CNBCIndonesia; 14 Februari 2023
Penulis: Pri Agung Rakhmanto merupakan Founder & Advisor ReforMiner Institute, Pengajar di FTKE Universitas Trisakti.
Produksi minyak dan gas nasional terus menurun. Pada tahun 2010, produksi minyak nasional tercatat masih berada pada kisaran 1 juta barel per hari, sementara pada tahun 2022, SKK Migas mencatat produksi minyak nasional hanya sekitar 612 ribu barel per.
Kondisi yang sama juga terjadi untuk produksi gas, pada tahun 2010 produksi gas nasional tercatat berada pada kisaran 8.857 juta standar kubik per hari, sementara saat ini produksi gas tercatat hanya berada pada kisaran 5.374 juta standar kubik per hari.
Jika di rata-rata, selama periode 2010 hingga 2022 produksi migas nasional tercatat mengalami penurunan sekitar 3,28% per tahun untuk minyak dan 3,36% per tahun untuk gas.
Secara teknis, tren penurunan produksi migas nasional yang terus berlanjut sebetulnya tidak terlalu mengherankan dan memang sudah dapat diprediksi karena produksi mengandalkan lapangan yang sudah dapat dikategorikan sebagai mature field (lapangan tua). Dalam hal ini, mature field yang dimaksud adalah lapangan atau wilayah kerja migas yang berdasarkan perhitungan teknis telah mencapai puncak produksi dan telah berada pada fase natural decline menuju akhir masa produktifnya.
Merujuk pada data Ditjen Migas dan SKK Migas, ReforMiner Institute (2022) mencatat setidaknya terdapat 40 wilayah kerja atau sekitar 52% dari total 75 wilayah kerja produksi yang aktif sampai dengan tahun 2020 merupakan wilayah kerja yang masuk dalam klasifikasi mature field. Dari jumlah tersebut, 36 wilayah kerja tercatat berumur sekitar 25 sampai 50 tahun. Sementara 4 wilayah kerja tercatat berumur lebih dari 50 tahun.
Dalam hal porsi produksi minyak, pada tahun 2021 tercatat sekitar dari 36,52% produksi minyak nasional tercatat berasal dari lapangan-lapangan yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun dengan perincian wilayah kerja Rokan dengan porsi sekitar 24,61%; wilayah kerja Offshore Southeast Sumatra (OSES) dengan porsi sekitar 3,64%, wilayah kerja Offshore North West Java (ONWJ) dengan porsi sekitar 4,06% dan Mahakam dengan porsi sekitar 4,06%.
Sementara untuk produksi gas, hingga tahun 2021 produksi gas nasional masih didominasi lapangan-lapangan yang telah berproduksi lebih dari dua dekade seperti wilayah kerja Corridor dengan porsi sekitar 14,0%, wilayah kerja Mahakam dengan porsi sekitar 8,0%.
Insentif Fiskal untuk Mature Field
Selain permasalahan teknis, aspek utama lain yang menentukan operasi dan keberlanjutan pengelolaan mature field adalah pada aspek keekonomiannya. Sejalan dengan umur lapangan yang terus menua, biaya yang harus dikeluarkan di dalam melakukan optimalisasi produksi di lapangan-lapangan mature field cenderung terus meningkat seiring dengan tuntutan penerapan teknologi tertentu. Penerapan insentif fiskal sangat diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian proyek agar lapangan dapat terus beroperasi dan berproduksi.
Merujuk studi Inter-American Development Bank (2020), disebutkan pemberian insentif untuk mature field dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun. Optimalisasi mature field melalui pemberian insentif lazim diterapkan dan tercatat telah berhasil meningkatkan produksi migas di sejumlah negara.
Australia misalnya, melalui pemberian insentif fiskal untuk mature field, telah berhasil meningkatkan produksi minyak sekitar 1,6% per tahun dan gas sebesar 10,3% per tahun pada periode 2010-2019. Beberapa bentuk insentif fiskal yang diberikan diantaranya insentif pembatasan royalti juga insentif bea cukai migas.
Keberhasilan untuk meningkatkan produksi migas melalui pemberian insentif fiskal pada mature field juga terjadi di Brasil dan Kanada. Pemerintah Brasil tercatat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pembayaran royalti sekitar 5% untuk mature field dengan skala kecil, dan 5% sampai dengan 7,5% untuk mature field dengan skala besar.
Sementara untuk Kanada, bentuk kebijakan yang diterapkan adalah pengurangan pajak pendapatan, penangguhan kerugian pajak hingga 20 tahun, dan penerapan tax credit. Hasilnya, selama periode 2010-2019 produksi minyak dan gas di Brasil masing-masing meningkat sekitar 3,2% dan 3,5% per tahun. Sementara produksi minyak dan gas di Kanada untuk periode yang sama tercatat meningkat sekitar 1,3% per tahun untuk minyak dan 4,6% per tahun untuk gas.
Indonesia bukan tidak menerapkan kebijakan insentif fiskal. Pemberian insentif fiskal untuk mendorong optimalisasi wilayah kerja migas pada dasarnya telah diatur melalui dua rujukan regulasi utama, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.79/2010 jo PP No.27/2017 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; dan PP No.53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Melalui PP No.79/2010 jo PP No.27/2017, pemerintah menetapkan bahwa wilayah kerja migas yang menggunakan skema kerja sama cost recovery berpeluang diberikan insentif fiskal diantaranya berupa pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, PPh 22 impor dan PBB; depresiasi aset dapat dipercepat; penerapan bagi hasil dinamis (sliding scale split) dan DMO holiday.
Sementara melalui PP No.53/2017, pemerintah menetapkan wilayah kerja migas yang menggunakan skema kerja sama gross split berpeluang diberikan insentif fiskal diantaranya berupa pembebasan bea masuk,PPN, PPnBM, PPh 22 impor dan PBB; biaya operasi kontraktor yang dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang penghasilan dalam penghitungan penghasilan kena pajak; tax loss carry forward atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) selama 10 tahun dan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing).
Di atas kertas kebijakan tersebut pada dasarnya dapat dikatakan cukup positif. Namun dalam implementasinya, kebijakan tersebut memerlukan proses dan mekanisme yang tidak sederhana. Pemberian insentif tersebut tidak berlaku secara langsung, bergantung pada peraturan perundangan terkait lainnya, memerlukan proses penilaian teknis oleh pemerintah, yang kemudian juga masih melibatkan berbagai institusi dalam pengeksekusiannya.
Kontrak Kerja Sama Khusus Mature Field
Selain pemberian insentif fiskal, opsi lain yang juga dapat digunakan sebagai upaya untuk menjaga dan bahkan meningkatkan produksi mature field adalah melalui penerapan kontrak kerja sama khusus mature field. Penerapan kontrak kerja sama khusus untuk mature field dimaksudkan untuk memberikan kepastian fiskal secara lebih kuat terhadap pengusahaan dan pengelolaan wilayah kerja mature field, tanpa harus terlalu bergantung pada pemberian insentif fiskal yang diatur melalui peraturan perundangan lainnya.
Sejauh ini, Malaysia menjadi salah satu negara yang tercatat telah menerapkan kontrak kerja sama khusus untuk mature field. Melalui bentuk kontrak kerja sama PSC Late Life Assets (LLA), pemerintah Malaysia menetapkan kontrak untuk mature field dengan sumber daya kurang dari 30 juta barel tanki stok (MMstb).
Melalui penerapan kontrak khusus mature field tersebut pemerintah mengatur tentang jaminan pengembalian investasi kepada kontraktor dengan lebih dulu memberikan prioritas fixed percentage bagi hasil produksi kepada kontraktor. Setelah investasi kembali, fixed percentage kemudian diubah untuk mengakomodasi penerimaan negara. Besaran bagi hasil di dalam kontrak khusus mature field tersebut juga dapat diperlakukan sebagai biddable item.
Di Indonesia, penerapan kontrak kerja sama khusus untuk mature field dapat dikatakan belum diatur. Dalam kerangka regulasi pengelolaan hulu migas nasional saat ini, kontrak pengusahaan mature field sejauh ini cenderung diperlakukan sama dengan kontrak pengusahaan lapangan migas secara umum.
Meskipun di dalamnya terdapat komponen yang tidak seragam, yang di dalamnya tak jarang juga memuat elemen insentif fiskal, bentuk dan jenis kontraknya secara prinsip relatif tidak dibedakan apakah untuk lapangan baru ataukah untuk lapangan yang sudah mature.
Keberhasilan sejumlah negara di atas di dalam meningkatkan produksi migas dari mature field, memberikan gambaran bahwa optimalisasi produksi migas pada wilayah kerja mature field pada dasarnya dapat dilakukan sepanjang terdapat dukungan kebijakan yang optimal dari pemerintah.
Untuk Indonesia, melihat peran mature field yang strategis bagi produksi migas nasional, pemberian insentif fiskal secara langsung, baik melalui penerapan kembali prinsip assume and discharge di dalam perpajakan hulu migas maupun melalui penerapan bentuk kontrak khusus untuk mature field, kiranya dapat menjadi opsi bagi pemerintah.