Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2011Kontraktor Migas Ajukan Uji Materi

Kontraktor Migas Ajukan Uji Materi

Kompas, 28 Juni 2011

JAKARTA, Asosiasi Perminyakan Indonesia meminta pengujian materi atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Asosiasi menilai peraturan tersebut bertentangan dengan undang-undang di atasnya dan menimbulkan ketidakpastian investasi.

“PP ini bertentangan dengan Undang-Undang Migas maupun Undang-Undang Perpajakan dan dalam jangka panjang berpotensi merugikan negara,” ujar Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia Ron Aston, Senin (27/6), di Jakarta.

PP No 79/2010 mengatur tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang hulu migas. Peraturan yang lebih dikenal dengan sebutan PP Cost Recovery itu terbit pada 20 Desember 2010. Permintaan uji materi diajukan Asosiasi Perminyakan Indonesia ke Mahkamah Konstitusi pada 16 Juni 2011.

Asosiasi Perminyakan Indonesia mengidentifikasi setidaknya 20 poin dalam peraturan itu yang berpotensi menimbulkan masalah. Salah satunya Pasal 38 Butir b yang mewajibkan semua kontrak migas yang telah berlaku mengikuti perubahan sesuai PP itu dalam waktu tiga bulan. Perubahan menyangkut besaran penerimaan negara, besaran biaya operasi yang bisa dikembalikan, dan norma biaya operasi yang bisa dikembalikan.

Ron Aston mengatakan, bagi kontrak migas yang sudah berjalan, PP tersebut tidak sesuai dengan prinsip kontrak bagi basil. “Ada pemahaman keliru, cost recovery bukanlah pengembalian biaya oleh negara. Dalam prinsip kontrak bagi hasil, negara ikut tanggung investasi,” kata Ron.

Wakil Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia Jim Taylor mengatakan, adanya perubahan ketentuan perpajakan yang harus diikuti membuat kontraktor menunda rencana investasi mereka. Hal ini membuat PP Cost Recovery kontraproduktif dengan upaya peningkatan produksi migas. “Sudah terjadi, beberapa perusahaan migas meninjau ulang rencana investasi. Berdasarkan perhitungan, jika kondisi ini terus dibiarkan akan berakibat pada penurunan produksi. Dalam lima tahun, potensi penurunan produksi bisa mencapai 150.000 barrel per hari,” ujar Jim.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto mengatakan, PP Cost Recovery bukan merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Migas, tetapi turunan Undang-Undang Nomor 7 Tabun 1983 tentang Pajak Penghasilan. “Dapat dikatakan kehadiran PP Cost Recovery ini sesungguhnya tidak mutlak diperlukan di sektor migas karena UU Migas sendiri tidak mengamanatkan,” kata Pri Agung. Dengan dasar itu, PP Cost Recovery justru lebih mencerminkan adanya semacam intervensi dari pihak lain di luar sektor migas untuk secara langsung mengatur pengelolaan sektor hulu migas di aspek tertentu.

Secara terpisah, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Legowo mengatakan bisa memahami upaya uji materi oleh asosiasi. “Mereka hanya bingung terkait penerapannya. Kami sedang menyiapkan petunjuk pelaksanaan PP Cost Recovery tersebut,” kata Evita.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments