Detikfinance, 25/08/2009 11:50 WIB
Jakarta – Pemerintah juga harus ikut bertanggung jawab atas keterlambatan produksi blok Cepu. Penetapan target produksi awal blok Cepu sebelum tahun 2010 sebelumnya dinilai sebagai keputusan politis.
Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, Pri Agung Rakhmanto menyatakan pemerintah tidak bisa begitu saja memberikan sanksi kepada Exxon atas keterlambatan produksi blok Cepu. Pemerintah dinilai memiliki andil dari keterlambatan produksi blok Cepu tersebut.
“Itu kan harus dilihat lebih jauh lagi,Apakah keterlambatan itu bukan karena memang sejak awal blok Cepu tidak bisa berproduksi sebelum 2010 lalu dipaksakan pemerintah karena pertimbangan politis lalu akhirnya jadi seperti ini ” ungkap Pri Agung dalam pesan singkatnya kepada detikFinance, Selasa (25/8/2009).
Menurut Pri Agung, Exxon bisa diberikan sanksi jika memang hanya Exxon yang bersalah atas produksi blok Cepu kembali molor. Sanksi tersebut bisa berupa pinalti atau ganti rugi sampai pada pemutusan kontrak.
“Namun kondisi yang ada kan tidak ideal seperti dalam kontrak. Untuk menyatakan Exxon lalai itu tidak sesederhana itu, harus lewat arbitrase,” ujar Pri Agung.
Pri Agung meminta agar pemerintah dan Exxon yang harus menjelaskan alasan sebenarnya dari keterlambatan produksi di blok Cepu tersebut.
“Selama ini alasan molornya kan juga berubah-berubah terus, misalnya tadinya dikatakan kilangnya belum siap, lalu pipanya, lalu sekarang separatornya dan juga pembelinya yang belum ada. Mana yg bisa dipercaya sebenarnya ” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Pri Agung juga menyoroti kinerja tim investigasi blok Cepu yang dibentuk DPR yang hingga kini belum menghasilkan apa-apa.
“Sudah benar sebenarnya DPR membentuk tim investigasi,tapi kenapa sampai sekarang kok belum kedengeran move-nya,” tandasnya.
(Nurseffi Dwi Wahyuni – detikFinance)