Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2019Perizinan di Hulu Migas Diusulkan Satu Pintu ke SKK Migas

Perizinan di Hulu Migas Diusulkan Satu Pintu ke SKK Migas

Kumparan, 19 Januari 2019

Investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam beberapa tahun terakhir berada dalam tren negatif. Dikutip dari data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi di hulu migas merosot pada 2014-2017. Tahun 2018, meski meningkat dibanding 2017, tapi masih di bawah target.

Pada 2013, realisasi investasi hulu migas masih 20,384 miliar dolar AS, lalu turun menjadi 20,380 miliar dolar AS pada 2014. Sementara pada 2015, investasi migas kembali menyusut menjadi 15,34 miliar dolar AS.

Pada 2016, investasi di sektor hulu migas Indonesia anjlok 27 persen menjadi 11,15 miliar dolar AS. Tahun 2017 lalu, investasi mengalami penurunan 16 persen dari target APBN 2017 sebesar USD 12,29 miliar menjadi hanya USD 9,33 miliar.

Sedangkan di 2018, realisasi investasi hulu migas sebesar USD 11,99 miliar atau 90 persen dari target USD 13,3 miliar. Capaian ini meningkat 17 persen dibanding 2017.

Untuk menggairahkan investasi di hulu migas, Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan agar perizinan yang berbelit-belit dan tersebar di berbagai institusi pemerintah dibuat menjadi satu pintu di SKK Migas.

“Untuk menarik investasi hulu migas butuh terobosan konkret. Misalnya pemerintah bisa menyederhakan perizinan kegiatan operasional yang selama ini lintas kementerian/lembaga, lintas sektoral, pusat-regional, menjadi hanya satu pintu, yaitu di SKK migas saja,” kata Pri Agung kepada kumparan, Jumat (18/1).

Demikian juga penyederhanaan dalam masalah perpajakan, Pri Agung menyarankan agar menjadi tugas SKK Migas untuk menyelesaikannya dengan Kementerian Keuangan. “Terobosan dalam bentuk penguatan peran SKK migas tersebut dapat dilakukan melalui revisi UU Migas yang beberapa waktu lalu draft-nya sudah resmi diparipurnakan DPR,” paparnya.

Ilustrasi eksplorasi migas di lepas pantai. (Foto: Thinkstock)

Bila revisi atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) sulit dilakukan, menurut Pri Agung, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

Posisi Indonesia yang masuk dalam daftar 10 negara dengan iklim investasi hulu migas terburuk yang dibuat Fraser Institute, ia menambahkan, mengindikasikan bahwa hulu migas Indonesia dalam kondisi darurat.

Apalagi neraca perdagangan sangat tertekan akibat impor minyak dan BBM. Indonesia sangat membutuhkan investasi untuk meningkatkan penemuan cadangan-cadangan minyak baru.

“Dengan melihat fakta bahwa iklim investasi hulu migas berada di papan bawah di tataran global, produksi dan cadangan migas yg terus menurun, impor minyak dan BBM yang terus meningkat dan defisit neraca perdagangan migas yang sudah sangat berkontribusi negatif terhadap neraca perdagangan nasional, pemerintah dapat memandang hal tersebut sebagai keadaan yang memenuhi syarat untuk dapat mengeluarkan Perppu,” ucapnya.

“Penerbitan Perppu Migas baru oleh pemeritah akan menjadi terobosan konkret yang lebih fundamental di sektor energi, khususnya migas ketimbang misalnya hanya sekedar mengkonversi kontrak-kontrak migas menjadi kontrak gross split. Perlu diingat, kontrak, termasuk dalam hal ini gross split, adalah bukan tujuan, tetapi sebatas hanya salah satu opsi instrumen yang belum tentu diperlukan, apalagi tepat,” tegasny

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments