Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2018Asumsi Harga Tak Realistis

Asumsi Harga Tak Realistis

Kompas; Senin 19 Februari 2018

Harga minyak mentah dunia lebih dari 60 dollar AS per barrel atau melampaui asumsi makro APBN 2018 yang sebesar 48 dollar AS per barrel. Pemerintah disarankan melakukan antisipasi.

JAKARTA, KOMPAS Patokan harga minyak Indonesia dalam asumsi makro APBN 2018 sebesar 48 dollar AS per barrel dinilai sudah tak realistis. Sebab, sampai dengan Minggu (18/2) siang, harga minyak mentah dunia sudah melampaui asumsi itu.

Harga minyak mentah jenis WTI mencapai 61,68 dollar AS per barrel, sedangkan jenis Brent 64,84 dollar AS per barrel. Oleh karena itu, pemerintah disarankan menyiapkan sejumlah antisipasi untuk menyikapi kenaikan harga minyak dunia.

Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, pemerintah perlu merevisi asumsi makro harga minyak Indonesia (ICP) tersebut. Revisi ICP akan berdampak pada penyesuaian nilai subsidi energi. Di samping itu, harga minyak dunia juga berpengaruh terhadap penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah.

Asumsi 48 dollar AS per barrel itu sudah tak realistis lagi. Pemerintah perlu merevisi kembali. Selain itu, penyesuaian harga BBM setiap tiga bulan sebaiknya dijalankan lagi, bukan dikunci tak berubah sejak pertengahan 2016. Padahal, harga minyak banyak perubahan, kata Pri Agung saat dihubungi di Jakarta.

Asumsi

Menurut catatan Kompas, sejak 1 April 2016, harga BBM yang ditetapkan pemerintah, yaitu premium Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter, tidak berubah sampai sekarang. Sepanjang 2016, rata-rata ICP 40,81 dollar AS per barrel, yang naik menjadi 50,81 dollar AS per barrel pada 2017. Hingga akhir Maret 2018, pemerintah menjamin harga premium dan solar bersubsidi tak berubah.

Disesuaikan

Pada Januari 2018, pemerintah mengumumkan ICP 65,59 dollar AS per barrel atau naik dari Desember 2017 yang sebesar 60,90 dollar AS per barrel. Kenaikan harga itu dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kebijakan pemangkasan produksi minyak negara-negara pengekspor minyak (OPEC), peningkatan permintaan dari sejumlah negara di tengah pasokan yang dikurangi, serta faktor geopolitik di kawasan Timur Tengah.

Pri Agung menambahkan, seandainya harus ada penyesuaian harga jual BBM dengan harga minyak dunia, angkanya sebaiknya tidak terlalu tinggi. Selain itu, pemerintah harus mampu menjelaskan dengan baik kepada publik alasan menaikkan harga BBM. Yang tidak kalah penting, berkomunikasi secara politik dengan DPR.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, sepakat bahwa ICP yang dipatok dalam APBN 2018 sudah tidak relevan dengan perkembangan harga saat ini. Menurut dia, pemerintah sebaiknya mengajukan revisi ICP dalam asumsi makro. Soal selisih harga jual BBM dengan harga keekonomian akibat harga minyak dunia yang terus naik, katanya, akan menjadi tanggung jawab Pertamina.

Pertamina harus mampu melakukan efisiensi untuk menanggung selisih harga akibat harga BBM yang belum direvisi ini, ujar Satya.

Menurut dia, kesepakatan DPR dengan pemerintah untuk mengkaji ulang hargaBBMsetiap tiga bulan memberi kesempatan harga naik atau turun. Selain itu, memberi pendidikan kepada publik bahwa harga bahan bakar bersifat dinamis, tergantung pergerakan harga minyak dunia. Namun, pemerintah tidak menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar.

Saat mengumumkan bahwa tidak ada perubahan harga premium dan solar bersubsidi selama periode Januari-Maret 2018, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyebutkan, salah satu pertimbangan pemerintah adalah daya beli masyarakat. Harga BBM kembali akan dikaji untuk periode April-Juni 2018.

Dalam sejumlah kesempatan, Direktur Pemasaran Pertamina MIskandar mengatakan, kenaikan harga minyak dunia kian memperlebar selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual kepada masyarakat.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments