Kompas.id; 24 November 2023
Penulis: PRI AGUNG RAKHMANTO
Pengajar di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti
Pendiri ReforMiner Institute
Sebagaimana isu lain yang dianggap cukup penting, energi menjadi salah satu yang disebut dan dibahas oleh ketiga pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) belakangan ini dalam berbagai kesempatan. Mencermati paparan dan dokumen yang memuat apa yang disebut sebagai visi-misi dan program dari ketiga pasangan capres-cawapres yang sejauh ini beredar di publik, cukup menarik ketika menemukan bahwa ketiganya tampaknya menawarkan gagasan yang cukup menjanjikan keberagaman pemikiran-pendekatan di dalam isu-isu terkait (sektor) energi.
Pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin menekankan pada aspek ketahanan energi dan menempatkannya sebagai bagian dari upaya pemenuhan ketersediaan kebutuhan pokok yang terjangkau. Pasangan Prabowo-Gibran mengutamakan tercapainya swasembada energi dan menempatkannya sebagai prioritas bersama dengan pencapaian swasembada pangan dan air. Sementara pasangan Ganjar-Mahfud memberikan titik berat pada transisi energi di dalam bingkai ekonomi hijau sebagai instrumen utama di dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Ketahanan Energi
Ketahanan energi dalam pengertian kondisi terjaminnya ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup (Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014) agaknya adalah pijakan yang mendasari agenda utama pasangan Anies-Muhaimin di sektor energi. Beberapa agenda yang terkait dengan ketersediaan dan keterjangkauan harga energi diantaranya adalah dengan meningkatkan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional hingga ke tingkat yang aman untuk menjamin ketersediaan dan memungkinkan dilakukannya perencanaan impor yang matang untuk mendapatkan harga terbaik. Hal yang sama dikatakan juga akan dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan negara-negara produsen energi untuk mendapatkan energi murah, memperbaiki ketepatan sasaran subsidi energi melalui perbaikan data dan pendekatan teknologi, perencanaan produksi dan ekspor energi dengan mempertimbangkan keamanan suplai dan cadangan domestik dan menerapkan teknologi terkini untuk memaksimalkan efisiensi produksi termasuk menerapkan Enhanced Oil Recovery.
Dalam aspek energi yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan hidup, beberapa agenda yang berkaitan diantaranya adalah membudayakan perilaku hemat energi melalui insentif kebijakan, melaksanakan program “Indonesia Menuju EBT” melalui diversifikasi energi, termasuk bioenergi, panas bumi, air terjun, angin, hidrogen, dan tenaga surya, dengan dukungan pemerintah dari sisi pembiayaan. Selain itu agenda lainnya adalah memaksimalkan peran panas bumi dengan mendorong penemuan cadangan terbukti oleh pemerintah, untuk menurunkan risiko dan meningkatkan daya tarik investasi, membuka peluang bagi masyarakat dan komunitas, untuk memproduksi EBT dan memasarkannya ke Perusahaan Listrik Negara (PLN), mendorong inovasi pembiayaan EBT dengan berbagai skema termasuk memanfaatkan green financing dengan bunga yang kompetitif dan memanfaatkan peluan perdagangan karbon, hingga membentuk Dana Abadi (Resource Endowment Fund) berasal dari pendapatan sumber daya alam (SDA), yang dialokasikan untuk riset EBT.
Dengan bingkai ketahanan energi yang didalamnya mencakup aspek ketersediaan, keterjangkauan akses-harga dan akseptatibilitas-keberlanjutan, agenda utama sektor energi yang diusung pasangan Anies-Muhaimin, dapat dikatakan cukup lengkap dan detil. Paling tidak, dari apa yang sejauh ini tertuang dalam dokumen visi misi yang ada, isinya cukup menggambarkan pemahaman dan pendekatan teknokratik yang terbilang komprehensif terhadap isu-isu penting di sektor energi Indonesia. Tidak hanya sebatas pada visi-misi, agenda yang tertuang sampai pada tingkatan tertentu sudah menjangkau program dan strategi implementasinya. Hal yang sifatnya operasional, seperti melakukan renegosiasi dan merealisasikan kesepakatan produksi energi yang tertunda, termasuk proyek Masela, juga sudah tercakup di dalamnya.
Swasembada Energi
Meskipun di dalam dokumen yang ada tidak secara eksplisit dielaborasi lebih lanjut perihal swasembada energi dalam pengertian seperti apa yang dimaksud, pencapaian swasembada energi sebagai prioritas pertama pasangan Prabowo-Gibran di sektor energi, tampaknya dimaksudkan ditempatkan dalam kerangka ekonomi hijau-biru yang di dalam pencapaiannya akan disandarkan pada produksi dari energi baru terbarukan (EBT). Beberapa program atau agenda prioritas yang menyertainya disebutkan diantaranya adalah mengembangkan EBT yang disinergikan dengan pelaksanaan ekonomi hijau, dan melanjutkan dan mengevaluasi pengembangan kawasan ekonomi khusus yang terspesialisasi dengan mengedepankan ekonomi hijau dan/atau ekonomi biru.
Masih terkait dengan hal itu, agaknya dalam hal menunjang sisi produksi, terdapat program perbaikan skema insentif untuk mendorong aktivitas temuan cadangan sumber energi baru, program mendirikan kilang minyak bumi, pabrik etanol, serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas, baik oleh BUMN atau swasta. Kemudian juga terdapat program untuk memperluas konversi BBM kepada gas dan listrik untuk kendaraan bermotor, dan menambah porsi energi EBT dalam bauran listrik PLN. Mungkin kedua hal ini berkaitan dengan swasembada energi yang dituju karena dipandang dapat mengurangi konsumsi energi fosil – yang sudah tidak mampu kita penuhi sendiri – untuk digantikan dengan EBT – yang mungkin dalam visi yang ada masih akan mampu dipenuhi secara swasembada. Aspek penguasaan-kedaulatan ekonomi-energi juga dimunculkan dari program yang ada seperti mengembalikan tata kelola migas dan pertambangan nasional sesuai amanat Konstitusi Pasal 33 UUD 1945 dan melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi berbasiskan sumber daya alam.
Dari apa yang sejauh ini tertuang di dalam dokumen visi-misi pasangan Prabowo-Gibran, secara umum dapat dikatakan bahwa unsur semangat dan idealisme tentang seperti apa sektor energi Indonesia yang dicita-citakan (swasembada) adalah yang terlihat paling menonjol. Dokumen yang ada belum mengupas lebih jauh tentang strategi dan instrumen implementasinya, sebagaimana juga seperti belum cukup menyentuh satu-dua persoalan mendasar Indonesia di sektor energi, subsidi misalnya.
Transisi Energi
Dalam dokumen visi-misi yang ada, pasangan Ganjar-Mahfud menempatkan sektor energi di dalam kerangka misi untuk mempercepat perwujudan lingkungan hidup yang berkelanjutan melalui ekonomi hijau. Secara tidak langsung dapat dikatakan sektor energi di sini adalah bagian dari sistem ekonomi-lingkungan hidup, dengan transisi energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca sebagai program utamanya.
Beberapa program yang tercakup di dalam transisi energi pasangan Ganjar-Mahfud adalah pemanfaatan EBT sebagai generator pembaharuan yang potensinya sekitar 3.700 GW secara bertahap untuk kebutuhan energi dalam negeri sehingga porsi EBT di dalam bauran energi menjadi 25-30% hingga tahun 2029. Tercakup di dalamnya, transisi energi diarahkan untuk menuju Net Zero Emission (NZE) bersama dengan program lingkungan hidup berkelanjutan yang lain seperti pemeliharaan hutan, pemangkasan polusi udara dari emisi kendaraan dan industri, dan pembatasan penggunaan plastik. Pengintegrasian penilaian risiko lingkungan, sosial dan tata kelola (Environmental, Social, Governance/ESG) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem ekonomi, juga menjadi salah satu program yang digariskan. Juga program yang bersifat gerakan seperti Desa Mandiri Energi, Kampung Sadar Iklim (KadarKlim) dan gerakan ganyang plastik dan gebrak polusi melalui pendekatan reduce, reuse, recycle, repair and refabricate (5Rs).
Dari apa yang tertuang di dalam dokumen, visi-misi dan program pasangan Ganjar-Mahfud di isu energi dapat dikatakan sangat ringkas dan juga praktis. Dalam pengertian, tampak seperti hanya fokus pada satu isu utama, yaitu transisi energi yang berkaitan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca, dan hanya memuat butir-butir nama program di dalamnya dengan sedikit elaborasi tentangnya. Namun, di dalam keringkasan itu, sejatinya visi-misinya sangat tidak sederhana untuk diwujudkan karena berbicara tentang energi-ekonomi hijau.
Tawaran Gagasan-Pendekatan
Merangkum telaah singkat di atas, gagasan-pendekatan terhadap isu (sektor) energi yang ditawarkan oleh ketiga pasangan capres-cawapres, Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, secara berurutan dalam pandangan sederhana saya kurang lebihnya dalam satu-dua kata adalah ketahanan energi-teknokratis, swasembada energi-idealistis, dan transisi energi-praktis. Benang merah dan irisan di antara tawaran gagasan dari ketiganya yang paling menonjol adalah tentang pendayagunaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Irisan lainnya adalah bahwa ketiganya sejatinya sama-sama nasionalis dalam pengertian selalu mengedepankan kepentingan nasional di dalam gagasan yang ditawarkannya. Pendekatannya saja mungkin yang sedikit bisa berbeda. Teknokratis akan cenderung mengedepankan kaidah keilmuan tekno-ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan dan rasionalitasnya. Idealistis mungkin akan cenderung menggunakan pendekatan ideologi ekonomi “nasionalistik” dengan sedikit-banyak melibatkan unsur populis. Sedangkan praktis mungkin akan lebih mengarah kepada fokus pada satu-dua isu prioritas yang dipandang memenuhi penyelenggaraan pemerintahan baik di aspek substantif maupun politis.
Menelaah hanya dari apa yang sejauh ini tercantum dalam dokumen visi-misi ketiga pasangan capres-cawapres tentu tidak cukup. Seringkali, nantinya akan lebih banyak hal yang tidak tertuang secara eksplisit di dalam dokumen tersebut yang justru kemudian menjadi agenda yang dijalankan. Namun, dengan merujuk pada apa yang dituliskan sebagai visi-misi tersebut, setidaknya kita sebagai rakyat bisa memperoleh gambaran awal tentang gagasan dan pendekatan yang ditawarkan.