Pri Agung Rakhmanto :ÂÂ
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Petrominer: Senin, 9 Mei 2016
Harga minyak telah hampir dua tahun berada pada kisaran rendah. Setelah mencapai titik terendah US$ 27 per barel pada Februari 2016 lalu, periode satu bulan terakhir harga mulai menunjukkan gejala perbaikan. Saat ini, harga berada di kisaran US$ 45 per barel.
Implikasi dari rendahnya harga minyak ke Indonesia selama dua tahun terakhir ini sebenarnya cukup mudah diidentifikasi. Di hilir, harga minyak rendah membawa berkah. Alokasi anggaran subsidi energi (BBM dan listrik) sekitar Rp 200 triliun dapat dihemat dari APBN setiap tahunnya. Harga BBM dalam negeri turun dan berada pada tingkat yang relatif terjangkau masyarakat dan perekonomian. Fenomena harga minyak rendah dapat dikatakan telah cukup membantu menyelesaikan beberapa persoalan energi nasional di sisi hilir.
Sementara persoalan yang relatif belum tersentuh dan belum terjawab adalah di hulu. Pemerintah dalam berbagai kesempatan menyatakan akan melakukan langkah-langkah untuk membantu industri hulu migas menghadapi kondisi harga minyak yang rendah ini. Namun, berdasarkan pencermatan penulis, sebagian besar dari hal itu masih lebih merupakan langkah normatif saja. Sebagian juga masih merupakan bagian dari kebijakan lama yang belum sepenuhnya dijalankan.
Di tingkatan kebijakan strategis, beberapa strategi utama yang dikatakan akan dan teah dilakukan diantaranya adalah:
- Efisiensi biaya (capital expenditure dan operating expenditure) melalui optimasi kegiatan pengembangan, memperbanyak kegiatan work over dan perawatan sumur, penggunaan fasilitas bersama, dan negosiasi harga dalam penyediaan barang dan jasa. Dalam hal efisiensi biaya ini, pemerintah mengklaim hal itu sudah dilakukan sejak 2015 lalu dan telah menghasilkan penghematan sekitar 6,12%.
- Mempermudah birokrasi perijinan dan mengkaji perubahan fiscal.
- Mengantisipasi masalah tenaga kerja melalui penundaan rekruitmen baru, skema pensiun alami dan pengunduran dini sukarela, dan efisiensi biaya pelatihan dan perjalanan dinas.
- Meningkatkan koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya terkait implementasi peraturan dan perizinan.
Di tingkatan operasional, beberapa langkah diklaim merupakan respon yang telah diambil, yaitu:
- Mengedepankan penggunaan teknologi terkini dan pendekatan terbaru untuk operasi perminyakan yang lebih efisien dan optimal.
- Antisipasi pengurangan tenaga kerja di hulu migas.
- Tetap melanjutkan kegiatan eksplorasi.
- Menghilangkan disinsentif fiskal yang tidak perlu.
- Membenahi proses bisnis, birokrasi dan pengambilan keputusan di internal birokrasi pemerintah.
Berdasarkan pencermatan penulis, dari kebijakan dan langkah tersebut, sebagian besar diantaranya belum dielaborasi secara lebih rinci dan konkret. Hanya butir ke-4, yaitu menghilangkan disinsentif fiskal yang secara relatif telah lebih dielaborasi. Langkah itu dilakukan dengan penghilangan pembatasan reimbursement Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menyelesaikan PBB eksplorasi yang masih terkendala di pengadilan pajak, dan penyelesaian masalah pengenaan branch profit taxes dan PPN pada transaksi tertentu di hulu migas seperti di dalam pengalihan interest, penggunaan fasilitas bersama atau dalam kasus swap gas.
Hal-hal di atas pada dasarnya cukup positif. Namun, industri membutuhkan langkah yang lebih konkret dan dapat secara langsung dirasakannya dalam kegiatan operasionalnya. Tidak perlu harus rumit dan beraneka ragam. Cukup satu-dua tetapi konkret akan memberikan dampak yang lebih riil. Salah satu contohnya adalah kebijakan yang telah diharapkan KKKS sejak lama, yaitu agar dalam masalah pembebasan lahan dapat dilakukan oleh pemerintah, bukan KKKS.