DetikFinance.com, 27 Juli 2011
Jakarta – Pemerintah kembali mengaktifkan Instruksi Presiden No.2 Tahun 2008 soal penghematan penggunaan energi dan air di lembaga pemerintahan. Namun Inpres ini hanya ajang kampanye semata, agar masyarakat melihat pemerintah sudah melakuakn sesuatu untuk merespons gejolak harga minyak
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Rabu (27/7/2011).
“Itu hanya bersifat kampanye dan menunjukkan seolah pemerintah berbuat sesuatu dalam rangka merespons gejolak harga minyak,” tanggapnya.
Namun, lanjut Pri Agung, langkah pemerintah lewat Inpres ini tidak konkret, dan hasilnya tidak akan signifikan mengurangi pemakaian energi terutama listrik dan BBM.
“Apalagi jika dikaitkan dengan pengurangan beban subsidi di anggaran negara. Bagaimana orang akan berhemat untuk BBM bersubsidi jika harganya tetap dipertahankan rendah (Rp 4.500/liter) dan transportasi tidak memadai?” cetusnya. Bahkan, menurut Pri Agung, Inpres tersebut dinilai tidak kredibel. Karena, justru yang dilakukan pemerintah malah menambah kuota volume BBM bersubsidi.
“Alokasi anggaran subsidi energi di APBNP itu hingga Rp 45 triliun lebih. Itu artinya jelas bukan penghematan,” serunya.
Pemerintah kembali mencanangkan gerakan hemat energi dan air. Ditargetkan dari gerakan ini akan menghemat anggaran negara hingga triliunan rupiah.
Misalnya pemerintah menargetkann bisa hemat 27% untuk belanja listrik atau sekitar Rp 2,5 triliun per tahun.
Khusus untuk listrik pemerintah targetkan penghematan sebesar 27% dari sebelumnya 10-25%. Sementara untuk BBM, pemerintah menargetkan penghematan hingga 10%.