Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di Media2019Insentif Pajak Migas Ala Sri Mulyani Belum Cukup, Kenapa?

Insentif Pajak Migas Ala Sri Mulyani Belum Cukup, Kenapa?

CNBC Indonesia; Selasa, 03 September 2019 13:01

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah baru saja memberikan insentif kepada para perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kembali menggeliatkan iklim investasi di sektor tersebut.

Insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.03/2019 yang diundangkan pada 27 Agustus 2019. Dalam rilis tertulis Direktorat Jenderal Pajak disebut aturan ini mengatur soal fasilitas pajak berupa dua hal, yakni;

– Tidak dipungutnya pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN/PPnBM)

– Pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas kegiatan usaha hulu migas pada tahap eksplorasi dan eksploitasi

Pengamat Migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan, penerbitan PMK itu dibutuhkan sebagai implementasi PP 27/2017. Namun, ia menilai, adanya beleid tersebut hanya akan sedikit membantu KKKS dalam menggarap proyek migas dari sisi fiskal, dan tidak akan serta merta memperbaiki iklim investasi migas nasional.

Sebab, menurut Pri Agung, masih ada faktor lain yang juga menjadi perhatian investor. Salah satunya birokrasi dan kepastian/konsistensi dari penerapan aturan yang sudah diterbitkan itu.

“Selain itu, kompetisi dengan negara-negara lain juga menentukan, apakah dengan hal-hal yang sudah dilakukan tersebut kita cukup kompetitif dengan negara-negara lain atau tidak,” ujar Pri Agung saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Semua itu, menurut dia, tak lepas dari fakta bahwa pemberlakuan PMK tersebut hanya mengembalikan sebagian prinsip ‘assume and discharge’ yang dulu berlaku dalam kontrak PSC. Pasalnya, sebelum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, diberlakukan sistem assume and discharge dalam hal pajak dan memang membebaskan kontraktor dari pengenaan pajak-pajak seperti yang sebagian kembali dibebaskan dalam PMK ini.

“Hanya, di tingkat implementasinya, dalam hal mekanisme dan birokrasinya, antara sekarang dengan dulu tidak sama,” tutur Pri.

Adapun, berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi investasi untuk eksplorasi migas belum naik signifikan. Pada 2013, realisasi investasi untuk eksplorasi migas tercatat pernah mencapai US$ 3,05 miliar.

Setelahnya, realisasi investasi ini terus turun menjadi US$ 2,6 miliar pada 2014, US$ 970 juta pada 2015, US$ 916 juta pada 2016, dan menyentuh titik terendah US$ 567,55 pada 2017. Di 2018, realisasi investasi untuk eksplorasi migas baru mulai naik menjadi US$ 786,18 juta.

Sejalan, cadangan migas nasional terus turun. Masih berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan minyak nasional pada 2013 tercatat sebesar 7.549,8 miliar barel. Selanjutnya besaran cadangan minyak ini turun menjadi 7.375,2 miliar barel pada 2014, 7.305 miliar barel pada 2015, dan menjadi 7.251,1 miliar barel pada 2016. Cadangan minyak kembali naik pada 2017 menjadi 7.534,9 miliar pada 2017, kemudian turun lagi menjadi 7.512,22 miliar di tahun lalu.

Berikutnya, cadangan gas nasional tercatat sebesar 150,4 triliun kaki kubik pada 2013. Kemudian turun menjadi 149,1 triliun kaki kubik pada 2015 dan kembali naik menjadi 151,3 triliun pada 2015. Setelahnya, cadangan gas terus turun menjadi 144 triliun kaki kubik pada 2016, 143 triliun kaki kubik pada 2017, dan menjadi 135,55 triliun kaki kubik pada tahun lalu.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan mendorong para KKKS untuk lebih aktif melaksanakan kegiatan eksplorasi.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap, dengan diterbitkannya PMK itu, kegiatan eksplorasi migas di Indonesia semakin bergairah. Apalagi, KKKS telah memiliki komitmen pasti yang dijanjikan ketika menandatangani PSC.

“Kebijakan pemerintah mengenai perpajakan ini mendorong itu (eksplorasi), sehingga kami harapkan eksplorasi akan lebih bergairah,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Berdasarkan data SKK Migas, pada paruh pertama 2018, terdapat 100 blok migas yang masih tahap eksplorasi dari total 210 blok migas. Namun, sampai akhir semester I-2019 ini, jumlah blok migas eksplorasi ini hanya berkurang tipis, yakni menjadi 90 blok eksplorasi. Di sisi lain, terdapat 20 blok migas yang berada pada tahap terminasi.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments