Kompas, 11 April 2023
Peningkatan produksi migas amat diperlukan. Salah satu yang mendesak ialah penuntasan revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang terkatung-katung selama belasan tahun.
JAKARTA, KOMPAS — Minyak dan gas bumi masih memegang peranan penting dalam transisi energi, terutama terkait dengan keamanan energi dan juga aspek ekonomi. Pengembangan migas pun masih amat dibutuhkan, termasuk dengan menyelesaikan revisi Undang-Undang Migas yang belasan tahun terkatung-katung.
Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, dalam diskusi terkait revisi Undang-Undang Migas jelang Pameran dan Konvensi IPA Convex 2023, di Jakarta, Senin (10/4/2023), mengatakan, migas masuk dalam skenario transisi energi.
Hingga 2050, porsi migas masih berkisar 30-40 persen. ”Bukan masalah suka atau tidak suka, tetapi migas sendiri bagian dari transisi energi. Ini mesti disinkronkan sehingga kita tak latah menyikapi transisi energi ini sebatas meninggalkan (energi) fosil ke nonfosil,” kata Pri Agung.
Ia menambahkan, energi fosil, termasuk migas, dan energi terbarukan berjalan bersama dalam transisi energi. Artinya, tak sekadar menggantikan, tetapi juga melengkapi. Dalam transisi energi, energy security (keamanan energi) tetap nomor satu karena tidak mungkin meninggalkan energi fosil, tetapi kebutuhan tak terpenuhi.
”Hal lain yang tidak bisa ditinggalkan dari transisi energi ialah dimensi ekonomi, dalam konteks Indonesia. Dengan potensi defisit migas yang diproyeksikan akan terus meningkat, kebutuhan devisa impor migas yang menyertainya dengan sendirinya juga akan semakin bertambah,” kata pendiri Reforminer Institute itu.
Oleh karena itu, peningkatan produksi migas amat diperlukan. Salah satu yang mendesak ialah revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Perbaikan regulasi penting karena menyangkut tiga aspek yang saling terkait, yaitu kepastian hukum, kepastian fiskal dan keekonomian, serta kemudahan birokrasi/perizinan.
”Yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya sunset industri migas yakni menjalankan lapangan migas yang sudah terbukti dan menemukan lapangan besar migas (baru). Agar berjalan, tidak bisa dengan cara-cara biasa dan RUU Migas diharapkan bisa mengakomodasi permasalahan yang ada saat ini,” kata Pri Agung.
Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menuturkan, terkait mendesaknya revisi UU Migas, pihaknya mengusulkan beberapa hal. Terkait kepastian hukum, misalnya, persyaratan dan ketentuan kontrak kerja sama (KKS), termasuk kontrak-kontrak pelaksananya, agar diakui dan dihormati hingga akhir kontrak.
Mengenai perbaikan fiskal, IPA berharap pengembalian prinsip assume and discharge, yaitu kontraktor hanya diwajibkan membayar pajak-pajak langsung, sedangkan pajak-pajak tidak langsung ditanggung pemerintah. Lalu, tax holiday dan insentif fiskal untuk kegiatan penangkapan, penyimpanan, dan utilisasi karbon (CCS/CCUS).
Tak kalah penting, imbuh Marjolijn, ialah memastikan kegiatan-kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca, termasuk kegiatan CCS/CCUS yang menjadi bagian dari hulu migas. ”Sehingga biaya-biaya terkait menjadi bagian dari biaya operasi karena sudah menjadi license to invest,” ujar Marjolijn.
Salah satu hal krusial dalam revisi UU Migas ialah perlunya institusi pengelola migas. ”Bukan hak IPA untuk mengatakan institusi yang diperlukan itu di bawah siapa. Yang pasti, kita butuh institusi yang kuat agar mengupayakan perizinan tepat waktu. Apa pun, kenyataannya, industri migas (produksi) saat ini decline (merosot) dan kita harus impor (dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri),” lanjutnya.
Anggota Tim Energi Bimasena, Suyitno Patmosukismo, berpendapat, RUU Migas harus dapat mencakup proyeksi ke depan, setidaknya hingga 2045. Selain itu, dalam mukadimah perlu disebut terkait peran migas dalam ”Transisi Energi Nasional”. Adapun RUU Migas tidak masuk dalam 39 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2023. Pada bidang ESDM, yang masuk dalam prioritas 2023 hanya RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), yang saat ini tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Penawaran WK migas
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya menarik investasi demi mengoptimalkan potensi sumber migas yang ada di Indonesia. Pada Senin (10/4/2023), diumumkan penawaran wilayah kerja (WK) migas tahap I-2023, yakni untuk WK Akia, WK Beluga, dan WK Bengara I.
WK Akia, yang terletak di lepas pantai Kalimantan Utara, diperkirakan memiliki 2 miliar barel minyak dan 9 triliun kaki kubik gas. Sementara WK Beluga, di lepas pantai Natuna Barat, diperkirakan memiliki potensi 360 juta barel minyak dan 50 miliar kaki kubik gas. Adapun WK Bengara I, di daratan Kalimantan Utara, memiliki potensi 90 juta barel ekuivalen minyak dan gas.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, ketiga WK yang ditawarkan itu masing-masing berdekatan dengan sejumlah WK dengan potensi hidrokarbon yang sudah terbukti. Pemerintah pun menawarkan sejumlah ketentuan pokok yang menarik bagi calon investor, seperti perbaikan sharing split, fasilitas pajak, dan insentif.
”Kontraktor juga akan mendapatkan fasilitas perpajakan sesuai peraturan berlaku. Apabila terapat kendala keekonomian, kontraktor dapat mengajukan insentif yg diperlukan untuk pengembangan lapangan (migas),” kata Tutuka dalam penawaran ketiga WK migas tahap I-2023 secara daring, Senin.
Menurut data Ditjen Migas Kementerian ESDM, pada 2022, sebanyak 13 WK ditawarkan dengan total investasi migas mencapai 13,9 miliar dollar AS. Sementara pada 2023, ditargetkan ada 10 WK yang ditawarkan dengan investasi migas diharapkan mencapai 17,4 miliar dollar AS.