detikFinance, 7 Desember 2009
Jakarta – Keputusan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh yang memberikan persetujuan atas kontrak jual beli gas Tangguh sebesar 125.000 Metric Ton per tahun antara PT Pertamina (Persero) dengan Tohoku Electric Power Co sangat disayangkan. Keputusan itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk memasok gas dalam negeri sangat kecil.
“Memang ketahanan energi masih sebatas jargon. Orientasi kita terhadap gas masih tetap saja yang penting bisa laku secepatnya,” ujar Direktur Eksekutif Refor-miner Institute, Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Senin (7/12/2009).
Menurut Pri Agung, sikap ini menunjukan komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gas ke pasar domestik lemah, sebab hingga saat ini pabrik Pupuk dan PLN masih kekurangan gas. Padahal pasar domestik sendiri sudah mampu membeli gas dengan harga lebih mahal daripada harga ekspor.
“Domestik sudah sanggup ke harga keekonomian, sekitar US$ 5-6 per mmbtu. Lebih mahal daripada harga ekspor yang cuma US$ 3,38 per mmbtu karena di-cap di crude US$ 38 per barel,” paparnya.
Terkait penandatanganan yang sudah dilakukan antara Pertamina dengan Tohoku, ia menilai perjanjian itu sah dan tidak perlu diulang kembali. Sebab meskipun BP Migas tidak menghadiri prosesi tersebut, namun jual beli gas itu sudah atas persetujuan Menteri ESDM. “Karena kalau Menteri ESDM sudah setuju ya berarti sudah lewat BP Migas,” ungkap dia.
Ia memperkirakan ketidakhadiran BP Migas dalam acara itu karena tidak ingin masalah ini diekspose ke publik karena rendahnya harga jual gas tersebut. “Kontrak harganya kan yang masih pakai ceilling di harga crude maksimal US$ 38 per barel,” ujarnya.
Seperti diketahui, Rabu (2/12/2009) lalu, Pertamina (Persero) telah menandatangani kontrak jual beli LNG Tangguh sebesar 125.000 Metric Ton per tahun dengan perusahaan asal Jepang Tohoku Electric Power Co. LNG dari lapangan yang berada di Teluk Bituni, Papua tersebut akan mulai tahun depan selama 15 tahun.
Namun, Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Budi Indianto menyatakan pihaknya tidak mengakui kontrak jual beli gas itu karena penandatanganan jual beli gas tersebut belum mendapat surat persetujuan dari Menteri ESDM.
BP Migas menilai penandatanganan yang telah dilakukan hari ini hanya merupakan kesepakatan awal yang sifatnya tidak mengikat. Menurut dia, penjualan gas Tangguh tersebut masih dimungkinkan buat konsumen domestik.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Vice Presiden Communication Pertamina, Basuki Trikora Putra menyatakan kontrak jual beli gas tersebut sudah sesuai prosedur.
Basuki menyatakan penandatanganan tersebut dilaksanakan setelah perseroan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait dalam hal ini pemerintah dan juga BP Indonesia sebagai operator dari lapangan gas yang berada di Teluk Bituni, Papua tersebut. Dalam transaksi jual beli tersebut Pertamina hanya menjadi lead seller.
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh sendiri mengaku sudah menyetujui kontrak kontrak jual beli gas itu. Ia menilai, sikap BP Migas yang tidak mengakui kontrak tersebut karena surat persetujuan tersebut mungkin memang belum diterima BP Migas. Menurut dia, hal terjadi terjadi karena masalah administrasi surat menyurat dalam konteks waktu.
Anggota Komisi VII DPR, Satya Wira Yudha meminta agar PT Pertamina (Persero) dan Tohoku Electric Power Co mengulang penandatanganan kontrak jual beli gas Tangguh sebesar 125.000 Metric Ton per tahun.
Satya menyayangkan sikap Pertamina yang dinilai tidak mau bersabar menunggu persetujuan dari BP Migas dengan melakukan penandatanganan jual beli gas itu tanpa dihadiri BP Migas.
“Persetujuan dari BP Migas memang bisa disusul tapi dengan tidak adanya BP Migas dalam acara itu sama dengan menikah tanpa penghulu,” kata Satya.