFD di 2030 semakin berat. Hal ini karena sumur minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia mengalami penurunan produksi akibat sudah masuk dalam kategori mature.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, pada periode 2010 hingga 2022, produksi migas nasional tercatat mengalami penurunan. “Rinciannya,rata-rata produksi minyak turun sekitar 3,28% per tahun sedangkan gas turun 3,36% per tahun,” kata dia dikutip pada Minggu (10/12/2023).

Tak berbeda jauh kinerja produksi migas pada 2023 tercatat juga masih dibawah target. Berdasarkan data yang ada, perkiraan produksi minyak bumi hingga akhir 2023 adalah 606,3 ribu barel per hari atau 91,1 persen dari target APBN 2023.

Sementara perkiraan salur gas bumi pada tahun 2023 adalah 5.400 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 87,7 persen dari target APBN 2023. Selama lima tahun terakhir, realisasi produksi migas terhadap target APBN rata – rata adalah 93,69% untuk minyak bumi dan 95,26% untuk gas bumi.

Kinerja produksi migas nasional ini dapat diperkirakan sebelumnya karena utamanya mengandalkan produksi dari lapangan yang telah berproduksi sebelumnya (existing) yang kurang lebih 70% diantaranya sudah masuk kategori mature,” kata Komaidi.

kinerja produksi migas yang demikian itu juga terbentuk dari pola investasi hulu migas nasional yang telah hampir dua dekade terakhir ini porsi terbesarnya adalah untuk pemeliharaan produksi.

Selama periode 2015 – 2023, porsi terbesar dari investasi hulu migas nasional rata-rata kurang lebih adalah untuk produksi (71,06%) dan pengembangan (15,4%). Sementara porsi investasi untuk kegiatan eksplorasi pada periode yang sama hanya berada pada kisaran 5 – 6%.

Dengan profil produksi yang sebagian besar mengandalkan lapangan migas mature-existing dan pola investasi hulu yang porsi eksplorasinya minim, akan sangat sulit untuk dapat mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta BOPD dan gas bumi sebesar 12.000 MMSCFD pada 2030.

Industri Hulu Migas Perlu Sentuhan Teknologi untuk Tingkatkan Produksi

Sebelumnya, industri hulu minyak dan gas bumi (Migas) membutuhkan teknologi untuk mencapai keberhasilan dalam meningkatkan produksi, hal tersebut pun menjadi peran penting di tengah kebutuhan yang meningkat.

Deputi Ekspoitasi SKK Migas Wahju Wibowo mengatakan, adopsi AI di industri hulu migas sudah menjadi kebutuhan penting agar industri ini dapat terus bertahan dan berkembang. Saat ini, peranan teknologi akan sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan bisnis, termasuk di industri hulu migas.

“Dengan jumlah aset yang banyak dan jumlah tenaga kerja yang terbatas, digitalisasi memegang peranan penting dalam kegiatan Operasi,” kata Wahju, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Salah satu produsen Migas nasionalPGN Saka sebagai afiliasi PGN Subholding Gas Pertamina telah berhasil ciptakan inovasi teknologi dalam kegiatan operasi bernama ESP Predictive Solution (ESPresso). Inovasi ini merupakan solusi PGN Saka yang ditawarkan untuk internal dan utilisasi open-source meliputi dua aspek kunci yakni Anomaly Detection dan prediksi Remaining Useful Life (RUL).

“Sejak tahun 2014, PGN Saka secara bertahap terus meningkatkan pemanfaatan teknologi Digital dalam rangka mencari dan menjaga Produksi Hidrokarbon dari perut bumi,” Ungkap Direktur Utama PGN Saka, Medy Kurniawan.

PGN Saka menerapkan ide dengan menggabungkan teknologi, keahlian, dan machine learning dalam inovasi ESPresso, guna mengembangkan sistem peringatan dini untuk memantau kinerja pompa Electrical Submbersible Pump (ESP) yang dipasang di sumur produksi PGN Saka serta memprediksi RUL sebagai deteksi waktu yang diperlukan untuk penggantian unit/komponen dari ESP tersebut.

Machine Learning

Dengan demikian, akan menghasilkan solusi kolaborasi internal pertama untuk memberikan pengetahuan dalam penggunaan machine learning dan pemahaman kinerja melalui wawasan berbasis data.

Di tahun 2023, PGN Saka juga telah mencanangkan program Digital Twin di Wilayah Kerja Pangkah. Digital Twin merupakan replika dari Fasilitas Produksi Migas berupa tampilan model 3 Dimensi, yang terkoneksi dengan Real-time Sensor dan berbagai Informasi pendukung seperti laporan inspeksi, dokumen teknis, gambar equipment, data drawing dan PNID diagram.

Proses Transformasi Digital di PGN Saka dimotori oleh para Perwira dan Pertiwi dengan berbagai latar belakang, seperti Operations, Engineering dan Information Technology. Kali ini, inovasi ESPresso digagas oleh Arif Afandy, Risma Yudhanto, Ifani Ramadhani (Operations Engineering), Raditia Wiyadi (IT), dan Harris Pramana (Subsurface).

Teknologi Digital

“PGN Saka aktif untuk melibatkan teknologi digital dalam menjalankan kinerja operasi sekaligus untuk menghadapi tantangan bisnis dan operasi. Dalam hal ini tidak lepas dari peran penting SDM, sehingga pengelolaan SDM kami lakukan dan kelola berkelanjutan untuk kemajuan PGN Saka dalam bisnis energi nasional sektor hulu lebih baik lagi,” tutup Medy.

Berkat inovasi Espresso, PGN Saka berhasil meraih Juara 1 Lomba Hackaton SKK Migas dalam kategori Proof of Concept – Advanced Level Pemanfaatan AI/ML terkait inovasi digital di Industri Hulu Migas.

Mimpi 1 Juta Barel Minyak RI Kian Sulit Digapai, Cek Faktanya

CNBCIndonesia.com; 7 Desember 2023

Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana pemerintah merealisasikan target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 kemungkinan cukup sulit. Terlebih, di tengah kondisi capaian produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi (migas) tahunan yang terus jeblok.
Berdasarkan catatan ReforMiner Institute, tantangan pemerintah untuk mencapai target produksi migas semakin berat. Apalagi, selama periode 2010 hingga 2022 produksi migas nasional tercatat mengalami penurunan rata-rata sekitar 3,28% per tahun untuk minyak dan 3,36% per tahun untuk gas.

Ditambah, kinerja produksi migas pada tahun 2023 tercatat juga masih di bawah target. Berdasarkan data yang ada, proyeksi produksi minyak hingga akhir 2023 adalah 606,3 ribu barel per hari atau 91,1% dari target APBN 2023.

Sementara, perkiraan salur gas bumi pada 2023 adalah 5.400 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 87,7% dari target APBN 2023. Selama lima tahun terakhir, realisasi produksi migas terhadap target APBN rata-rata adalah 93,69% untuk minyak bumi dan 95,26% untuk gas bumi.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro dalam laporan ini memaparkan, kinerja produksi migas nasional tersebut di atas telah dapat diperkirakan sebelumnya, lantaran hanya mengandalkan produksi dari lapangan migas yang telah ada (eksisting), di mana sekitar 70% di antaranya sudah masuk kategori mature (matang).

“Profil dan kinerja produksi migas yang demikian itu juga terbentuk dari pola investasi hulu migas nasional yang telah hampir dua dekade terakhir ini porsi terbesarnya adalah untuk pemeliharaan produksi,” kata Komaidi dalam laporan tersebut, Kamis (7/12/2023).

Dalam laporan ini, Komaidi memerinci selama periode 2015-2023, porsi terbesar dari investasi hulu migas nasional rata-rata kurang lebih adalah untuk produksi (71,06%) dan pengembangan (15,4%). Sedangkan, porsi investasi untuk kegiatan eksplorasi pada periode yang sama hanya berada pada kisaran 5-6%.

Menurut dia, dengan profil produksi yang sebagian besar mengandalkan lapangan migas yang berumur tua dan pola investasi hulu yang porsi eksplorasinya minim. Hal ini tentunya akan sangat sulit untuk dapat mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta bph dan gas bumi sebesar 12.000 MMSCFD atau 12 BSCFD pada 2030.

Komaidi menilai, optimalisasi lapangan matang ini sejatinya dapat dikatakan telah cukup berhasil dilakukan oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Tanah Air, dalam menahan laju penurunan produksi yang ada.

Sebagai contoh dalam hal ini, adalah Pertamina, yang saat ini berkontribusi sekitar 68% terhadap produksi minyak nasional dan 34% terhadap produksi gas nasional.

Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak nasional pada 2023 mengalami penurunan sekitar 0,16% dari tahun sebelumnya. Realisasi produksi minyak nasional turun dari 607,3 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 606,3 ribu barel per hari pada 2023.

Sementara, produksi minyak Pertamina pada periode yang sama tercatat meningkat sekitar 10%, dari 586 ribu barel per hari pada 2022 menjadi 593 ribu barel per hari pada 2023.

Untuk gas, peningkatan produksi nasional sebesar 1,05% pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya di antaranya juga merupakan kontribusi dari Pertamina. Realisasi produksi gas nasional pada 2023 diproyeksi sekitar 5.400 MMSCFD, meningkat sekitar 1,05% dari realisasi 2022 yang tercatat sekitar
5.344 MMSCFD pada 2022.

“Pada periode yang sama, produksi gas Pertamina meningkat sekitar 5%, dari 2.624 MMSCFD pada 2022 menjadi 2.746 MMSCFD pada 2023,” tambahnya.

Di samping itu, total investasi Pertamina di sektor hulu migas pada tahun 2023 tercatat juga mengalami peningkatan sebesar 25% dari tahun sebelumnya. Adapun, realisasi investasi Pertamina di sektor hulu migas pada 2023 tercatat sebesar US$ 4,009 juta, meningkat dari sebelumnya US$ 3,203 juta.

“Investasi Pertamina di sektor hulu migas tersebut berkontribusi sekitar 41,3% terhadap investasi hulu migas nasional pada tahun 2023 yang diproyeksi sebesar US$ 13,9 juta,” ujarnya.

Komaidi pun menyebut tren positif dari kinerja Pertamina selama kurun 2022-2023, diproyeksikan akan terus berlanjut pada 2024. Berdasarkan Work Program and Budget (WP&B) tahun 2024, Pertamina menargetkan produksi minyak sebesar 593 ribu barel per hari,atau meningkat sebesar 5% dibandingkan realisasi 2023.

Sementara untuk gas, Pertamina menargetkan peningkatan produksi gas pada 2024 sebesar 1% dari 2.746 MMSCFD pada tahun 2023 menjadi 2.769 MMSCFD pada tahun 2024.

Dalam hal menahan laju penurunan produksi, dengan sebagian besar lapangan migas mature yang sebagian besar juga telah diserahkelolakan ke Pertamina, maka pilihan kebijakan pemerintah dapat dikatakan relatif tidak banyak selain memberikan dukungan berupa peningkatan keekonomian lapangan seoptimal mungkin.

“Di dalam implementasi, hal ini pada dasarnya memungkinkan untuk dapat dilakukan dengan relatif sederhana,” katanya.

Beberapa insentif yang bisa diberikan menurutnya antara lain melalui pemberian keleluasaan (fleksibilitas) untuk dapat memilih bentuk kontrak yang lebih sesuai dengan kondisi wilayah kerjanya dan strategi portofolio investasinya. Kedua, menambah porsi bagian KKKS melalui penyesuaian besaran komponen-komponen fiskal yang ada di dalam Kontrak Kerja Sama (KKS).

Adapun, beberapa komponen fiskal yang dapat disesuaikan tersebut di antaranya adalah perubahan split bagi hasil (penambahan split bagi kontraktor), mengurangi persentase First Tranche Petroleum (FTP).

Kemudian, pengembalian biaya operasi melalui depresiasi yang dipercepat, perpanjangan periode Domestic Market Obligation (DMO) Holiday dengan mengacu pada harga Indonesian Crude Price (ICP) dan penambahan investment credit.

Pola Investasi Migas RI Biang Kerok Sulitnya Capai Target 1 Juta Barel

Katadata.co.id; 7 Desember 2023

Pemerintah menargetkan produksi minyak mentah 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Target ini dinilai sangat berat seiring dengan terus turunnya produksi yang terbentuk akibat pola investasi migas yang lebih fokus pada produksi ketimbang eksplorasi. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa menurut catatannya, selama periode 2010 hingga 2022 produksi migas turun sekitar 3,28% per tahun untuk minyak dan 3,36% untuk gas.

“Penurunan produksi migas ini karena Indonesia selama ini mengandalkan produksi dari lapangan eksisting yang kurang lebih 70% diantaranya sudah masuk kategori mature,” kata Komaidi dalam ReforMiner Note bertajuk “Target Produksi Migas Tahun 2030 dan Reformasi Pengelolaan Hulu Migas Nasional”, dikutip pada Kamis (7/12). Komaidi menjelaskan bahwa kinerja tersebut terbentuk akibat pola investasi hulu migas nasional yang sebagian besarnya digunakan untuk pemeliharaan produksi. Hal ini bahkan telah berlangsung selama hampir dua dekade terakhir. Menurut catatan Reforminer, dalam jangka waktu 2015-2023, porsi investasi hulu migas nasional rata-rata sebanyak 71,06% untuk produksi, 15,4% untuk pengembangan, sedangkan untuk kegiatan eksplorasi hanya 5-6%.

“Dengan profil produksi dan pola investasi hulu sebagaimana di atas, akan sangat sulit untuk dapat mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta BOPD dan gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030,” kata Komaidi.

Untuk kinerja produksi tahun ini juga tercatat masih di bawah target. Komaidi memproyeksikan produksi minyak tahun ini hanya 606,3 ribu BOPD atau 91,1% dari target APBN 2023. Sementara perkiraan salur atau lifting gas bumi 5.400 MMSCFD atau 87,7% dari target.

Menurut data lima tahun terakhir, Reforminer mencatat realisasi produksi migas terhadap target APBN rata-rata 93,69% untuk minyak bumi dan 95,26% untuk gas bumi.

Sebelumnya SKK Migas telah mengakui bahwa target produksi target 1 juta BOPD minyak dan 12 BSCFD sangat menantang dan berat lantaran sebagian besar lapangan migas yang sudah mature sehingga produksinya turun secara alamiah. “Karena secara aset mungkin 80-90% lapangan kita sudah mature, tekanan berkurang dan lain sebagainya,” kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf dalam acara Forum Kapasitas Nasional 2023 pada Kamis (23/11)

Kendati demikian, Nanang menyebut pemerintah masih terus berusaha meningkatkan recovery factor. Maksimalisasi produksi migas juga dilakukan melalui cara-cara lain, seperti menggunakan metode enhanced oil recovery (EOR) menggunakan chemical, bakteri, injeksi CO2 atau dengan steam flood.

“Jika produksi tidak dapat mendekati target maka akan semakin besar kekurangan yang harus ditutupi. Kalau kita hanya mengandalkan produksi saat ini tidak ada upaya-upaya lagi, kemungkinan harus impor,” ujarnya.

Optimalisasi Value Creation demi Naikan Keekonomian Panas Bumi

Petrominer.com; 1 Desember 2023

Jakarta, Petrominer – Hingga kini, pengusahaan panas bumi di Indonesia diyakini masih menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya. Padahal dalam jangka panjang, data menunjukkan bahwa biaya operasi listrik panas bumi dapat menjadi salah satu yang termurah dibandingkan beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan perlu adanya kesungguhan dari Pemerintah bersama para pihak terkait untuk mengoptimalkan potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia sebagai sumber energi masa depan. Pemerintah pun diminta untuk memperbaiki ekosistemnya dan didorong untuk berkolaborasi dengan para stakeholder.

“Dalam hal ini pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki ekosistem industri panas bumi dan mendorong kolaborasi dari para stakeholder terkait,” ungkap Komaidi, Jum’at (1/12).

Menurutnya, berdasarkan hasil studi yang dilakukan, terlihat bahwa rata-rata beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi sebenarnya lebih efisien. Pada tahun 2022 misalnya, beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi sebesar Rp 118,74 per kWh atau hanya 8,12 persen dari rata-rata beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit yang dilaporkan sebesar Rp 1.460,59 per kWh.

“Sayangnya dalam pengembangan dan pengusahaan panas bumi di Indonesia terpantau masih terkendala masalah keekonomian proyek. Hal ini yang menyebabkan harga jual tenaga listrik dari energi panas bumi masih lebih tinggi dibandingkan harga jual tenaga listrik dari jenis Energi Baru dan Energi Terbarukan lainnya,” ujar Komaidi.

Berdasarkan review ReforMiner Institute, jelas Komaidi, tingkat keekonomian proyek panas bumi di Indonesia tercatat masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat keekonomian proyek panas bumi global. Saat ini, rata-rata keekonomian proyek panas bumi global berada di bawah 10 sen US$ per kWh.

“Sementara rata-rata nilai keekonomian (harga jual) listrik panas bumi di Indonesia untuk kontrak yang baru dilaporkan berada pada kisaran 10 sampai 13 sen US$ per kWh,” ungkapnya.

Untuk dapat meningkatkan keekonomian proyek panas bumi, menurut Komaidi, para pelaku industri panas bumi global umumnya melakukan optimalisasi value creation. Bahkan, sejumlah studi melaporkan optimalisasi value creation pada pengusahaan panas bumi global dilakukan melalui sejumlah instrumen.

Contohnya, dengan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti drilling, well enhancement, power plant, operations. Kemudian perlu adanya perbaikan supply chain, dan komersialisasi secondary product seperti pemanfaatan langsung, green hydrogen production, green methanol production, dan silica extraction.

“Pengembangan secondary product dari industri panas bumi ini pada akhirnya dapat membantu merealisasikan pencapaian target net zero emission (NZE) Indonesia yang telah dicanangkan oleh Pemerintah,” ujarnya.

Terkait dengan optimalisasi value creation, Komaidi menilai bahwa industri panas bumi di dalam negeri secara bertahap juga telah mengarah pada tren global tersebut. Salah satu contohnya adalah upaya peningkatan value creation yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa panas bumi memiliki peran penting dalam membantu merealisasikan pencapaian target NZE pada tahun 2060. Apalagi, dalam pengembangan sebagai sumber tenaga listrik, panas bumi tidak tergantung pada kondisi cuaca yang berbeda dengan sebagian besar jenis energi terbarukan yang umumnya tergantung dengan kondisi cuaca.

“Keunggulan lain panas bumi diantaranya adalah menghasilkan energi yang lebih besar untuk periode produksi yang sama, bebas dari risiko kenaikan harga energi primer terutama energi fosil, serta biaya operasi pembangkitannya relatif paling murah,” jelas Komaidi.

Meskipun memiliki keunggulan yang beragam, tetapi pengusahaan panas bumi di Indonesia sampai saat ini relatif belum kompetitif. Menurutnya, hal ini diduga karena menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya. Padahal dalam jangka panjang biaya operasi listrik panas bumi tercatat sebagai salah satu yang termurah.

“Melihat potensi besar yang dimiliki panas bumi serta peran pentingnya terhadap target NZE, penting untuk melakukan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Sehingga diharapkan akan mampu tercapai keberlanjutan kedepannya,” ucap Komaidi.