Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di Media2011Pemerintah Diminta Ubah Asumsi Harga Minyak di APBN

Pemerintah Diminta Ubah Asumsi Harga Minyak di APBN

Media Indonesia, 13 Januari 2011

JAKARTA – MICOM: Pemerintah diminta mengubah asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada APBN 2011. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembengkakan subsidi setelah nilai minyak dunia pada Rabu (12/1) malam nyaris menyentuh US$100 per barel. Direktur ReforMiner Institute (sebuah lembaga yang mengkaji reformasi pertambangan dan energi) Pri Agung Rakhmanto mengemukakan harga minyak mentah jenis brent north sea turut memengaruhi ICP. Akibatnya, subsidi Pemerintah terhadap sektor energi bisa membengkak mengingat kenaikan US$1 per barel di atas asumsi ICP dalam APBN 2011 sebesar US$80 per barel membengkak sebesar Rp3,2 triliun. Jika harga minyak mentah mencapai US$100 per barel seperti prediksi banyak pengamat, subsidi energi dikhawatirkan melambung ke Rp64 triliun.

“Langkah Pemerintah sekarang tergantung pilihan politik. Bisa mengubah asumsi APBN 2011 atau bisa juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) secara terbatas,” imbuhnya. Meskipun begitu, Pri Agung mengakui pilihan politik Pemerintah turut mendominasi langkah kebijakan ke depan.

Apabila kenaikan harga BBM dinilai tidak populis, ia menyarankan Pemerintah untuk mengubah asumsi ICP pada APBN 2011 sekitar Maret nanti ketika Pemerintah sudah memastikan kebijakan apa yang akan diambil agar hitungannya lebih baik. “Sekadar ancar-ancar, saran saya asumsi ICP diubah ke US$88-92 per barel karena harga rata-rata minyak mentah di 2011 akan berada pada kisaran tersebut,” cetusnya. Lebih lanjut, Pri Agung mengemukakan apabila asumsi seperti target lifting minyak di dalam APBN 2011 sebesar 970 ribu barel per hari serta volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang mencapai 38,5 juta kiloliter (KL) sesuai target, sebenarnya asumsi ICP sebesar US$85 per barel sudah cukup. Kendati demikian, Pri Agung yang memperkirakan keseluruhan asumsi terutama terkait target lifting minyak dan volume konsumsi BBM bersubsidi gagal tercapai, ditambah cadangan risiko fiskal di Indonesia sebesar Rp4,9 triliun, Pri Agung memperkirakan harga minyak tertinggi yang bisa ditahan APBN untuk tahun ini hanya bisa bertahan sampai rata-rata ICP di US$81-82 per barel.

Seperti dilansir Reuters, harga minyak mentah jenis Brent mendekati US$99 per barel pada Rabu (12/1). Persentase peningkatan sebesar 1% dari jumlah sebelumnya ini merupakan yang pertama kali sejak 27 bulan seiring maraknya penutupan produksi serta peningkatan permintaan global. Dua lapangan minyak Norwegia yang baru kembali aktif pada Rabu setelah lumpuh 20 jam akibat kebocoran gas turut mendongkrak harga minyak. Adapun Trans-Alaska Pipeline sepanjang 800 mil (1.300 kilometer) yang mengangkut 12% dari total produksi minyak mentah AS juga ditutup Sabtu pekan lalu karena mengalami kebocoran, meskipun penerbitan ulang pada tingkat rendah.

Sebagai catatan, minyak Brent merupakan patokan rata-rata penjualan di wilayah Eropa, Afrika, dan Timur Tengah. Kenaikan brent north sea untuk pengiriman Februari meningkat US$0,51 per barel dari US$97,61 per barel ke US$98.12 per barel pada Rabu (12/1) pukul 17:31 waktu setempat.

Pada perdagangan hari itu, brent north sea sempat menyentuh US$98.85 per barel atau level tertinggi sejak Oktober 2008. “Satu-satunya yang bisa menghentikan meroketnya harga saat ini adalah sentimen pasar,” ujar analis Commerzbank Carsten Fritsch kepada Reuters.

“Sepertinya tinggal tunggu waktu saja untuk harga minyak mencapai US$100 per barel apabila permintaan tetap tinggi dan makin banyak gangguan teknis pada pemasokan.” Seperti dikutip kantor berita Channelnews Asia, kontrak utama untuk New York, yakni minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Februari ditutup pada US$91,86 per barel atau meningkat US$0,75 per barel dari pembukaan di US$91,11 per barel. Minyak jenis light sweet sendiri sempat menyentuh US$92,39 per barel pada perdagangan di hari tersebut. Di sisi lain, laporan Departemen Energi AS (DoE) bahwa adangan minyak mentah Amerika Serikat turun 2,2 juta barel pekan lalu turut mendorong kenaikan harga minyak. Penurunan tersebut lebih tajam daripada yang diperkirakan sehingga adanya penguatan permintaan. (*/OL-3)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments