Kurangi Beban Subsidi, Jaringan Gas Rumah Tangga Didorong

Kompas.co.id; 12 Oktober 2023

JAKARTA, KOMPAS — Subsidi gas elpiji 3 kilogram terus membengkak, pemerintah dorong pengalihan ke jaringan gas rumah tangga. Selain itu, pengalihan subsidi berbasis penerima masih dipersiapkan.

Presiden Joko Widodo memimpin rapat tertutup terkait jaringan gas rumah tangga dan pendistribusian LPG tabung 3 kilogram di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (12/10/2023). Hadir dalam rapat yang dimulai pukul 14.00 ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

Dalam rapat dibahas mengenai beban fiskal dari subsidi LPG yang meningkat. Tahun 2023 ini, subsidi LPG 3 kilogram dialokasikan sebesar Rp 117,85 triliun untuk sekitar 8 juta metrik ton gas elpiji. Setahun sebelumnya, subsidi diberikan untuk 7,8 juta metrik ton.

Tahun 2021, sebanyak 7,46 juta metrik ton yang dialokasikan untuk gas tabung 3 kg. Tahun 2020 alokasinya 7,14 juta metrik ton dan 2019 sebanyak 6,84 juta metrik ton.

Kenaikan subsidi gas ini berbanding terbalik dengan gas LPG nonsubsidi yang biasa dijual pada tabung 12 kg dan 50 kg. Jika pada 2019 alokasi gas non-PSO ini masih 0,66 juta metrik ton, tahun 2020 menurun menjadi 0,62 juta metrik ton. Adapun pada 2021, angka ini menurun lagi menjadi 0,6 juta metrik ton dan tahun lalu hanya 0,46 juta metrik ton.

Untuk mengatasi beban fiskal ini, kata Airlangga, solusi pertama adalah memperluas jaringan gas rumah tangga. Namun, kenyataannya kemajuan pemasangan jaringan gas rumah tangga sangat lambat. Target memasang 4 juta sambungan jaringan gas rumah tangga atau jargas pada tahun 2024 juga diyakini gagal.

Sampai saat ini, baru sekitar 835.000 rumah tangga yang mendapatkan saluran jargas. Dari jumlah itu, sebanyak 241.000 jargas didanai PGN, sedangkan 594.000 jargas lainnya dari pemerintah.

”Jadi, dari 835.000 sambungan, sekarang diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 2,5 juta (sambungan jargas), tetapi yang kerja nanti pihak swasta, pihak ketiga,” kata Airlangga seusai rapat.

Sejauh ini, penyediaan jaringan gas untuk rumah tangga diatur Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi Melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil. Dalam aturan ini, penyediaan dan pendistribusian jargas dilaksanakan pemerintah pusat dan badan usaha. Adapun pemerintah pusat yang dimaksud adalah menteri dan BUMN.

Perpres ini, kata Airlangga, akan diubah. Dengan demikian, pihak swasta bisa mengembangkan jaringan gas rumah tangga melalui skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Adapun penanggung jawab pengerjaan ini tetap dari Kementerian ESDM.

Harga gas di sisi hulu juga akan diatur, khususnya pada sektor swasta. Untuk itu, SKK Migas akan ditugasi untuk mendistribusikan gas di harga 4,72 dollar AS per MMBTU untuk penyaluran pipa jargas.

Presiden Jokowi, lanjut Airlangga, meminta supaya ada penghitungan agar lapangan-lapangan LPG atau lapangan yang berpotensi memproduksi LPG supaya kebijakan jargas lebih lancar.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menambahkan, untuk merealisasikan pengembangan jargas, produsen-produsen pipa dalam negeri juga disiapkan. ”Tugas saya hanya mempersiapkan bahwa pipa-pipa yang akan dipakai jargas itu sepenuhnya buatan dalam negeri,” ujarnya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, pengembangan jaringan gas semestinya tetap diintervensi pemerintah. Sebab, pengerjaan jargas biasanya tidak sesuai dengan skala keekonomian. Pengerjaan instalasi dan perpipaan jargas untuk pelanggan satu kabupaten sangat banyak, tetapi jumlah volume gas yang digunakan mungkin setara dengan konsumsi gas satu industri saja. Apalagi, harga jual gas dalam jargas juga ditetapkan murah.

Karena itu, biasanya pembangunan jargas diintervensi pemerintah. Selain ini adalah kebijakan publik yang disiapkan pemerintah, Indonesia juga memiliki PGN dan Pertamina Gas yang berpengalaman serta keahlian.

Jargas, lanjut Komaidi, bisa dikatakan solusi untuk mengurangi terus membengkaknya subsidi gas LPG 3 kg. Namun, tentu hal ini tak akan berjalan apabila mekanisme ini diserahkan kepada swasta. ”Jadi, intervensi pemerintah tetap diperlukan, subsidi bisa di-shifting ke jargas atau subsidi bisa untuk membangun jargas,” katanya.

Jargas juga dinilai bisa menghemat subsidi LPG sampai 40 persen. Karena itu, semestinya kebijakan ini tidak maju mundur. Justru, ketika kebijakan tak lancar, prasangka bisa muncul seperti ketakutan tak ada keuntungan ”fee” dari impor gas atau kesulitan untuk ”memainkan” gas dalam jaringan.

Sementara itu, LPG tabung 3 kg di beberapa wilayah seperti di Sulawesi mulai langka.

Awal Oktober ini, misalnya, LPG 3 kilogram langka di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan, seperti Makassar, Maros, Kabupaten Gowa. Keluhan sama terjadi pada Juli lalu. Akibatnya, kalaupun ada, elpiji 3 kilogram dijual dengan harga lebih mahal, yakni Rp 30.000

Menteri ESDM Arifin Tasruf menyebut, kelangkaan ini akibat ada sasaran yang tidak tepat dalam penyaluran LPG bersubsidi ini. ”Berarti bocor. Bocor ke mana-mana berarti. Alokasinya ini, kok, sesuai (dengan) apa yang dianggarin,” tuturnya kepada wartawan seusai rapat.

Penyaluran LPG 3 kg bersubsidi ini, menurut Airlangga, dinilai terlalu panjang rantai pasoknya. Karena itu, Presiden Jokowi meminta ada evaluasi supaya jalur distribusi bisa diperpendek.

Selain itu, kata Arifin, perubahan model penyaluran LPG bersubsidi juga disiapkan supaya berbasis penerima. Sejauh ini, pendaftaran penerima LPG bersubdisi masih dikerjakan. ”Ya, itu sudah dalam proses. Kan, sudah mulai didaftarkan untuk digitalnya. Ya, begitu (data) udah lengkap, jalan. Supaya tepat sasaran,” ujar Arifin.

Ditargetkan sebanyak 60 jutaan penerima LPG bersubsidi bisa didata.

Harga Gas Harus Mampu Jaga Keberlanjutan Seluruh Mata Rantai Bisnis Gas

Kompas.com; 6 Oktober 2023

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebijakan terkait harga gas bumi diilai harus mampu menjaga keberlanjutan bisnis seluruh mata rantai bisnis gas, baik dari sisi hulu, midstream, downstream maupun konsumen akhir pengguna gas di hilir.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menolak rencana PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk menaikkan harga gas industri non Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai 6 dollar AS per Million Metric British Thermal Units (MMBTU) untuk 7 sektor industri.

Selain Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya juga berharap tak ada perubahan harga gas industri. Beberapa sektor industri yang keberatan terhadap kenaikan harga gas bumi tertentu yaitu industri pupuk, petrokimia, karet, dan etanol.

Pengamat ekonomi Komaidi Notonegoro yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute mengatakan gas bumi sendiri memiliki peran penting dalam proses transisi energi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan.

Oleh sebab itu, peran Kementerian ESDM sebagai penentu dan pengambil kebijakan utama terkait harga gas bumi nasional jadi sangat penting.

“Selama ini kebijakan pemerintah untuk menjaga harga gas bumi lebih ditujukan untuk menjaga daya saing industri pengguna gas. Padahal, daya saing industri sebetulnya ditentukan oleh banyak faktor, tidak melulu harga gas,” ujar Komaidi, melalui keterangannya, Jumat (06/10/2023).

Menurut Komaidi, usul kenaikan harga gas industri harus mempertimbangkan banyak sisi, bukan hanya kepentingan industri pengguna. Karena, semua sektor penting untuk ekonomi nasional, masing-masing punya peran dan kontribusi sendiri.

Komaidi menilai, jika pemerintah melarang kenaikan harga gas, keekonomian proyek gas akan bermasalah lantaran penurunan produksi alias decline rate semakin besar. Sebab, penurunan produksi biasanya membutuhkan insentif agar keekonomian lapangan gas bisa bertahan.

“Industri pengguna gas sebagai konsumen tentu akan dirugikan. Namun, kebijakan pembatasan kuota ini mau tidak mau harus dilakukan lantaran badan usaha penyalur harus mengatur agar volume dan kuota yang mereka miliki cukup untuk seluruh pelanggan,” kata Komaidi.

Lebih lanjut ia mengatakan, industri pengguna gas sebagai konsumen harus dibiasakan dengan kenaikan dan penurunan harga gas bumi. Jika tidak, maka pilihan pemerintah hanya satu, yakni memberikan subsidi. Pemerintah, lanjutnya, harus sanggup membayar selisih harga jika memang harga gas tidak boleh naik.

Alasan Kementerian ESDM tolak harga gas naik

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, Medco selaku operator di Blok Corridor memang berencana mengajukan penyesuaian harga gas yang dijual ke PGN. Penyesuaian harga dilakukan Medco untuk mempertahankan tingkat produksi di Lapangan Grissik Blok Corridor.

Medco beralasan kenaikan harga dibutuhkan untuk meningkatkan produksi gas di Blok Corridor yang sudah menurun. Kebetulan per 30 September 2023 Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara Medco dengan PGN dari blok Corridor berakhir. Kondisi tersebut tentu berpengaruh pada harga gas yang akan dijual PGN.

Namun Kementerian ESDM menolak memberikan izin kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN untuk menaikkan harga gas bumi mulai 1 Oktober 2023. Terlebih, kenaikan itu ditujukan untuk industri non-Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau industri yang tidak mendapat harga gas ‘murah’ sebesar 6 dollar AS per MMBTU. “Enggak, kita enggak mengizinkan,” ujar Tutuka Ariadji saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (29/8/2023).

Menurutnya, rencana kenaikan harga gas bumi yang sudah disampaikan PGN ke pelaku industri beberapa waktu terakhir, sebetulnya merupakan keputusan manajemen PGN sendiri. Tutuka mengatakan, pada prinsipnya pemerintah menginginkan harga gas yang ekonomis untuk pelanggan industri sehingga mendorong industri untuk semakin berkembang. Apalagi, pemerintah telah menerapkan alokasi gas yang ditujukan untuk industri. Oleh sebab itu, rencana PGN untuk menaikkan harga gas industri ditolak oleh pemerintah.

Banyak Area Migas Tak Tergarap, Ekonom: Iklim Investasi Belum Menarik

Bisnis.com; 4 Oktober 2023

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai adanya area tak tergarap (sleeping area) dari sejumlah blok migas menunjukkan iklim investasi hulu migas di dalam negeri belum kompetitif. Menurut Pri, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) belum menaruh prioritas pada investasi hulu migas di dalam negeri.

“Kalau tidak menarik secara keekonomian, birokrasi susah, pasti mereka akan pilih yang lebih mudah yang nyaman untuk mereka investasi itu mungkin tidak ada di sini,” kata Pri, Rabu (4/10/2023). Dengan demikian, Pri berpendapat, pemerintah mesti memperbaiki iklim investasi serta perizinan dari industri hulu minyak dan gas (migas) untuk dapat menarik prioritas investasi dari KKKS terkait dengan pengembangan beberapa lapangan konsesi mereka tersebut.

Di sisi lain, dia mengatakan, pemerintah masih bergantung sepenuhnya dari realisasi investasi KKKS untuk mengembangkan lapangan migas. Artinya, kata dia, banyaknya lapangan migas yang tidak tergarap dari KKKS bakal merugikan pemerintah. “Kalau itu tidak diambil, tidak dikembangkan yang rugi kan pemerintah sendiri, itu menunjukkan pada titik tertentu ada ketergantungan dari kita untuk menggarap itu,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, SKK Migas meminta pengembalian sejumlah lapangan migas potensial dari beberapa blok migas eksplorasi yang dinilai tidak menjalankan komitmen pengembangan.

SKK Migas mengidentifikasi terdapat delapan blok migas atau wilayah kerja (WK) dengan lapangan yang tidak dikembangkan atau sleeping area dalam kurun waktu 2020 sampai dengan paruh pertama tahun ini.

“WK Muturi dan Wiriagar telah dilakukan rekomendasi pengembalian sleeping area di WK tersebut,” kata Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro saat dikonfirmasi, Rabu (4/10/2023).

Selain dua WK itu, SKK Migas juga tengah mengevaluasi potensi pengembalian sebagian sleeping area yang ada di WK Pertamina EP.

Sementara itu, lima WK lainnya, seperti Corridor, Selat Panjang, Kasuri, West Air Komering dan Sampang tidak direkomendasikan untuk dikembalikan setelah evaluasi yang dilakukan otoritas hulu migas.

Alasannya, kata Hudi, sejumlah sleeping area yang berada di WK itu baru mendapatkan perpanjangan dengan komitmen eksplorasi. Selain itu, beberapa lapangan, dari WK Kasuri, West Air Komering, dan Sampang belakangan mulai serius untuk mengembangkan konsesi mereka. “Sehingga sleeping area di WK tersebut belum direkomendasikan kembali,” kata dia.

Sektor Hulu Dinilai Perlu Badan Usaha Khusus untuk Gantikan SKK Migas, Ini Alasannya

Kontan.co.id; 24 September 2023

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat menilai Badan Usaha Khusus (BUK) pengganti SKK Migas sangat diperlukan agar pengusahaan migas yang bersifat business to business (B2) dapat lebih fleksibel, tidak birokratis, dan terpisah dari sistem keuangan negara.

Sedikit kilas balik, SKK Migas terbentuk sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2012 silam. SKK Migas lantas berdiri lewat Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini dipandang belum bisa menjadi dasar hukum yang kuat bagi eksistensi SKK Migas.

Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, secara umum sistem model kelembagaan dalam pengelolaan hulu migas harus sinkron dengan jenis kontrak yang digunakan.

“Nantinya sistem dan kelembagaan tersebut memungkinkan dijalankannya tiga prinsip yakni penyederhanaan perizinan usaha dan kegiatan operasional hulu migas, prinsip assume and discharge dalam perpajakan, dan prinsip pemisahan keuangan pengusahaan hulu migas dengan keuangan negara,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (24/9).

Lebih lanjut, Pri Agung menjelaskan, prinsip penyederhanaan perizinan usaha dan perizinan kegiatan operasional hulu migas ini akan menjadi satu atap (satu pintu).

Kemudian, prinsip assumme & discharge dalam perpajakan ialah kontraktor dibebaskan dari pajak-pajak tidak langsung. Sedangkan Pajak Penghasilan (Pph) dan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dipungut melalui lembaga khusus tersebut.

Prinsip pemisahan keuangan pengusahaan hulu migas dengan keuangan negara ialah persoalan investasi dan bagi hasil hulu migas adalah persoalan bisnis yang semestinya dipisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara dan APBN.

“Jadi, sederhananya, model yang memungkinkan untuk mengakomodir tiga prinsip itu, ialah yang sinkron dengan sistem kontrak kerja sama yang kita gunakan saat ini adalah model lembaga badan usaha khusus (BUK),” terangnya.

Badan usaha khusus diperlukan agar pengusahaan hulu migas yang bersifat B2B dapat lebih fleksibel, tidak birokratis, dan terpisah dari sistem keuangan negara.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menceritakan, dirinya beberapa kali ditanyakan investor perihal posisi SKK Migas saat ini yang masih berbentuk special task force (satuan kerja khusus) yakni badan usaha sementara. Persoalan ini kerap mencerminkan ketidakpastian usaha di Indonesia.

