Liputan6.com; 18 Agustus 2022
Liputan6.com, Jakarta – Iklim investasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) cenderung tak bergerak dari tahun ke tahun. Salah satu penopang yang bisa mendorong investasi hulu migas ini adalah kejelasan regulasi dari pemerintah.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan, iklim investasi di sektor hulu migas cenderung tak mengalami peningkatan. Ia menyertakan sejumlah riset yang dilakukan lembaga internasional.
“Kalau kita lihat survei Fraser Institute dari waktu ke waktu ini mengindikasikan bahwa tingkat kondusivitas investasi di Indonesia tidak bergerak untuk di hulu migas. jadi relatif berada di peringkat mendekati akhir,” ungkap Komaidi dalam diskusi Capaian dan Tantangana Satu Tahun Blok Rokan oleh Pertamina Hulu Rokan, Kamis (18/8/2022).
“Artinya bahwa ketertarikan pihak lain pelaku usaha yang sebelumnya cukup antusias, satu persatu meninggalkan,” imbuhnya.
Sebagai contoh, Shell yang hengkang dari Blok Abadi Masela setelah melakukan eksplorasi. Kemudian, wacana IDD yang akan dilakukan oleh Chevron yang tak kunjung ada kepastiannya.
Di samping itu, ada pula Indeks Kondusivitas Investasi dari Bank Dunia yang menunjukkan kecenderungan tak bergerak. Lalu, dikuatkan Fraser Institute di sektor hulu minyak dan gas bumi.
Guna menjawab ini, Komaidi memandang, rampungnya revisi Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi bisa mengambil peran. Utamanya soal regulasi dan kepastian investasi pengusaha sektor energi.
“Revisi Undang-Undang Migas, yang jadi payung hukum tertinggi di dalam konteks berusaha migas di Indonesia sudah dimulai sejak 2008 berdasarkan saran dari panitia hak angket BBM waktu itu, sampai sekarang 2022 mau selesai saya kira sudah 10 tahun lebih yang belum diselesaikan,” bebernya.
“ini saya kira juga memberikan kontribusi signifikan kenapa investasi migas kita menjadi relatif tidak bergerak,” tambah Komaidi.