Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2011Pengalihan Saham di Blok West Madura Diduga Bermuatan Politik

Pengalihan Saham di Blok West Madura Diduga Bermuatan Politik

TEMPO Interaktif, 19 April 2011

Jakarta – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pengalihan saham di Blok West Madura Offshore merupakan hal yang tidak wajar dipandang dari sudut keekonomiannya. Ia menilai, sebenarnya ada kontradiksi antara kepentingan perpanjangan kontrak dengan pelepasan sebagian saham kepemilikan.

“Perlu ditelusuri lebih jauh, apakah pelepasan saham itu murni atas pertimbangan bisnis ataukah karena hal-hal lain. Tekanan politis misalnya. Itu sesuatu yang mungkin terjadi. Bisa saja ada yang memanfaatkan momen berakhirnya kontrak untuk mendapatkan hak-hak pengelolaan tertentu,” kata Pri Agung kepada Tempo, Selasa (19/4).

Pri Agung menjelaskan, kerugian akibat pengalihan saham yang tak wajar di Blok West Madura tidak selalu dapat dinominalkan dengan uang. “Bahwa West Madura tidak diserahkan pengelolaannya 100 persen kepada Pertamina itu sudah kerugian besar bagi bangsa ini,” ujar dia.

Pemerintah, Pria Agung mengatakan, mestinya tidak begitu saja menyetujui pengalihan pengalihan saham yang dilakukan dua investor asing kepada dua perusahaan lokal. Sebab, pemerintah membutuhkan investor hulu migas (aktivitas pertambangan yang berhubungan dan eksploitasi dan eksplorasi) yang benar-benar kredibel.

Artinya investor yang benar-benar sebagai pelaku di sektor hulu migas, yang mau dan mampu melakukan eksplorasi dan eksploitasi untuk menemukan cadangan-cadangan minyak dan gas baru sekaligus meningkatkan produksi. “Bukan hanya punya share kepemilikan saham tapi tidak melakukan apa-apa,” tutur Pri Agung.

Pengelolaan Blok West Madura di Jawa Timur saat ini menjadi silang sengketa antara Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Blok West Madura terdiri atas lapangan minyak dan gas bumi di lepas pantai Jawa Timur.

Hingga kini belum ada kepastian tentang pengelolaan blok itu. Akibatnya produksi minyak Blok West Madura terus menurun dari sebelumnya 19 ribu barel menjadi 14 ribu barel per hari. Sementara produksi gasnya mencapai 92 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Kontrak Blok West Madura diteken pada 7 Mei 1981 dengan porsi kepemilikan saham PT Pertamina Persero 50 persen, Kodeco Energy Co Ltd 25 persen, dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) Madura Ltd 25 persen. Kontrak berakhir pada 6 Mei 2011.

Namun, sebelum kontrak habis, Kodeco mengalihkan separuh sahamnya ke PT Sinergindo Citra Harapan. Begitu pun CNOOC, yang menyerahkan setengah saham Pure Link Investment Ltd. Akhirnya komposisi kepemilikan berubah menjadi Pertamina 50 persen, Kodeco 12,5 persen, CNOOC 12,5 persen, Sinergindo 12,5 persen, dan Pure Link 12,5 persen.Pengalihan saham itu patut disesalkan. Padahal Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Agustiawan sedikitnya sudah lima kali mengirimkan surat surat kepada Kementerian Energi agar kantornya mendapat kepemilikan saham 100 persen di Blok West Madura. Namun, permintaan tak kunjung mendapat jawaban.

Kami masih menunggu jawaban atas surat surat kami sebelumnya, yang merupakan dasar bagi kami menandatangani PSC (Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract) West Madura Offshore pasca terminasi 2011, tulis Karen dalam surat yang salinannya diterima Tempo.

Ketika dikonfirmasi soal permintaan Pertamina, Menteri Darwin Zahedy Saleh tak menampik. Malah ia menantang Pertamina. “Kalau Pertamina ingin 100 persen dan sanggup dengan segala konsekuensinya, pemerintah akan mendukung,” katanya di kantornya, Jumat (15/4).

Darwin ingin mengetahui kemampuan Pertamina, bukan berapa keinginannya. “Asal sanggup dan berkomitmen mencapai produksinya kenapa tidak kami dukung,” katanya. Darwin mengembalikan permintaan Pertamina kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Komisaris dan Dirut Pertamina, jumlah saham yang dikehendaki dan berapa yang disanggupi Pertamina. “Saya ingin mendapatkan dulu komitmen dari Pertamina,” ujarnya. Alasannya, proses perpanjangan kontraknya hampir final. Ia tak ingin disalahkan kenapa Pertamina tak diberikan saham 100 persen atas pengelolaan Blok West Madura.

Pertamina menyesalkan pernyataan Darwin yang terkesan meragukan kemampuan kantornya. Melalui juru bicaranya, Mochamad Harun, mengatakan sebagai pemegang saham mayoritas Pertamina ingin menjadi operator agresif. Bahkan, Pertamina menawarkan target produksi di Blok West Madura hingga 30 ribu barel per hari. Jika tak mendapat dukungan, tak perlu ada pernyataan yang mendiskreditkan reputasi Pertamina, kata Harun.

Tapi bukannya meluluskan permintaan, justru pada 31 Maret lalu, Menteri Darwin membalas lewat surat perintah Nomor 0176/BP00000/2011/S0 dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang meminta Pertamina meneken perpanjangan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) dengan Kodeco, CNOOC, Sinergindo, dan Pure Link.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments