Media Indonesia, 22 Maret 2011
Jakarta – PEMERINTAH diminta mengkaji kontrak blok minyak yang bakal berakhir dalam waktu dekat sebagai salah satu strategi menggenjot produksi (lifting) minyak dalam negeri.
Pasalnya, blok-blok yang kebanyakan kontraknya dipegang kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asing tersebut selama ini tidak memberikan kontribusi optimal dalam memasok minyak ke pasar domestik.
Deputi Direktur ReforMiner Institute Komaidi mengatakan, pada prinsipnya negara mesti lebih mendorong korporasi dalam negeri untuk menggarap ladang-ladang minyak yang ada. Praktik tersebut, kata dia, sudah lazim dilakukan di negara lain sebagai cara meningkatkan lifting minyak nasional.
Secara khusus Komaidi menunjuk Pertamina sebagai pihak yang bisa menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk melakukan tugas terse-but. “Sudah sepantasnya pemerintah mendorong Pertamina selaku BUMN migas menjadi tuan rumah di negeri sendiri.”
Ia menambahkan, berdasarkan data setelah akuisisi atau setelah masa kontrak berakhir, pada beberapa blok yang dikembalikan kepada pemerintah dan diserahkan kepada Pertamina terdapat kecenderungan produksinya meningkat. Di antaranya blok Onshore West Java (ONWJ), blok Sanga-Sanga di Tarakan, Kalimantan Timur, dan blok Limau, Sumatra Selatan.
“Sangat mungkin jika blok-blok itu diserahkan ke Pertamina, lifting minyak nasional akan naik,” ujar Komaidi, kemarin.
Sebelum ini, pemerintah dipusingkan dengan pencapaian lifting minyak yang masih jauh dari target APBN 2011 sebesar 970 ribu barel per hari (bph). Berdasarkan data BP Migas, realisasi lifting saat ini baru tercapai 906 ribu bph atau 6,5% di bawah asumsi APBN 2011.
Data itu juga memperlihat-kan kontraktor di sejumlah blok belum mencapai target produksi. Kodeco baru mencapai 16 ribu bph dari target 29 ribu bph, dan Chevron Pacific Indonesia kurang 10 ribu bph dari target 370 bph. ConocoPhillips Ind Ltd kurang 9.000 bph dari target 61 ribu bph, dan
CNOOC SES Ltd kurang 2.000 bph dari target 40 ribu bph.
West Madura
Untuk mengantisipasi rendahnya produksi, pemerintahmelalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melakukan evaluasi lifting setiap dua hari sekali serta membidik beberapa blok untuk diupayakan menambah lifting minyak sebesar 31 ribu-36 ribu bph. Selain itu, menurut Dirjen Minyak dan Gas Bumi ESDM Evita Herawati Legowo, pemerintah kini tengah mengkaji pengalihan kontrak blok migas West Madura yang akan berakhir Mei 2011. Meski belummemastikan apakah operator utama blok akan beralih dari perusahaan Kodeco ke Pertamina, pemerintah mengupayakan porsi saham BUMN migas itu bertambah.
“West Madura sebentar lagi rampung. Targetnya penyelesaian perpanjangan kontrak blok migas tersebut 31 Maret 2011,” ujar Evita.
Blok West Madura pertama kali ditandatangani pada 7, Mei 1981 dengan porsi kepemilikan saham Pertamina 50%, Kodeco 25,, dan CNOOC 25%. Produksi minyak di blok itu mencapai 19 ribu bph.
Direktur Utama Pertamina Karen Agusnawan menyatakan Pertamina telah mengajukan diri menjadi pemegang saham mayoritas blok tersebut. Bahkan, Pertamina meminta pemerintah mengeluarkan mandat pengalihan operator sampai ada kepastian perpanjangan kontrak blok West Madura.
“Kami optimistis perseroan mampu mempertahankan laju produksi blok West Madura hingga 19 ribu barel per hari dari realisasi saat ini yang hanya 13 ribu bph,” tutur Karen, beberapa waktu lalu.