(Kompas, 14 Februari 2017)
Jakarta, Kompas PT Freeport Indonesia tengah berupaya menegosiasi pemerintah terkait perubahan status operasi dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus yang dikabulkan. Sejumlah hal yang masih menjadi keberatan Freeport Indonesia adalah tentang kebijakan fiskal dan perpanjangan operasi.
Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, kendati pemerintah sudah mengabulkan perubahan status operasi dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), pihaknya belum bisa serta-merta mengajukan izin ekspor konsentrat ataupun perpanjangan operasi perusahaan. Sebaba, ada ketentuan yang belum bisa disepakati perusahaan, yakni soal perpajakan.
Bagaimana seandainya di tengah operasi perusahaan yang berjalan, tiba-tiba ada perubahan kebijakan menyangkut perpajakan? Itu tentu cukup menyulitkan. Kami masih mencoba bernegosiasi dengan pemerintah mengenai hal ini, kata Riza, Senin (13/2) di Jakarta.
Riza menambahkan, pihaknya menginginkan agar ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KK jugas disepakati dalam IUPK. Ketentuan itu adalah skema perpajakan yang tetap atau tidak berubah sampai batas akhir kontrak (nail down), ekspor konsentrat tetap berjalan, dan perpanjangan operasi perusahaan. Sebelum ada kejelasan mengenai hal itu, keputusan pengajuan izin ekspor dan perpanjangan operasi masih dalam pertimbangan.
Untuk sementaram produksi konsentrat perusahaan hanya dipasok ke PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, dan belum dapat diekspor. Semoga dalam waktu dekat ada jalan keluar dari masalah in, ujar Riza. Contoh dalam hal ini, ketentuan pembayaran royalti Freeport Indonesia kepada pemerintah seperti yang diatur dalam KK untuk tembaga 3,5 persen, sedangkan emas dan perak masing-masing 1 persen.
Dengan status IUPK, royalti yang dibayarkan naik menjadi 4 persen untuk tembaga, 3,75 persen untuk emas dan 3,25 persen untuk perak. Ketentuan perpajakan dalam KK tidak berubah hingga masa operasi habis, sedangkan dalam IUPK harus menyesuaikan peraturan dan perundangan yang berlaku (prevailing).
Pada jumat (10/2) pekan lalu, pemerintah mengumumkan perubahan status operasi PT Freeport Indonesia yang semula dari KK menjadi IUPK. Pemerintah menilai semua persyaratan menjadi IUPK sudah dipenuhi. Selain Freeport, PT Amman Mineral Nusa Tengggara (Sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara) juga dikabulkan perubahan operasi dari KK menjadi IUPK.
Dengan perubahan tersebut, KK otomatis gugur. Akan tetapi, yang jelas ketentuan dalam IUPK harus diikuti. Kalau prevailling, ya prevailling, ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot, saat ditanya mengenai ketentuan perpajakan dalam skema IUPK.
Upaya Wajar
Mengenai upaya Freeport menegosiasi pemerintah, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, wajar. Apalagi, untuk investasi dengan nilai miliaran dollar AS atau trilliunan rupiah, investor tentu membutuhkan kepastian itu menyangkut perpajakan ataupun stabilitas kebijakan.
Perubahan status KK menjadi IUPK menempatkan posisi negara lebih tinggi karena selaku pemberi izin kepada investor. Namun, status tersebut hendaknya tidak membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak kondusif bagi iklim investasi. Perlu kebijaksanaan pemerintah dengan tetap berpegang pada prinsip sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ujar Komaidi.
Masa operasi PT Freeport Indonesia di Papua berakhir pada 2012. Namun, perusahaan itu dapat mengajukan perpanjangan operasi, secepatnya lima tahun sebelum izin operasi berakhir.
Bea Keluar
Pemerintah menerbitkan aturan baru mengenai barang ekspor yang dikenai bea keluar. Kebijakan ini sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang merupakan perubahan keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam siaran pers Kementerian Keuangan, bea keluar ekspor barang hasil pengolahan mineral sebesar 0-7,5 persen berdasarkan kemajuan fisik pembangunan smelter. Semakin tinggi kemajuan pembangunan, maka bea keluar semakin rendah, begitu pula sebaliknya.