Thursday, December 26, 2024
HomeReforminer di Media2019IMPLEMENTASI B50 DIMULAI 2021: Alihkan Subsidi BBM ke BBN

IMPLEMENTASI B50 DIMULAI 2021: Alihkan Subsidi BBM ke BBN

Investor.id, 26 Desember 2019

Pemerintah disarankan mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi subsidi ke bahan bakar nabati (BBN) agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor migas, menurunkan defisit neraca dagang, dan memperbaiki defisit transaksi berjalan (CAD). Subdisi untuk BBN diperlukan agar harga biodisel bisa terjangkau oleh masyarakat pengguna.

Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia memiliki pasokan bahan baku berlimpah untuk biodisel. Dengan memberi subsidi ke biodisel maka penyerapan minyak sawit mentah (CPO) untuk bahan baku biodisel akan naik, produsen sawit akan terbantu pasarnya di tengah hambatan ekspor oleh sejumlah negara atas sawit Indonesia, seperti oleh Uni Eropa.

Pengalihan subsidi itu perlu seiring program peningkatan percampuran minyak sawit dengan BBM jenis solar atau biodisel. Setelah program mandatori pencampuran 20% BBN ke dalam solar atau B20 diterapkan sejak 2016, implementasi program B30 dimulai akhir tahun ini secara bertahap, dan akan dilanjutkan dengan B40 pada 2020, serta B50 pada 2021.

Saat meresmikan peluncuran implementasi B30 atau campuran 30% BBN ke dalam solar di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12) pagi, Presiden Joko Widodo menyatakan, program B30 dapat menghemat devisa Rp 63 triliun.

Penerapan B30 juga akan menciptakan permintaan domestik akan CPO yang sangat besar. Implementasi B30 juga akan menimbulkan efek berganda terhadap 16,5 juta petani dan pekebun kelapa sawit.

Presiden menegaskan, tahun depan akan dimulai implementasi B40 dan tahun 2021 dimulai implementasi B50.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pengalihan subsidi BBM ke BBN bisa saja dilakukan. Menurut dia, pengalihan subsidi ditujukan ke penerima langsung semacam bantuan langsung tunai (BLT), sehingga hanya yang berhak saja yang bisa membeli biodisel.

“Kalau siapa saja boleh membeli BBN subsidi maka APBN akan bocor. Yang dapat beli misalnya sopir angkutan barang, sopir angkutan penumpang,” kata Komaidi kepada Investor Daily, Senin (23/12).

Menurut dia, cara untuk mengawasinya agar tidak salah sasaran adalah bisa lewat online system, misalnya dalam satu kali transaksi ada batas maksimal pembelian. Kalau yang menjadi pemicunya adalah menaikkan devisa dan menurunkan defisit neraca dagang, Komaidi meragukan program B30 dapat berkelanjutkan. Pasalnya, kalau harga ekspor CPO sedang tinggi, otomatis produsen CPO akan memilih ekspor CPO sehingga pasokan CPO untuk biodisel berkurang.

Di sisi lain, Komaidi mengingatkan fokus pemeritah jangan hanya demi mengejar penurunan defisit neraca dagang dan CAD. “Fokusnya harus diversifikasi energi dan ramah lingkungan, sedangkan penurunan defisit neraca dagang dan CAD itu sebagai dampak dari pelaksanaan diversifikasi energi,” katanya.

Sedangkan untuk menekan impor minyak, lanjut dia, caranya adalah meningkatkan produksi (lifting) minyak di dalam negeri, selain mencari sumber energi di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Pertamina. “Cadangan minyak kita saat ini masih ada di ratusan cekungan, tapi butuh waktu 5-6 tahun untuk bisa sampai ke tahap produksi,” ujar Komaidi.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, pengalihan sebagian subsidi BBM ke BBN perlu, seiring semakin tergantungnya kebutuhan Indonesia pada minyak impor. Namun demikian, Eko menyarankan langkah tersebut perlu sinergi dengan aspek kelestarian lingkungan dan kesiapan pengguna kendaraan.

Tumiran, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari akademisi, mengatakan, Indonesia bisa saja menerapkan B30 hingga ke B100 karena memiliki kebun sawit sangat luas. Namun, yang masih menjadi masalah adalah prinsipal otomotif harus mendukung implementasi B30, B40, B50 hingga B100, agar kinerja mesin tetap bagus dengan menggunakan BBN.

Dia meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendesak prinsipal otomotif untuk membuat kendaraan dengan mesin yang cocok dengan B30, B40, B50 hingga B100.

Selain itu, pemerintahan Jokowi juga harus mendorong penggunaan gas untuk sektor otomotif. Pemerintah harus membuat program kombinasi antara biodisel dan gas. Nantinya masyarakat tinggal pilih apakah mau pakai biodisel atau gas untuk bahan bakar kendaraannya. Mengenai pengalihan subsidi BBM menjadi subsidi BBN, Tumiran mengatakan, sebaiknya masalah pengalihan subsidi tidak perlu dipikirkan karena di SPBU masyarakat sudah pakai Pertalite dan Pertamax.

“Kalau semua BBN sudah bercampur dengan solar, nantinya solar murni tidak akan ada lagi. Tapi Pertamina harus bagus mencampurnya,” kata Tumiran. Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, implementasi B30 belum tentu dapat menghemat devisa sebesar Rp 63 triliun karena masih banyak kendala dari sisi user yang terbatas di sektor alat berat dan kendaraan diesel. Sementara kendala campuran sawit menimbulkan masalah pada filter mesin.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments