Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2024Kebijakan Harga Gas Domestik RI, Belajar dari Sejumlah Negara ASEAN

Kebijakan Harga Gas Domestik RI, Belajar dari Sejumlah Negara ASEAN

CNBCIndonesia; 06 Mei 2024
Penulis: Pri Agung Rakhmanto; Founder & Advisor ReforMiner Institute, pengajar FTKE Universitas Trisakti

Kebijakan harga gas domestik telah cukup lama menjadi polemik dan perhatian publik di sektor energi. Salah satu penyebabnya, karena di satu sisi bagi para pelaku usaha di bidang penyediaan gas bumi, khususnya di hulu dan midstream, level harga gas domestik seringkali dinilai kurang menarik dari sudut pandang investasi.
Di sisi lain lain, namun demikian, meskipun mengklaim tetap berupaya menjaga keseimbangan ekonomi dan iklim investasi, pemerintah merasa tetap (masih) perlu mengatur harga gas domestik guna memastikan level harga dapat terjangkau oleh para penggunanya di dalam negeri, khususnya pengguna di sektor industri.

Secara umum, sejauh ini penetapan harga gas domestik oleh pemerintah pada prinsipnya menggunakan dua pendekatan dasar. Pertama harga gas ditetapkan dengan mendasarkan perhitungan dan pertimbangannya pada dinamika faktor pembentuknya.

Pemerintah secara berkala menetapkan besaran faktor pembentuk harga gas seperti keekonomian lapangan, indeksasi harga minyak dan gas bumi dalam negeri dan internasional, nilai tambah, kemampuan daya beli dan harga relatifnya terhadap harga energi substitusi. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam menentukan harga jual gas untuk ekspor dan harga jual gas untuk sektor industri secara umum.

Kedua, harga gas ditetapkan berdasarkan prinsip harga tetap (fixed price) di tingkat pengguna akhir. Harga gas ini berlaku untuk sektor rumah tangga, pembangkit listrik dan tujuh industri tertentu, yang kemudian dikenal sebagai Harga Gas Bumi untuk Industri Tertentu (HGBT). Harga gas untuk rumah tangga ditetapkan sebesar US$ 4,72 per MMBTU, sementara harga gas untuk listrik dan tujuh industri tertentu ditetapkan sebesar US$ 6 per MMBTU.

Kebijakan dan Harga di Sejumlah Negara
Pilihan kebijakan harga di sejumlah negara lain, di kawasan ASEAN misalnya, pada dasarnya dapat menjadi referensi bagi pemerintah di dalam terus menyempurnakan kebijakan harga gas domestik yang ada. Malaysia telah lama melakukan reformasi kebijakan harga gas untuk menjaga daya tarik investasi dan meningkatkan efisiensi industri gasnya.

Hal itu dilakukan dengan menerapkan pendekatan mekanisme pasar dan subsidi proporsional tertarget di dalam penetapan harga gasnya. Pendekatan mekanisme pasar dilakukan dengan menetapkan Malaysia Reference Price (MRP) yang dievaluasi setiap tiga bulan.

MRP mengacu pada harga rata-rata tertimbang (Weighted Average Price/WAP) gas alam cair (LNG) secara free-on-board (FOB Basis) yang diekspor ke luar Malaysia. Selain itu, pemerintah Malaysia juga memberikan wewenang kepada Petronas Gas untuk menentukan harga jual kepada pengguna akhir sesuai dengan harga keekonomian.

Di dalam upaya menjaga daya beli, pemerintah Malaysia tercatat meregulasi tarif transportasi untuk industri kecil dan memberikan subsidi gas pipa untuk sektor ketenagalistrikan. Kebijakan penetapan tarif transportasi untuk industri kecil berlaku hingga 2022 sementara subsidi gas pipa untuk sektor ketenagalistrikan masih berlaku hingga saat ini.

Seperti halnya Malaysia, Thailand dan Vietnam juga menggunakan mekanisme pasar sebagai pendekatan utama dalam menetapkan harga gas domestiknya. Pasar gas domestik di Thailand saat ini relatif bersifat kompetitif dengan kombinasi sejumlah kebijakan untuk menjaga daya saing di tingkat pengguna akhir.

Di sektor hulu, harga gas domestik ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata harga keekonomian gas dari berbagai sumber pasokan. Sementara di sektor midstream, PTT sebagai pemegang izin usaha transportasi dan niaga diberikan kewenangan untuk menegosiasikan harga secara langsung dengan pelanggannya.

Pemerintah melalui Energy Policy and Planning Office (EPPO) hanya mengatur tentang batasan margin dan tarif transmisi. Sementara besaran tarif distribusi ditentukan oleh kesepakatan badan usaha berdasarkan mekanisme business-to-business (B to B.)

Penetapan margin usaha gas di Thailand ditetapkan bervariasi dan bergantung pada tingkat risiko yang harus ditanggung badan usaha dan jangka waktu kontrak. Sementara tarif jaringan transmisi tercatat ditetapkan seragam untuk seluruh pelanggan gas, namun dengan tetap didasarkan atas pertimbangan margin pengembalian usaha yang layak.

Data Asia-Pacific Economic Cooperation menyebutkan, tingkat pengembalian investasi yang dipandang layak dan kompetitif adalah sekitar 18% untuk jaringan pipa lama dan 12% untuk pipa baru. Pemerintah Thailand juga menetapkan sejumlah langkah strategis untuk menjaga keekonomian proyek, di antaranya dengan mengintegrasikan jaringan transmisi sebagai bagian dari keekonomian proyek hulu.

Selain itu, sentralisasi industri pengguna gas di wilayah tertentu seperti di sekitar wilayah Gulf of Thailand juga dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas bisnis. Implementasi penetapan harga gas di Thailand namun juga tidak selalu dilakukan melalui pendekatan mekanisme pasar.

Dalam kondisi tertentu, pemerintah Thailand tercatat juga menugaskan badan usaha untuk mempertahankan harga pada level tertentu, dengan memberikan kompensasi langsung kepada badan usaha.

Dibandingkan dua negara lainnya, Vietnam adalah negara yang relatif paling mendasarkan mekanisme pasar sebagai basis dalam menentukan harga gas domestiknya. Harga dalam rantai bisnis gas bumi di Vietnam ditetapkan melalui kesepakatan business-to-business dengan PetroVietnam Gas sebagai pemegang izin transportasi dan niaga di Vietnam.

Harga kepala sumur ditetapkan berdasarkan tingkat keekonomian pengembangan lapangan dan kesepakatan bisnis antara kontraktor dan PetroVietnam Gas. Keekonomian dan kesepakatan tingkat harga gas di kepala sumur didasarkan pada formula dan dinamika pergerakan harga minyak dan gas internasional.

Mekanisme serupa juga berlaku di dalam penetapan harga di tingkat konsumen akhir. Harga jual gas dinegosiasikan antara PetroVietnam dan setiap pengguna akhir. Dalam situasi tertentu, konsumen juga dapat langsung bernegosiasi dan menandatangani kontrak jual beli gas dengan produsen gas.

Berbagai mekanisme penetapan harga gas di atas tercatat cukup efektif efektif dalam menjaga level harga gas domestik di tiga negara tersebut pada level moderat. Publikasi International Gas Union (IGU, 2022) menyebutkan, di tingkat pengguna akhir harga gas di Malaysia berada pada kisaran US$ 6,6 hingga US$ 8,35 per MMBTU.

Sementara itu, level harga gas di Thailand berada pada kisaran US$ 7,01 sampai US$ 8,35 per MMBTU, dan Vietnam ada pada kisaran US$ 6,39 per MMBTU. Rentang harga gas tersebut dapat dikatakan relatif moderat dan masih cukup kompetitif mengingat variasi rentang harga gas di tingkat pengguna akhir untuk wilayah Asia tercatat cukup beragam dengan rentang yang lebar, yaitu berkisar antara US$ 6 per MMBTU hingga US$ 34 per MMBTU.

Kondisi yang sama juga tercermin di sektor midstream. Biaya transportasi gas di Malaysia tercatat berkisar antara US$ 1,44 hingga US$ 3,19 per MMBTU, di Thailand berkisar antara US$ 2,04 hingga US$ 3,37 per MMBTU, dan di Vietnam berada pada kisaran US$ 1,39 per MMBTU. Merujuk pada publikas yang sama, rentang biaya transportasi dan distribusi gas di beberapa negara Asia sendiri juga tercatat relatif lebar, yaitu berkisar antara US$ 0,5 hingga US$ 26 per MMBTU.

Lessons Learned
Dari gambaran kondisi di atas, beberapa hal menarik untuk disimak dan mungkin dapat dijadikan pembelajaran bagi kita. Pertama, level harga gas dan biaya transportasinya bervariasi dan bahkan dapat berada pada rentang yang sangat lebar.

Hal ini secara implisit menegaskan bahwa pendekatan penyeragaman harga gas dan biaya transportasinya pada suatu angka absolut dan rigid bukanlah merupakan sebuah pilihan yang cukup rasional secara ekonomi, pun dari berbagai sudut pandang.

Basis utama pendekatan di dalam kebijakan dan penentuan harga gas dan biaya transportasi gas di setiap negara pada dasarnya adalah rasionalitas dan kelayakan tingkat keekonomian di setiap mata rantainya, dan bukan sekadar menitikberatkan hanya pada salah satu objektif tertentu di pengguna akhir.

Kedua, berkenaan dengan hal itu, dinamika dan pergerakan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi tingkat keekonomian pengadaan gas di setiap mata rantainya, seperti halnya harga minyak dan gas internasional, sumber pasokan gas, inflasi biaya transportasi gas, diakomodir di dalam komponen harga yang dapat bergerak naik turun pada batas tertentu dan di dalam penerapannya menjadi subjek untuk evaluasi secara berkala.

Pengaturan harga yang dilakukan tidak berupa penetapan batasan harga nominal secara absolut, dan tetap, tetapi lebih pada pengaturan rentang kisaran untuk mengakomodir perubahan faktor dan variabel ekonomi pembentuknya yang juga dinamis terhadap waktu.

Ketiga, dalam kaitan dengan upaya pencapaian objektif tertentu dari pemerintah, intervensi di dalam bentuk pengaturan harga secara langsung cenderung dihindari dan dimininalkan. Subsidi, kompensasi, atau insentif kepada subjek pengguna gas diberikan secara langsung dan tertarget, sehingga level harga di setiap mata rantai penyediaan gas domestik tetap berada pada tingkatan yang memberi sinyal kelayakan ekonomi dan sinyal kepastian pengembalian investasi yang menarik.

Kiranya tidak ada salahnya jika kita mengadopsi beberapa hal di atas untuk memperbaiki satu-dua kebijakan terkait harga gas domestik kita, HGBT atau pengaturan toll fee pipa misalnya, yang mungkin saat ini belum cukup optimal.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments