BISNIS INDONESIA; Minggu 12 Agustus 2018
Bisnis.com, JAKARTA — Target investasi sektor energi dan sumber daya mineral pada tahun ini yang mencapai US$37,2 miliar diproyeksi sulit tercapai seiring realisasi pada semester I baru tercatat US$9,48 miliar dari nilai keseluruhan.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan bahwa tren investasi tahun ini cukup berat, akibat beberapa masalah lama belum dituntaskan. Jika di Kementerian ESDM setidaknya lebih dari 186 beleid sudah dihapus, tidak dengan kebijakan di kementerian lain.
Menurutnya, investasi di sektor ESDM memiliki keterkaitan dengan 16 kementerian dan lembaga lainnya. Semangat pemangkasan regulasi yang menghambat, perlu diselaraskan.
“Kalau melihat jawaban pemerintah, dan wajar jika kita ikut optimistis. Akan tetapi, tren tahun ini memang berat, meski faktor penentu sepertinya mempermudah [investasi] masuk, tapi kendala lama masih ada,†tuturnya ketika dihubungi, Minggu (12/8/2018).
Hingga semester I/2018 investasi migas tercatat US$5,11 miliar, sektor kelistrikan US$2,83 miliar, sektor mineral batu bara senilai US$0,79 miliar, serta investasi EBTKE senilai US$ 0,75 miliar.
Padahal, target investasi sektor ESDM pada tahun ini dipatok US$37,2 miliar yang terbagi dari investasi migas US$16,8 miliar, ketenagalistrikan senilai US$12,2 miliar, minerba senilai US$6,2 miliar, serta EBTKE senilai US$2 miliar.
Untuk sektor migas, memang tampak ada kenaikan harga minyak dunia, ditambah dengan meningkatnya kepercayaan kontraktor. Hanya saja, menurut Komaidi, urusan klasik yang menghambat membuat laju investasi migas tersendat.
Sama halnya dengan sektor minerba, meski faktor penentunya berbeda. Dia mengatakan khusus untuk mineral, PT Freeport Indonesia memiliki kontribusi besar, tetapi karena adanya punya pekerjaan rumah dengan pemerintah, fokus mereka tidak pada investasi.
“Kalau batu bara, kebijakan DMO, dari satu sisi bagus, bisa akomodasikan listrik pemerintah, di sisi lain bisa menghambat,†katanya.
Dari empat sektor, investasi kelistrikan dianggap paling sulit tercapai. Pasalnya, melihat realisasi pertumbuhan ekonomi yang di bawah target pemerintah, sehingga hitung-tungan kebutuhan listrik ikut turun.
Kendati demikian Komaidi melihat sektor EBTKE cukup moncer tahun ini. Lambat laun, tren investasi energi terbarukan semakin terdorong, dengan dukungan potensi sumber daya ataupun kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan.
Pekan lalu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyebut melihat realisasi investasi sektor ESDM secara komprehensif baru terlihat pada akhir tahun.
Menurutnya, dengan siklus hulu hilir tahunan, sulit melihat realisasi investasi per bulan. “Nanti kita lihat akhir tahu. Berusaha kami capai [targetnya],†katanya.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher mengatakan untuk kegiatan di hulu migas memang belum banyak yang berjalan. Untuk melihat aktivitas investasi di hulu migas, akan lebih tampak pada semester II/2018.
“Diharapkan semester II akan meningkat, nanti realisasinya pada kuartal IV/2018. Itu sejalan dengan realisasi pembayaran,†katanya.
Terpisah, Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam optimistis target semester II/2018 akan tercapai. Sepanjang Januari – Juni 2018, produksi minyak Pertamina sebanyak 385 Mbopd, gas sebesar 3.067 mmscfd dan kalkulasi migas sebesar 914 mboepd.
“Kita terus berusaha mencapai target,†tuturnya lewat pesan singkat.