Media Indonesia, 22 Maret 2011
JAKARTA–MICOM: Ketidakpastian program pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membuat pemerintah dinilai tidak kredibel. Pasalnya, ketidakpastian program yang berkali-kali mundur itu menimbulkan banyak sekali spekulasi baik bagi pelaku bisnis maupun masyarakat umum.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi Media Indonesia, Senin (21/3) malam.
“Semestinya sudah harus tegas, pembatasan tidak hanya ditunda tetapi dibatalkan. Sudah jelas tidak akan efektif kebijakan itu,” tandas Pri Agung.
Lebih lanjut, Pri Agung menilai penghematan subsidi BBM dapat diakomodasi melalui perubahan anggaran di dalam pembahasan APBN-P pada Mei atau Juni mendatang.
Untuk jangka panjang, ia mengusulkan penyesuaian harga BBM subsidi secara berkala. Dengan begitu, pemerintah dapat memastikan besaran subsidi konsisten dengan apa yang ditetapkan APBN. Dengan asumsi harga minyak (Indonesia Crude Price/ICP) US$80/barel dan nilai tukar rupiah 9.250 per dolar AS, serta premium Rp4.500.
Pri Agung mengatakan persentase harga subsidi premium terhadap harga keekonomian dapat ditentukan 65,59%. Persentase itulah yang dipertahankan, setidaknya selama tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam menanggapi itu, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo mengatakan, usulan ReforMiner Institute akan menjadi masukan dan dirapatkan secara internal. Untuk sementara, pemerintah akan terus mempersiapkan infrastruktur dan sistem kendali pengaturan BBM bersubsidi. Namun, ia belum memastikan sampai kapan penundaan program tersebut. “Sampai terasa memungkinkan, keadaan stabil dan lebih baik. Kita belum tahu,” cetusnya. Seperti diketahui, pemerintah dan DPR sepakat menunda pembatasan BBM bersubsidi yang rencananya dilaksanakan pada 1 April 2011. Kesimpulan raker Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR yang membidangi energi, Senin (21/3) menilai tingginya inflasi pangan dan energi serta disparitas harga yang begitu tinggi antara premium bersubsidi dan pertamax menjadi alasan mundurnya program itu.