Kompas; Senin, 6 November 2017
JAKARTA, KOMPAS Harga minyak Indonesia terus menunjukkan kenaikan seiring dengan naiknya harga minyak acuan dunia. Kenaikan ini berpotensi memicu naiknya harga jual bahan bakar minyak dan tarif listrik di dalam negeri di tahun depan. Pemerintah perlu mengantisipasi hal ini.
Pada pengumuman tim harga minyak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak Indonesia (ICP) periode Oktober 2017 naik menjadi 54,02 dollar AS per barrel. Harga tersebut lebih tinggi daripada periode September 2017 yang sebesar 52,47 dollar AS per barrel. Adapun ICP pada Agustus 2017 dipatok pada angka 48,43 dollar AS per barrel.
Meski begitu, kenaikan harga minyak ini tak membuat harga jual bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri ikut naik, khususnya jenis premium dan solar bersubsidi. Demikian pula tarif listrik yang salah satu komponen penentunya adalah harga minyak Indonesia. Pemerintah telah memutuskan, hingga tutup tahun tidak akan ada perubahan harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi dan tarif listrik.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, pemerintah harus cermat menyusun kebijakan yang diterapkan saat harga minyak terus merangkak naik. Begitu pula dampaknya terhadap APBN dan keuangan PT Pertamina (Persero).
Jangan sampai gagap saat harga minyak terus naik. Pemerintah juga sebaiknya konsisten dengan kebijakan reformasi subsidi energi dan evaluasi harga BBM setiap bulan yang sudah diterapkan dengan baik di dua tahun awal pemerintahan sekarang, kata Pri Agung, Minggu (5/11), di Jakarta.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri ESDM Ignasius Jonan memutuskan takkan mengubah harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi sampai akhir tahun. Saat ini premium dijual Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Kebijakan serupa diterapkan pada tarif listrik yang tak berubah sampai tutup tahun ini.
Pertamina berharap
Di sisi lain, kendati keputusan harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi ada di tangan pemerintah, Pertamina berharap ada penyesuaian harga dengan melihat fakta harga minyak yang terus naik akhir-akhir ini. Berdasarkan perhitungan Pertamina, jika harga jual premium dan solar bersubsidi disesuaikan dengan pergerakan harga minyak dunia, akan ada tambahan penerimaan 1,5 miliar dollar AS sampai triwulan III-2017.
Sebagai perbandingan, penerimaan Pertamina sepanjang triwulan III-2016 sebanyak 26,62 miliar dollar AS dengan rerata ICP 37,88 dollar AS per barrel. Adapun penerimaan sepanjang triwulan III-2017 tercatat 31,38 miliar AS di saat rata-rata ICP 48,86 dollar AS per barrel. Kendati penerimaan lebih besar, laba Pertamina turun lantaran sebagian penerimaan dibelanjakan untuk menutup selisih yang timbul dari harga jual BBM ke masyarakat dengan harga keekonomian.
Seandainya ada penyesuaian harga jual BBM, penerimaan Pertamina bertambah 1,5 miliar dollar atau sekitar Rp 19 triliun. Namun, tak masalah karena ini menjadi kebijakan pemerintah. Yang menikmati harga juga masyarakat, ucap Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dalam paparan kinerja triwulan III-2017, pekan lalu, di Jakarta.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menyebutkan, dengan kondisi harga minyak dunia saat ini, harga jual ideal premium adalah Rp 7.150 per liter dan solar bersubsidi Rp 6.500 per liter. Namun, kata dia, Pertamina tetap akan mematuhi kebijakan penentuan harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi.