Bisnis Indonesia, 6 September 2011
JAKARTA: Jika tidak ada penambahan kilang minyak baru, impor BBM pada 2030 diperkirakan mencapai 574,57 juta barel atau sekitar 71,8% dari total kebutuhan BBM nasional sebesar 800,24 juta barel.
Komaidi, Wakil Direktur ReforMiner Institute mengatakan nominal pengadaan BBM impor tersebut mencapai US$68,94 miliar atau sekitar Rp600 triliun.
“Mengingat besarnya kebutuhan impor tersebut, pemerintah perlu mengintervensi untuk menetapkan kebijakan akuisisi kilang milik TPPI meski Pertamina kurang berminat melakukannya,” ujarnya dalam acara diskusi restrukturisasi TPPI hari ini.
Menurut Komaidi, meski menurut Pertamina margin bisnis kilang masih lebih rendah dari margin bisnis hulu, namun penambahan kilang baru mutlak diperlukan demi ketahanan energi nasional. Jika kilang bisa dikembangkan dari proyek eksisting dan ada penambahan proyek, impor BBM bisa berkurang dari 71,8% menjadi 54%.
Jika kilang dikembangkan dengan cara upgrading, impor BBM bisa berkurang menjadi 51%. Sementara itu jika kilang dikembangkan dengan menambah kilang minyak baru, impor BBM bisa semakin berkurang lagi menjadi hanya 3% dari total kebutuhan BBM.
Adapun kapasitas terpasang kilang Pertamina dan swasta per 2009 adalah sekitar 1,156 juta barel per hari. Pada 2014, pengolahan minyak mentah Pertamina ditargetkan sebesar 913 MBCD (ribu barel crude per hari), meningkat dari 2009 sebesar 885 MBCD.
“Opsi akuisisi kilang TPPI ini memang keputusannya tergantung pada pemerintah. Tapi sebenarnya tidak ada salahnya jika kilang TPPI diakuisisi, karena otomatis kapasitas kilang domestik bertambah,” ujarnya.
Meski demikian, Komaidi mengakui bahwa diperlukan kalkulasi ulang atas opsi akuisisi jika utang TPPI saat ini sebesar total Rp17 triliun, lebih besar dari nilai asetnya sebesar Rp13,5 triliun. (sut)