Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di Media2010Pemerintah Perlu Proaktif Hak Beli Saham Tambang

Pemerintah Perlu Proaktif Hak Beli Saham Tambang

Bisnis Indonesis.com, 22 Maret 2010

JAKARTA:A�Pemerintah diimbau lebih proaktif dalam menjalankan hak pembelian saham yang didivestasi pemodal asing pertambangan sebagaimana diatur PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara agar tujuan divestasi untuk peningkatan kapasitas nasional bisa tercapai. Direktur Eksekutif Reforminer Institut Pri Agung Rakhmanto mengatakan pelimpahan hak pembelian saham kepada pihak di luar pemerintah, pusat ataupun daerah baik secara langsung ataupun melalui badan usahanya terbukti menyebabkan divestasi itu gagal meningkatkan peran nasional. Apabila saham itu jatuh ke tangan swasta, tuturnya, dengan sendirinya pemerintah atas nama negara tidak lagi memiliki kendali atas kepemilikan saham tersebut selanjutnya.

Dalam kontrak karya [KK] sebelumnya, hanya mengatur mengenai besaran saham yang didivestasi. Setelah saham itu dikendalikan oleh pihak lain, dan kebetulan itu swasta, mau kemana pihak swasta itu menjual sahamnya sudah bukan lagi wewenang pemerintah untuk mengatur, katanya hari ini. Pri Agung mencontohkan divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) telah sukses mengalihkan 24% saham milik Newmont Indonesia Ltd dan Nusa Tenggara Mining Corp kepada peserta Indonesia, yaitu PT Multi Daerah Bersaing, yang merupakan perusahaan patungan antara Multicapital dan PT Daerah Maju Bersaing.

Tahun ini, merupakan akhir dari proses divestasi yang tinggal menyisakan 7% dari 31% kewajiban yang tersisa. Seperti diketahui, sebelum proses divestasi dimulai 2006, 20% saham NNT telah dikuasai oleh PT Pukuafu Indah. Namun, sejak Desember tahun lalu Pukuafu kehilangan kendali atas saham-sahamnya hingga 2019 setelah perusahaan menggadaikannya kepada NIL dan NVL, anak perusahaan Newmont Mining Corp lainnya, untuk mendapatkan pinjaman sebesar US$287 juta. Utang tersebut digunakan perusahaan untuk melunasi pembayaran obligasi yang jatuh tempo.

Obligasi itu sendiri semula diterbitkan Pukuafu untuk melunasi utangnya kepada Newmont, yang dibuat perusahaan untuk penyertaan modal pengembangan Batu Hijau. Dalam laporan keuangan terakhirnya, Newmont Mining Corp telah mendeklarasikan penguasaan hak ekonomi (saham) atas Batu Hijau sebesar 52,44%. Padahal, sebelum proses divestasi saham berlangsung pada 2006, Newmont dan NTMC masing-masing hanya menguasai 45% dan 35%. Itulah mengapa sikap proaktif pemerintah diperlukan agar tidak lagi terjadi hal semacam ini. Tujuan divestasi menjadi tidak tercapai karena saham itu akhirnya kembali dikuasai pemodal asing, katanya. Divestasi saham kini diatur dalam UU No.4/2009 tentang Mineral dan Batu bara yaitu pasal 112 ayat 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.23/2010 Pasal 97 ayat 1, pemegang Ijin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus wajib mendivestasikan sedikitnya 20% kepada peserta Indonesia setelah 5 tahun berproduksi dengan tahapan, pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

Direktur Eksekutif IMA Priyo Pribadi Soemarno sebelumnya mengusulkan agar saham divestasi bisa dilepas melalui pasar modal untuk mengantisipasi gagalnya divestasi bila pihak nasional tidak mampu membeli saham yang ditawarkan. Opsi itu merupakan yang terakhir untuk mengantisipasi kegagalan proses divestasi saham pemodal asing. Namun, berdasarkan PP No. 23/2010 pasal 97 ayat 11 disebutkan apabila divestasi tidak tercapai, penawaran saham bisa dilakukan pada tahun berikutnya berdasarkan mekanisme ketentuan yang tertera dalam PP tersebut. PP tersebut tidak mengatur mengenai sampai berapa tahun proses divestasi itu dibatasi. (mrp)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments