Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2017Biaya Manfaat Kebijakan Gross Split

Biaya Manfaat Kebijakan Gross Split

Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com

Bisnis Indonesia: Selasa, 08 Agustus 2017

Pasca diterbitkan pada Januari 2017, kebijakan gross split (Permen ESDM No. 8/2017) tampaknya relatif tidak memperoleh respon positif pelaku industri hulu migas.

Meski bukan penyebab tunggal, kebijakan gross split disinyalir memberikan kontribusi atas belum adanya peminat wilayah kerja migas yang ditawarkan pada tahun ini.

Penerapan kebijakan gross split sesungguhnya berangkat dari niat baik pemerintah, yaitu menyelesaikan masalah cost recovery dan birokrasi yang dinilai lebih kompleks pada model production sharing contract (PSC) reguler.

Gross split diyakini akan menguntungkan kedua belah pihak, pemerintah dan pelaku industri (kontraktor). Pemerintah akan diuntungkan karena tidak ada lagi cost recovery yang selama ini sering menjadi polemik. Sementara kontraktor akan diuntungkan dengan tidak adanya keharusan untuk menyusun plant of development (POD).

Terkait dengan gross split, sejak diwacanakan saya merekomendasikan agar penerapannya kebijakan ini bersifat opsional. Tanpa mengesampingkan kelebihannya, saya melihat model kontrak ini tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan pada kondisi lapangan tertentu. Dalam hal ini, sifat opsional pada dasarnya juga relevan dengan ketentuan UU Migas No. 22/2001 dan aturan pelaksanaannya.

Jika mencermati substansi Permen ESDM No. 8/2017, tampak bahwa seluruh kontrak migas di Indonesia akan diarahkan untuk menggunakan kontrak gross split. Mencermati perkembangan yang ada, penerapan regulasi ini kemungkinan tidak mudah dan akan menghadapi kendala pada tingkat operasional. Masalah keekonomian kemungkinan akan menjadi isu dan kendala utama.

Terkait dengan masalah keekonomian, review yang saya lakukan menemukan bahwa pada kasus tertentu PSC gross split tidak cukup layak dibandingkan kontrak PSC cost recovery. Dibandingkan model PSC cost recovery, penerapan PSC gross split dari sisi hitungan keekonomian cenderung merugikan kedua belah pihak.

Di antara potensi kerugian yang dapat ditimbulkan adalah akan menurunkan penerimaan, baik untuk pemerintah maupun kontraktor.

Simulasi dengan asumsi dan parameter yang sama, menemukan bahwa net present value (NPV), internal rate of return (IRR), pay out time (POT), umur lapangan, dan pendapatan pemerintah pada model PSC gross split tidak lebih baik dibandingkan dengan PSC cost recovery.

NPV dan IRR pada PSC gross split berpotensi lebih rendah karena kontraktor harus menanggung seluruh resiko dan biaya. Umur ekonomis lapangan berpotensi lebih pendek karena bagian kontraktor yang dapat dialokasikan sebagai operating cost lebih sedikit.

Sementara hilangnya cost recovery akan mengurangi kemampuan kontraktor menutup biaya investasi untuk setiap tahunnya. Kondisi ini menyebabkan POT semakin lama. Dampak akhirnya adalah pendapatan pemerintah dari keseluruhan umur proyek akan berkurang.

Salah satu kelemahan PSC gross split secara relatif dibanding PSC cost recovery adalah model kontrak ini secara tidak langsung membatasi kontraktor dalam menutup biaya operasi. Dampak dari pembatasan ini tidak sederhana, karena akan memperpendek umur ekonomis lapangan dan menurunkan produksi pada keseluruhan umur proyek. Akibatnya, gross revenue yang akan dibagi untuk kedua belah pihak juga akan berkurang.

Kelemahan lain yang ditemukan adalah model PSC gross split ternyata lebih sensitif terhadap gejolak harga minyak. Dengan demikian kontraktor secara relatif akan menanggung risiko yang lebih tinggi jika terdapat gejolak harga minyak.

Tanpa adanya insentif tambahan atau perubahan mendasar dari skema model ini, hampir dapat dipastikan keekonomian PSC gross split tidak lebih menarik dibandingkan model PSC cost recovery.

Selain masalah keekonomian, penerapan kebijakan PSC gross split juga relatif bermasalah dalam konstruksi payung hukumnya. Ditinjau dari beberapa aspek, Permen ESDM No. 8/2017 tidak cukup solid untuk dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengusahaan hulu migas.

Regulasi setingkat Peraturan Menteri (Permen) tidak dapat digunakan sebagai landasan untuk menyelesaikan permasalahan lintas sektor. Sementara irisan permasalahan sektor migas dengan sektor yang lainnya cukup besar.

Salah satunya masalah perpajakan yang kewenangannya berada di Kementerian Keuangan. Meskipun untuk masalah ini pemerintah menyampaikan akan menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) khusus untuk mengatur perpajakan PSC gross split, tetapi dari aspek hierarki regulasi, hal ini sesungguhnya tidak lazim.

Aneh jika sebuah PP terbit berdasarkan Permen yang merupakan level peraturan di bawahnya. Dari aspek kepastian, regulasi setingkat Permen juga rentan. Sebuah Permen secara relatif akan sangat mudah dibatalkan pemberlakuannya baik oleh menteri yang sama atau menteri yang berbeda ketika terjadi reshuffle kabinet.

Sementara kontrak pengusahaan migas merupakan kontrak jangka panjang yang memerlukan kepastian regulasi. Substansi Permen ESDM No. 8/2017 tersebut juga tidak secara otomatis sejalan dengan proses revisi UU Migas yang saat ini sedang bergulir di DPR.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan pemberlakuan UU Migas revisi nantinya justru akan menganulir Permen ini.

Mencermati sejumlah potensi permasalahan yang dapat ditimbulkan, pemerintah kiranya perlu meninjau kembali penerapan kebijakan PSC gross split. Terkait dengan potensi biaya dan manfaat yang akan ditimbulkan, akan lebih baik jika penerapan PSC gross split bersifat opsional, diserahkan kepada kontraktor untuk memilih mana yang lebih cocok.

Hal sederhana yang terkadang kita lupakan adalah bahwa model kontrak PSC gross split sesungguhnya bukan hal baru. Tetapi mengapa selama puluhan tahun Indonesia menggunakan PSC cost recovery?

Bisa jadi karena memang PSC gross split tidak cocok dengan kondisi dan karakteristik pengusahaan hulu migas di Indonesia.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments