KOMPAS; 19 Juli 2017
JAKARTA, KOMPAS Kenaikan produksi minyak siap jual atau lifting bakal sulit direalisasikan pemerintah. Penyebabnya adalah harga minyak yang rendah dan kondisi sumur minyak yang tua sehingga produktivitasnya menurun. Target lifting minyak 815.000 barrel per hari belum terpenuhi.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, berkaca pada iklim hulu migas saat ini, desakan DPR agar pemerintah mampu menaikkan lifting minyak sulit dipenuhi. Secara teknis, sulit menaikkan lifting minyak lantaran usia sumur yang tua. Dari sisi bisnis, harga minyak yang rendah tidak bisa menimbulkan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan produksi minyak.
“Dengan dua kondisi tersebut, agak sulit memenuhi permintaan DPR soal menaikkan lifting tersebut,” ujar Komaidi, Selasa (18/7), di Jakarta.
Disinggung soal pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan lifting, menurut Komaidi, hal itu belum tentu ekonomis dengan harga minyak yang masih di bawah 50 dollar AS per barrel. Apalagi, kondisi setiap lapangan minyak berbeda-beda dan memerlukan perlakuan yang tidak sama. Akibatnya, ongkos mahal dari pemanfaatan teknologi tidak terkompensasi dengan harga minyak sekarang.
Sejumlah anggota Komisi VII DPR melontarkan desakan kepada pemerintah untuk menaikkan lifting minyak setidaknya sampai akhir tahun ini. Dalam patokan APBN 2017, lifting minyak ditetapkan 815.000 barrel per hari. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi lifting minyak sampai akhir Juni 2017 adalah 802.000 barrel per hari.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Fadel Muhammad, mengatakan, jika pemerintah tidak mampu menaikkan lifting minyak, pemerintah sebaiknya mendorong BUMN migas untuk mengakuisisi perusahaan minyak luar negeri. Dengan demikian, produksi minyak dari perusahaan yang diakuisisi bisa dibawa ke Indonesia.
“Kondisi sekarang ini seolah-olah tak ada harapan untuk menaikkan produksi minyak seperti pada masa lalu. Akibatnya, Indonesia akan terus menjadi pengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak. Padahal, pembangunan kilang dalam negeri kemajuannya sangat lamban,” kata Fadel.
Bara K Hasibuan dari Partai Amanat Nasional menambahkan, salah satu cara untuk menaikkan produksi adalah mau tidak mau dengan meningkatkan investasi melalui eksplorasi untuk menemukan cadangan baru. Namun, ia memaklumi jika iklim investasi hulu migas saat ini sedang lesu akibat anjloknya harga minyak. Untuk menarik minat investasi, pemerintah harus memberikan kemudahan berbisnis.
Terkait investasi hulu migas Indonesia, berdasarkan data SKK Migas, target tahun ini 13,8 miliar dollar AS, sedangkan realisasi semester I-2017 baru 3,98 miliar dollar AS.
Kerja sama Pertamina
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menandatangani kerja sama dengan Repsol, perusahaan migas asal Spanyol. Kerja sama tersebut meliputi pengembangan teknologi hulu migas berbasis digital, penelitian dan pengembangan metode produksi minyak tingkat lanjut (EOR), penelitian biofuel generasi kedua, serta sejumlah riset dan pengembangan lain.
“Studi ini memperkuat komitmen Pertamina mempercepat program EOR untuk meningkatkan cadangan dan produksi minyak lebih cepat,” ujar Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dalam siaran pers.