“Investor itu harus ada kepastian berinvestasi di Indonesia. Sebenarnya investor yang ada di sini berpikirnya kan sekarang sudah berjalan dengan SKK Migas, lalu mau diapain lagi? Jadi tidak mau ada perubahan. Supaya halus perubahannya, dilakukan perubahan sedikit saja. Dari SKK Migas menjadi apa, jadi lebih mudah menganalogikannya,” jelasnya dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Selasa (29/8).

Tutuka mengungkapkan, cukup banyak masukan yang datang perihal kelembagaan SKK Migas. Namun dirinya lebih menyoroti pentingnya memutakhirkan substansi kebijakan hulu migas melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Migas.

Dirjen Migas menyatakan, saat ini investor hulu migas tidak bergairah datang ke Indonesia karena tingkat pengembalian investasi di sini lebih rendah dibandingkan negara lain. Tutuka memberikan gambaran, di negara lain internal rate of return (IRR) sudah mencapai 20% sedangkan di Indonesia baru 10%.

“Investasi di Indonesia agak sulit, ini yang diperbaiki. Maka kami mengubah UU ini supaya komparatif naik, fiscal term dan skema bisnis diubah supaya iklim bisnis lebih baik. Investor bisa masuk, nyaman di sini, eksploitasi, eksplorasi bisa lama sehingga bisa betah di sini,” ujarnya.

Tutuka menyebut, saat ini KKKS besar yang tersisa di Indonesia hanya tiga yakni ENI, Exxon, dan BP. Jika peraturan hulu migas masih saja tidak berubah, dia melihat, daftar perusahaan yang hengkang bisa saja bertambah.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menjelaskan, revisi UU Migas sangat penting untuk mencapai target pemerintah di 2030 dan mengikuti perubahan atau dinamika global yang mengarah pada industri berkelanjutan.

“Melalui RUU Migas diharapkan bisa memasukkan teknologi Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dan Enhanced Oil Recovery (EOR) sehingga tidak menjadi perdebatan mengenai kedua aspek ini apakah masuk pada petroleum operation atau tidak,” jelasnya beberapa waktu lalu.

Kemudian, melalui revisi kebijakan, penemuan cadangan migas besar bisa lebih tumbuh. Menurutnya, kegiatan eksplorasi migas sangat berisiko sehingga jika beban-beban banyak diurus oleh investor, maka eksplorasi migas di Indonesia belum menarik.

“Dalam industri migas, butuh investasi besar sebagai ketahanan energi kompetitif dan ini yang telah kami sampaikan jadi butuh badan kelembagaan pengelolaan hulu migas yang kuat,” tegasnya.

Pada 31 Agustus lalu, Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyampaikan ada 73 pasal perubahan atas RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) hasil dari kajian Panitia Kerja (Panja).

RUU Migas telah memenuhi syarat formil untuk diajukan karena RUU tersebut masuk dalam kategori dalam RUU Daftar Kumulatif Terbuka atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tercantum dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2023 dan telah disertai dengan Naskah Akademik.

Berdasarkan kajian secara keseluruhan yang mencakup aspek teknis, substansi dan asas-asas, pada prinsipnya RUU tentang Migas yang diusulkan oleh Komisi VII DPR RI terdiri dari beberapa pasal, kurang lebih ada 73 pasal perubahan dengan rincian sebagai berikut.

Ada 31 pasal yang dilakukan perubahan yaitu pasal 1 sampai dengan pasal 58, kemudian ada 1 pasal yang sifatnya menghapus, ada 41 pasal yang sifatnya sisipan baru. Serta ada beberapa judul dari bab-bab yang ada dalam UU nomor 22 tahun 2001 tersebut dilakukan perubahan sekaligus juga penyempurnaan dan penambahan yaitu BAB VA, BAB VIA, BAB IX, BAB IXA, BAB IXB, BAB IXC, BAB IXD, dan BAB IXE.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Baleg selanjutnya melakukan kajian yang meliputi aspek teknis, aspek substansi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Kajian dilakukan secara komprehensif dari mulai judul sampai dengan penjelasan.

Harga Minyak Dunia Memanas, Subsidi BBM Tertutup Perlu Dimatangkan

Bisnis.com; 19 September 2023

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu untuk segera menerapkan sistem subsidi tertutup dan langsung untuk komoditas bahan bakar minyak (BBM) seiring fluktuasi harga minyak dunia. Ekonom energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat rebound harga minyak mentah dunia belakangan ini bakal berdampak signifikan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Konsekuensiya, subsidi dan kompensasi yang disalurkan tidak akan efisien untuk meredam dampak negatif dari kenaikan harga energi primer saat ini.

“Sistem subsidi tertutup dan langsung kepada pengguna akhir mesti dimatangkan dan dimantapkan untuk bisa diimplementasikan. Sistem insentif langsung untuk mendukung sektor industri dan perekonomian secara luas juga perlu,” kata Pri saat dihubungi, Selasa (19/9/2023).

Seperti diketahui, harga minyak mentah naik ke level tertinggi dalam 10 bulan karena pasar fisik menunjukkan tanda-tanda pengetatan yang didorong oleh pengurangan pasokan dari para pemimpin OPEC+.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate naik di atas US$92 per barel setelah ditutup 0,8 persen lebih tinggi pada hari Senin, (19/9/2023). Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak November ditutup 0,5 persen lebih tinggi pada US$94,43 per barel.

Harga melonjak karena penyulingan berjuang untuk menghasilkan cukup solar menjelang peningkatan permintaan musiman. Pasar yang lebih ketat telah mendorong prediksi dari CEO Chevron Corp. Mike Wirth bahwa minyak akan kembali mencapai level US$100 per barel.

Harga minyak mentah telah meningkat lebih dari 30 persen sejak pertengahan Juni karena Arab Saudi dan Rusia membatasi ekspor ke pasar global dalam upaya untuk menguras persediaan dan mendorong kenaikan harga. Membaiknya prospek di dua perekonomian terbesar dunia – Amerika Serikat dan China – juga mendukung kemajuan minyak.

“Imbas kenaikan harga migas di sisi energi primer cepat lambat akan tertransmisikan ke sektor midstream dan hilir, hal tersebut tidak hanya berlaku di tingkat global, tetapi juga berlaku di Indonesia, akan terasa imbasnya di dalam perekonomian secara luas,” kata Pri.

Sebelumnya, CEO Saudi Aramco Amin Nasser bersikap optimistis terhadap prospek permintaan minyak dan meremehkan perkiraan lain mengenai seberapa cepat dunia akan mengurangi konsumsi minyak mentah. Nasser memperkirakan rekor penggunaan 103 juta hingga 104 juta barel per hari pada paruh kedua tahun ini, dengan permintaan meningkat menjadi 110 juta pada tahun 2030. Hal ini memberikan tanggung jawab pada industri untuk terus mengembangkan sumber produksi baru, daripada menguranginya.

Jeda dalam belanja eksplorasi dan produksi setelah penurunan permintaan energi yang disebabkan oleh pandemi pada tahun 2020 salah satu penyebabnya adalah melonjaknya harga minyak dan gas alam yang mengguncang dunia tahun lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina. “Kita perlu berinvestasi,” kata Nasser. “Jika tidak, dalam jangka menengah dan panjang, kita akan mengalami krisis lagi dan kita akan mengalami kemunduran dalam hal penggunaan lebih banyak batu bara dan produk-produk murah lainnya yang tersedia saat ini. Dan semua upaya dekarbonisasi ini akan sia-sia,” kata dia.

Wacana Pemadaman PLTU Industri demi Tekan Polusi, Ini Risikonya

Bloomberg Techno.com; 5 September 2023

Pakar energi memperingatkan pemerintah agar tidak gegabah ‘memaksa’ penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara milik industri agar beralih menggunakan fasilitas sejenis milik PT PLN (Persero).

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan penutupan PLTU batu bara untuk industri perlu didiskusikan lebih lanjut dengan para pemilik dan penggunanya lantaran keberadaannya sangat memengaruhi produktivitas manufaktur.

“[PLTU industri memiliki] captive power-nya sendiri. Perusahaan, industri, dan pabrik-pabrik. Mereka biasanya punya pembangkit sendiri. Artinya, untuk stabilitas kegiatan produksi barang, mereka menggunakan pembangkit sendiri supaya bisa dikontrol agar tingkat kerugian –jika ada pemadaman dan sebagainya– bisa dikalkulasi. Tujuannya itu sebenarnya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (5/9/2023).

Komaidi mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah jika menghendaki industri beralih menggunakan PLTU milik PLN. Pertama, keandalan pasok pembangkit milik perusahaan pelat merah tersebut dalam mengaliri listrik skala industri.

Kedua, pertimbangan harga yang harus lebih kompetitif dibandingkan dengan menggunakan PLTU milik sendiri. “Ini perlu dihitung karena berpengaruh ke struktur biaya [industri]. Saya kira itu dari aspek ekonomi,” ujarnya.

Ketiga, dari aspek lingkungan, pemerintah perlu memastikan PLTU milik PLN lebih ramah daripada milik industri.

“Sebetulnya relatif karena kan sebagian besar, sekitar 70%—75%, lilstrik PLN diproduksi PLTU batu bara. Bahwa kemudian tidak 100%, iya betul, karena 30% diproduksi dari [sumber energi] lain; bahan bakar minyak, gas, energi terbarukan,” jelasnya.

Secara kasat mata, lanjutnya, bisa saja beralih menggunakan PLTU miliki PLN lebih ramah lingkungan lantaran PLTU milik industri mayoritas 100% berbasis batu bara dengan gas buang atau emisi lebih tinggi dibandingkan dengan milik PLN.

“Kalau [emisinya] diharapkan turun sedemikian rupa, saya kira gambarannya itu tadi; PLTU industri pakai 100% batu bara, sedangkan PLTU PLN pakai 70% batu bara. Lebih baik 30% dibandingkan dengan PLTU industri sendiri yang pakai batu bara,” terang Komaidi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tengah mengkaji kemungkinan memberikan insentif bagi industri yang menutup PLTU-nya dan beralih menggunakan PLTU milik PLN.

Persoalan PLTU industri menjadi sorotan belakangan ini lantaran dituding sebagai salah satu penyebab memburuknya kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya. Menteri KLH Siti Nurbaya menyebut jika sumber pencemaran udara di wilayah Jabodetabek disebabkan oleh emisi transportasi sebesar 44%, dan 34% melalui PLTU.

Bagaimanapun, pada kesempatan terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membantah PLTU merupakan biang keladi polusi udara di Ibu Kota. Dia mencontohkan, meski pemerintah sudah berupaya mengurangi polusi dengan menyuntik mati sebagian PLTU Suralaya di Cilegon, Banten; langkah tersebut terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas udara yang masih buruk hingga kini.

“Oke, [mungkin] PLTU sekarang disalahkan. Kita matikan Suralaya 1,2,3, dan 4. Namun, di data terakhir, [penutupan PLTU itu] tidak mengurangi polusi ternyata,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Kamis (31/8/2023).

Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris juga berpendapat mematikan PLTU Suralaya sekalipun tidak akan serta-merta memperbaiki isu polusi Jakarta.

Dia lantas mengutip paparan dari Profesor Puji Lestari yang menegaskan bahwa PLTU tidak menyumbang polusi udara.

“Profesor Puji Lestari tadi, dari ITB, yang diminta oleh PLTU Suralaya ini untuk mengonfirmasi, memperbandingkan ada bench pakai, per bulan, ternyata memang tidak terbukti bahwa PLTU Suralaya memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi udara Jakarta,” katanya.

Dengan demikian, dia pun mengimbau kepada sejumlah kepala daerah basis industri di sekitar Jakarta –seperti Bekasi, Karawang, dan Cikarang– untuk memetakan wilayah-wilayah industri dan memperbaiki tata ruang kotanya.