Investordaily, 3 April 2023
Penulis: Komaidi Notonegoro (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi
Universitas Trisakti)
Implementasi kebijakan pencampuran 35% Biodiesel (B100) ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar, sesungguhnya bukan kebijakan yang baru diimplementasikan. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari penahapan kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan review, telah ada sejumlah regulasi yang diterbitkan pemerintah untuk mengatur dan melaksanakan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN), termasuk biodiesel.
Keseriusan pemerintah memanfaatkan BBN semakin terlihat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2006 pada 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, dan Bupati/Walikota, untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Sebagai tindak lanjut atas Instruksi Presiden tersebut, pada 10 Oktober 2006 pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 51/2006 tentang Persyaratan dan Pedoman Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Untuk mempercepat penyediaan pemanfaatan BBN, pemerintah kemudian mencabut Permen ESDM No 51/2006 dan menggantinya dengan Permen ESDM No 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.
Substansi pengaturan dalam Permen ESDM No 32/2008 tercatat telah lebih detail dibandingkan dengan regulasi sebelumnya. Terutama regulasi tersebut telah mengatur mengenai penahapan kewajiban minimal pemanfaatan BBN yang harus dilakukan oleh sektor-sektor penggunanya. Sektor penggunanya meliputi sektor rumah tangga, transportasi PSO, transportasi non PSO, industri dan komersial, dan sektor pembangkit listrik.
Berdasarkan Permen ESDM No 32/2008 yang telah dilakukan perubahan ketiga kali, terakhir dengan Permen ESDM No 12/2015, diketahui bahwa penahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel (B100) sebagai campuran Bahan Bakar Minyak pada Januari 2020 – Januari 2025 ditetapkan sebesar 30%. Karena itu, dapat dikatakan bahwa implementasi B35 yang diberlakukan efektif per Februari 2023 yang lalu sesungguhnya telah melampaui penahapan kewajiban minimal yang ditetapkan oleh regulasi yang ada.
Potensi Pemanfaatan Biodiesel
Jika mencermati perangkat regulasi yang telah diterbitkan oleh pemerintah, potensi pemanfaatan biodiesel untuk tidak sekadar berhenti pada tahapan B35 cukup besar. Regulasi yang ada, terutama Permen ESDM No 32/2008 yang telah dilakukan perubahan ketiga kali tersebut pada dasarnya baru mengatur penahapan pemafaatan BBN sampai dengan tahun 2025. Target penahapan pemanfaatan biodiesel pada Januari 2025 untuk semua sektor pengguna ditargetkan sebesar 30%, lebih rendah dari realisasi implementasi kebijakan biodiesel saat ini.
Selain terkait implementasi penahapan yang tercatat telah melampaui ketentuan regulasi, terbitnya sejumlah regulasi lain sebagai aturan teknis pelaksana implementasi kebijakan biodiesel juga dapat berpotensi mendukung implementasi kebijakan pemanfaatan BBN, terutama biodiesel akan semakin meningkat. Untuk aturan yang lebih teknis, pemerintah juga tercatat telah menerbitkan Kepmen ESDM No 6034K/12/MEM/2016 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak.
Kepmen ESDM No 6034K/12/MEM/2016 tersebut kemudian diubah melalui Kepmen ESDM No 2026 K/12/MEM/2017 dan diubah kembali dengan Kepmen ESDM No.1770 K/12/MEM/2018. Pada Desember 2018, pemerintah menambah regulasi baru untuk mengatur niaga BBM yang khusus untuk melakukan pengaturan pada biodiesel yaitu dengan menerbitkan Kepmen ESDM No 350 K/12/DJE/2018 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak. Pada Juni 2019, pemerintah kemudian mengubah Kepmen ESDM No 350 K/12/DJE/2018 dengan Kepmen ESDM No 91 K/12/DJE/2019 dan pada September 2019 diubah lagi dengan Kepmen ESDM No 148 K/10/ DJE/2019.
Selanjutnya, pada Juni 2020 pemerintah kemudian terpantau kembali menerbitkan regulasi baru terkait kebijakan niaga BBN yaitu Kepmen ESDM No 105 K/12/MEM/2020 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Bencana Non Alam Nasional Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pada Oktober 2020, regulasi tersebut kemudian diganti dengan Kepmen ESDM No 182 K/10/MEM/2020 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak.
Pada November 2021 pemerintah kembali menerbitkan regulasi untuk menggantikan Kepmen ESDM No 105 K/12/MEM/2020 dengan Kepmen ESDM No 146 K/HK.02/DJE/2021 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak. Kepmen ESDM tersebut tercatat masih berlaku sampai dengan saat ini. Substansi dari Kepmen ESDM tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak, di antaranya mengatur: (1) harga indeks harga pasar BBN jenis biodiesel didasarkan pada harga publikasi Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk crude palm oil (CPO) unit Belawan dan Dumai rata-rata periode satu bulan sebelumnya, tidak termasuk PPN; (2) besaran maksimal ongkos angkut ditetapkan dengan mempertimbangkan harga perkiraan sendiri yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan yang ditetapkan Dirjen EBTKE; (3) harga indeks pasar BBN jenis biodiesel berlaku untuk pengadaan BBN jenis biodiesel untuk pencampuran jenis BBM Umum dan pencampuran jenis BBM Tertentu; (4) besaran indeks pasar BBN jenis biodiesel ditetapkan Menteri ESDM melalui Dirjen EBTKE; dan (5) formula harga indeks pasar BBN jenis biodiesel untuk titik serah Floating Storage atau Shore Terminal Balikpapan ditambah biaya yang mengacu pada hasil rekonsiliasi besaran unit cost.
Selain regulasi yang mengatur indeks harga, pemerintah juga tercatat menerbitkan regulasi yang mengatur mengenai volume alokasi BBN. Di antaranya adalah Kepmen No 205.K/EK05/DJE/2022 Jo Kepmen ESDM No 208.K/EK.05/DJE/2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Serta Alokasi Volume Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari-Desember 2023.
Mengacu pada dukungan aspek regulasi yang telah relatif lengkap serta ketersediaan bahan baku yang dapat dikatakan juga lebih dari cukup, peluang implementasi pemanfaatan biodiesel untuk pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang diperluas bahkan dapat menjadi B100, adalah cukup besar. Hal yang berpotensi dapat menghambat perluasan implementasi pemanfaatan biodiesel adalah masalah keterbatasan kapasitas fiskal untuk subsidi biosolar dan/atau masalah teknis jika dalam perkembangannya ditemukan permasalahan yang dikeluhkan oleh sektor-sektor pengguna akibat memanfaatkan biodiesel.