MediaIndonesia, Selasa, 28 Juli 2009
JAKARTA-MI: Meski harga minyak mentah (crude) dunia mulai merayap di kisaran US$70 per barel, pemerintah belum memiliki rencana kebijakan untuk melakukan penghematan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Rencana penerapan kartu pintar (smart card) untuk membatasi konsumsi BBM dalam rangka penghematan BBM bersubsidi tidak akan dilakukan karena tidak ada anggaran. Kita akan dorong supaya bisa diterapkan di 2010 beserta penerapan nozzle khusus di SPBU. BPH Migas hanya melakukan ujicoba penerapan smart card untuk 2009 di pulau Bintan,” ujar Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Tubagus Haryono, melalui pesan singkatnya kepada Media Indonesia, Selasa (28/7).
Meski demikian, imbuh Tubagus pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak dunia untuk mengamankan ketersediaan anggaran BBM bersubsidi. Sementara itu, pihak PT Pertamina (Persero) yang selama ini berperan sebagai penyedia dan distributor BBM bersubsidi menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan penghematan terkait kenaikan harga crude saat ini. “Kita menjalankan mandat untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM bersubsidi yang diatur dalam APBN, Jadi kita akan ikuti apapun kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah,” ujar Vice President Communications PT Pertamina (Persero) Basuki Trikora Putra.
Sedangkan Direktur Eksekutif Refrominer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kenaikan harga minyak kali ini tidak terkait dengan faktor fundamental karena sesungguhnya permintaan pasar internasional juga belum ada lonjakan yang berarti. “Kenaikan kali ini terjadi karena faktor sentimen positif saja terhadap pemulihan ekonomi global yang diprediksi lebih cepat,” ujar Pri Agung.
Kenaikan kali ini juga diyakini tidak akan membuat pasar internasional terlalu bergejolak. Hal ini terjadi karena negara produsen minyak, terutama yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) justru akan berupaya mempertahankan harga di kisaran ini.
“Beberapa waktu lalu, harga sempat turun karena ada aksi ambil untung (profit taking) dari para pedagang minyak internasional. Untuk kenaikan saat ini OPEC juga tidak akan melakukan aksi apapun karena mereka justru menikmati harga minyak di kisaran US$70 ini,” ujar Pri Agung.
Menurut Pri Agung, dengan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) di kisaran US$60 per barel, kenaikan kali ini masih relatif aman terhadap kemampuan keuangan APBN. “Sebenarnya kenaikan ini tidak terlalu membahayakan karena kemampuan APBN masih bisa menangani fluktuasi harga crude hingga akhir tahun,” ujar Pri Agung.
Dalam APBN-Perubahan 2009, parlemen dan pemerintah sepakat menetapkan besaran subsidi BBM di kisaran Rp52,392 triliun, atau turun Rp5,21 triliun dari anggaran APBN 2009 di kisaran Rp57,605 triliun. Pertimbangan kemampuan APBN ini, imbuh Pri Agung, yang membuat pemerintah tidak memiliki rencana untuk melakukan penghematan secara nasional untuk konsumsi BBM tahun ini.
“Tahun ini mungkin tidak ada upaya penghematan karena pemerintah percaya diri dengan kemampuan keuangan negara. Namun untuk 2010 harus ada upaya penghematan karena ada potensi harga crude akan melonjak hingga di atas US$80 pada tahun depan,” ujar Pri Agung.
Upaya untuk penghematan ini bisa dilakukkan secara langsung misalnya dengan membatasi penggunaan BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan umum dan sepda motor saja, atau melalui pembatasn kapasitas mesin (cc) kendaraan. (Jaz/OL-7)